Mohon tunggu...
Johanis Malingkas
Johanis Malingkas Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Menulis dengan optimis

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Temuan Planet "Saudara Kembar Bumi"

3 Agustus 2015   01:27 Diperbarui: 4 April 2017   17:50 1570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

HARAPAN BARU : Ilustrasi yang dirilis tim artistik NASA membandingkan bagaimana perbandingan ukuran Bumi (kiri) dengan planet Kepler-452b. (Dok NASA)(Sumber: Manado Post)

 

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat di dunia ini. Para ilmuwan dari berbagai ilmu seakan berlomba mengadakan kajian-kajian dan menginformasikan temuannya kepada masyarakat internasional. Memang apalah artinya sesuatu temuan besar kalau hanya diketahui secara terbatas. Wajarlah bila temuan itu di publikasikan sehingga banyak orang di pelosok bumi akan mengetahuinya.

Suatu pemberitaan menggembirakan terungkap bahwa ada penemuan planet "saudara" bumi namun ukurannya lebih besar dengan umur orbit lebih tua.Begitu Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) mengumumkan penemuan ini oleh tim peneliti pesawat antariksa KEPLER.

Kantor berita Reuters merilis Jumat (24/7), planet yang 60 persen lebih besar dari bumi itu berada di kawasan yang oleh para astronom dinamai konstelasi Cygnus yang berjarak 1.400 tahun cahaya dari bumi.
’’Hari ini bumi tak lagi kesepian. Dari pengalaman saya terlibat dalam riset ini, planet inilah yang paling mirip dengan bumi jika dibandingkan dengan temuan-temuan sebelumnya,’’ kata astronom peneliti Kepler, Jon Jenkins, di Moffett Field, California.


Planet yang disebut Kepler-452b atau Bumi 2.0 itu mengorbit bintang yang berusia sekitar 6 miliar tahun, lebih tua daripada matahari yang berusia 4,6 miliar tahun. Dalam ilmu astronomi, semakin tua usia orbit, semakin besar kemungkinan kehidupan yang terbentuk di sana.’’Itu waktu yang cukup lama bagi kehidupan untuk muncul di suatu tempat pada permukaan atau samudranya,’’ jelas Jenkins.


Yang paling menarik dalam temuan Kepler-452b adalah adanya bintang yang sangat mirip dengan matahari. Waktu yang dibutuhkan Kepler-452b untuk mengorbit bintangnya (waktu 1 tahun) adalah 385 hari. Jumlah itu tidak berbeda jauh dengan waktu 1 tahun di bumi yang berisi 365 hari.


Jarak Kepler-452b ke bintangnya lebih jauh 5 persen daripada jarak bumi ke matahari. Namun, sumber cahaya di sana lebih terang sehingga planet tersebut mendapat jumlah energi yang sama seperti yang diterima dunia yang ditinggali manusia. ’’Sinar matahari yang diterima Kepler-452b mirip dengan yang didapatkan bumi,’’ kata Jenkins.
Dari kejauhan, suhu permukaan Kepler-452b juga tampak cocok untuk air, satu unsur yang diyakini terpenting untuk adanya tanda kehidupan. Berdasar ukurannya, para ilmuwan yakin Kepler-452b berbatu seperti bumi, meski teori itu didasarkan pada analisis statistik dan pemodelan komputer, bukan bukti langsung.
’’Dengan radius 60 persen lebih besar dari bumi, planet ini agaknya lebih mungkin berbatu,’’ katanya.
Dari ukurannya, Jenkins juga menduga Kepler-452b memiliki gravitasi dua kali lebih kuat dari permukaan bumi. ’’Planet tersebut juga bisa punya atmosfer tebal, langit berawan, dan gunung-gunung api aktif,’’ tambahnya.
Ahli astronomi dari Nottingham Trent University, Inggris, Dr Daniel Brown menyambut gembira temuan Kepler 452b yang diyakininya menerima spektrum dan intensitas cahaya yang sama seperti kita di bumi. ’’Ini berarti tanaman dari planet kita bisa tumbuh di sana jika terdapat bebatuan dan atmosfer. Anda bahkan bisa melakukan tanning (berjemur) seperti saat liburan,’’ ungkapnya.
Para ilmuwan sebelumnya menemukan planet seukuran bumi yang mengorbit di bintang-bintang yang disebut berada di ’’zona layak huni’’. Tetapi, bintang-bintang itu lebih dingin dan lebih kecil jika dibandingkan dengan matahari, bintang kuning tipe G2.

