Mohon tunggu...
Johani Sutardi
Johani Sutardi Mohon Tunggu... Freelancer - Pensiunan Bankir Tinggal di Bandung

Hidup adalah bagaimana bisa memberi manfaat kepada yang lain

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Persahabatan Nilainya Jauh Lebih Berharga dari Sekadar Jagung Marning

26 Juli 2024   11:11 Diperbarui: 26 Juli 2024   18:28 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumentasi pribadi

Tahun 2017 ia ditugaskan sebagai teller di BRI Unit Tanah Jaya, 30 km jauhnya dari kota Bulukumba. Sehabis subuh ia kerap memarkirkan sepeda motornya di halaman parkir Kantor Cabang BRI tempatku bekerja. Setelah itu ia berangkat dengan membonceng pada sepeda motor kepala unitnya sampai ke tempatnya bekerja. Begitu setiap hari. