Setelah di cabutnya Perppu, JPSK oleh DPR pada tanggal 7 Juli 2015, Pemerintah, Bank Indonesia, OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dan LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) secara bersama menyusun UU yang baru untuk memberikan kepastian hukum dalam kondisi krisis keuangan.
Oleh karena itu, diberlakukannya UU No 9 tahun 2016 tentang PPKSK merupakan angin segar bagi sistem keuangan Indonesia, karena kepastian hukum ini dapat meningkatkan kepercayaan pelaku pasar serta memberikan jaminan kenyamanan pada  semua pihak yang menggunakan jasa keuangan di Indonesia.
Apa itu Stabilitas Sistim Keuangan?
Stabilitas Sistim Keuangan (SSK) adalah suatu sistim yang memungkinkan sistim keuangan nasional berfungsi secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap kerentanan internal dan eksternal sehingga alokasi sumber pendanaan atau pembiayaan dapat berkontribusi pada petumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional.Â
Sistim Keuangan yaitu suatu sistim yang terdiri atas lembaga keuangan, pasar keuangan, infrastruktur keuangan, serta perushaan non keuangan dan rumah tangga yang saling berinteraksi dalam pendanaan dan atau penyediaan pembiayaan perekonomian.
Mengapa SSK ini diperlukan?
Stabilitas Sistem Keuangan ini diperlukan untuk meminimlkan terjadinya risiko sistemik. Â Risiko sistemik adalah risiko yang dapat mengakibatkan hilangnya kepercayaan publik dari peningkatan ketidak pastian dalam sistim keuangan sehingga sistim keuangan tidak dapat berfungsi dengan baik dan mengganggu jalannya perekonomian.
Bagaimana penerapan Stabilitas Sistem Keuangan?
Untuk mengelola risiko sebagai reaksi kebijakan negara lain diperlukan "kesamaan cara pandang" khususnya dari sisi moneter dan fiskal, dalam rangka menjaga stabilitas sistim keuangan, yang di kenal sebagai kebijakan makroprudensial.
Salah satu tugas utama Bank Indonesia adalah menjaga stabilitas makroprudential. Seluruh upaya yang dilakukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Di Indonesia, ketika risiko instabilitas sistim keuangaan berasal dari tekanan inflasi dan volantilitas nilai tukar rupiah maka kebijakan makroprudensial yang dambil oleh Bank Indonesia akan selalu mengarah kepada usaha untuk menuntaskan kedua masalah tersebut. Misalkan, pengetahun moneter melalui penarikan suku bunga acuan. Ketika suku bunga acuan naik, maka secara otomatis akan mengerek bunga kredit perbankan. Akibatnya bisa ditebak, yakni permintaan kredit akan melambat. Bank Indonesia sengaja mengambil kebijakan ini untuk menjaga pertumbuhan kredit agar tidak terlalu tinggi terutama kredit konsumsi yang di topang oleh kredit perumahan dan kendaraan.
Siapa yang bertanggung jawab dan menerapkan otoritas yang terlibat?Â