’’Ini kemajuan hebat dalam penemuan planet serupa bumi yang punya kesamaan ukuran serta temperatur dan mengelilingi bintang serupa matahari,’’ jelas ilmuwan Kepler, Jeff Coughlin, dari SETI Institute di Mountain View, California.

NASA meluncurkan pesawat berteleskop Kepler dengan biaya sampai USD 600 juta sejak 2009. Misi itu bertujuan meneliti planet-planet layak huni di galaksi Bima Sakti (Milky Way).


Dari sudut pandang 85 juta kilometer dari bumi, Kepler bertugas memindai cahaya dari bintang-bintang yang jauh, mencari kilasan yang nyaris tidak terlihat karena tertutup kilau lintang –yang menjadi petunjuk ketika sebuah planet melintas di depan mataharinya.


Misi Kepler telah menemukan lebih dari 1.000 planet. Dua belas di antaranya, termasuk Kepler-425b, berukuran kurang dari dua kali lipat besar bumi dan berada di zona habitasi bintang yang menjadi orbit mereka.
Ke depan, para ilmuwan berniat menemukan lebih banyak planet dan mengatalogkan atmosfer serta karakteristik lainnya. Pada 2017, NASA berencana meluncurkan satelit ’’pemburu planet’’ yang disebut Transiting Exoplanet Survey Satellite (TESS). TESS akan menyediakan data yang lebih terperinci mengenai ukuran, massa, dan atmosfer planet-planet yang mengelilingi bintang-bintang yang jauh.


Tahun berikutnya, James Webb Space Telescope juga akan mengangkasa. Platform tersebut akan memberikan wawasan yang menakjubkan ke dunia lain, termasuk warna, perbedaan musim, serta potensi vegetasi. Jadi, jika sudah terlalu kecewa dengan bumi yang kita tinggali, semakin besar harapan bahwa kita atau anak cucu bisa pindah ke bumi lain yang lebih baik.

Nah, catatan informasi diatas menunjukkan bagaiman temuan planet kermbarnya bumi secara ipteks. Tamuan ini tentunya akan menimbulkan reaksi tanggapan dari berbagai sudut pandang manusia.

Salah satunya artikel di Kompasiana bertajuk "Kembaran Bumi (Earth 02) Ditemukan, Apa Implikasinya Bagi Agama?" oleh M. Kanedi (Kompasiana, 2 Agustus 2015).

Dengan penemuan kembaran bumi ini kita salut kepada tim peneliti antariksa dari NASA itu yang sudah berhasil dan mengorbankan waktu, tenaga dan pikiran serta dana yang tidak sedikit.

Pertanyaan kecil dalam hati saya, mengapakah para peneliti ini dan negaranya rela mengeluarkan dana besar hanya untuk mencari sesuatu yang sebenarnya sudah ada disini, dimana kita berpijak. Bumi yang semakin panas dan tua, yang memerlukan sesuatu demi kelestarian dan kesinambungan kehidupan kita. Seandainya dana yang besar itu digunakan untuk mengatasi persoalan lingkkungan hidup yang merusak bumi kita.

Ini hanya sekedar pertanyaan karena keputusan ada pada negara itu, mau digunakan untuk apa dana yang telah mereka peroleh dari aktiivitas pengelolaan sumber daya alam dan sumberdaya manusia di negaranya.

Kita hanya dapat mengatakan bahwa temuan kembaaran bumi ini akan menjadi suatu bahan diskusi menarik bagi masyarakat dunia yang menghuni bumi. Mari kita tunggu perkembangannya.

Salam Kompasiana.

Manado, 3 Agustus 2015.

sumber: manadopostonline.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun