Saya memang bukan kompasianer yang suka menulis kisah humor. Namun, jujur saya menyukai tulisan tulisan bernuansa humor seperti yang di tulis Prof Felix Tani dan Ruang Berbagi serta Tjiptadinata Effendi.
Kadang kala juga, ada tulisan serius kompasianer Reba Lomeh namun bikin saya tersenyum. Kenapa? Karena saya membayangkan wajah murungnya ketika duduk dibawah pohon cengkeh yang menebarkan aroma harum namun terkendala dengan harga jual yang rendah. Wajah murung ini boleh membuat saya tersenyum geli hehehe.
Ya, dalam suasana menjalani tugas mengajar di salah satu perguruan tinggi di daerah ini saya dipenuhi suasana kesibukan yang kadang membuat pikiran jadi tegang. Perasaan tegang ini butuh rileks dan ini dapat diatasi dengan menyimak tulisan yang dapat menciptakan suasana yang lebih santai dan menyejukkan.
Hidup ini memang perlu adanya keseimbangan, keselarasan agar tetap lestari. Antara ketegangan dan kenyamanan pikiran dan hati memerlukan kadar yang berimbang sehingga hidup ini semakin terasa maknanya.
Artinya, kisah yang bernuansa humor diperlukan untuk keseimbangan hidup. Orang humoris diperlukan dan penulis humoris perlu ada dan hadir di Kompasiana demi langgengnya kehidupan berselancar di rumah besar kesayangan bersama ini.
Selain aktivitas menulis, membaca dan berinteraksi di Kompasiana, saya memiliki kebiasaan membaca kembali tulisan tulisan lama yang saya temukan di rak rak buku.Â
Dahulu ketika mahasiswa dan staf pengajar baru di salah satu fakultas di kota Manado, selain menjadi redaksi majalah kampus bernama INOVASI. saya pun suka mengirimkan tulisan tulisan ke majalah Ayam&Telur di Jakarta (sempat jadi pembantu tetap majalah untuk manado) dan menulis berita di koran daerah : Manado Post, Cahaya Siang, Obor Pancasila dan Suluh Merdeka.
Di koran Manado Post ini saya menulis tulisan pendek dalam box (halaman pertama) tentang kisah hidup sehari hari yang sebenarnya ada nuansa humor. Di box inilah saya tuangkan kisah seharian yang sebenarnya kisah nyata yang saya temukan kala beraktivitas di kampus maupun di rumah.
Tulisan mini dalam box koran Manado Post itu sempat saya kumpulkan dalam kliping, walaupun ada yang sudah hilang namun ada juga yang masih dapat dibaca.
Tulisan box inilah salah satu tulisan nostalgia yang saya baca berulang di kala senggang dan mampu membuat saya tersenyum dan kadang tergelak juga. Pasalnya memang tulisan biasa namun ada unsur lucunya hehehe.
Gegara tulisan box ini yang isinya berbahasa dialek Manado agaknya menjadi salah satu trik menambah oplah konsumen orang kampus. Kadang teman kolega di kampus bertanya "apa lagi yang di tulis JAM di Manado Post?" (JAM itu nama kode inisial saya di MP).
Beberapa judul tulisan box itu antara lain: Tasalah Paka, Ta Pe Kira Bola, Cigulu Cigulu Bakteri, So Bayar Lei Kong Kaluar Aer Mata, Kisah tentang Profesor, Jam Dan Telur, Inga Inga Tu Kaloko, Burung Sarjana, Bercigulu cigulu Di Udara, Enci Pe Anak So Kita, Dialog, So Datang Lei Ma, Sambung Ma, Kiapa So Ba Undur, Cuma Suka Pasiar Oom, Untung Ada Papa, Mana Tu Pegawai Disini Oom, Gara Gara Loyang Bocor, Gara Gara Sorodo. Dan masih ada lagi namun ini hanyalah sekedar contoh.
Tasalah Paka, kisah tentang teman dosen wanita yang ikut kursus di kampus. Wanita ini punya kebiasaan menepuk bahu teman teman peserta pria di kursus. Waktu minum sore, usai penyajian materi Fisika, dia datang dan menepuk bahu seorang pria yang sedang mencicipi kue. Pria itu ternyata dosen yang barusan memberikan materi kursus. Bayangkan ekspresi wajah teman wanita itu karena salah menepuk bahu dan ditambah gelak tawa teman teman menyaksikan adegan gugup dan malu si wanita ini.
Lain lagi, kisah 'Mana Tu Pegawai Disini Oom' tentang dosen yang baru pulang dari Jepang dari studi S3, jelas belum dikenal mahasiswa baru. Dosen itu disebut Oom oleh si mahasiswa dikiranya dia seorang pegawai administrasi disitu.
Begitu juga, kisah ponakan saya berusia 5 tahun di 'Sambung Ma'. Kisah yang diceritakan kakak perempuan saya ini tentang ulah si gadis kecil gegara rambut panjangnya di potong pendek. Ketika dilihatnya menjadi pendek spontan dia teriak keras sambil berguling dilantai...sambung ma...sambung ma..sambung ma..maksudnya rambut itu disambung lagi seperti semula. Bikin kakak saya kebingungan dan bertanya bagaimana menyambung rambut itu kembali...De, sabarlah nanti rambutnya akan tumbuh memanjang...namun teriakan sambung ma itu tetap diucapkan si gadis cilik itu.
Ada juga kisah dalam 'Kiapa so ba undur' tentang teman saya yang studi pustaka di Bogor. Dia ajak saya untuk ke BPPT Jl Thamrin Jakarta untuk mengunjungi perpustakaan mencari bahan pustaka tentang penelitiannya tentang sagu. Di stasiun KA Bogor dia bilang kita duduk di depan agar dapat melihat pemandangan indah sepanjang perjalanan ke Jakarta. Walaupun saya ajak untuk ke tengah KA, dia bersikeras untuk tetap duduk di tempat yang di pilihnya itu.
Nah, ketika KA bergerak alias berangkat, terdengar dia berkata cukup keras: Kiapa So Ba Undur!! (Artinya, kenapa KA itu bergerak mundur). Saya hanya tersenyum sambil berguman dalam hati: Esha, esha ini kereta bukan mundur tapi maju menuju Jakarta!hehehe
Itu saja. Soalnya kisah lainnya termasuk Kisah Profesor, Jam dan Telur sengaja saya batalkan karena nantinya akan ada Profesor di Kompasiana akan memelototkan matanya pada saya.Â
Semoga tulisan ini dapat mengisi suasana riang gembira bersama keluarga di akhir pekan ini.
Salam Humor!
Manado 08082020.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H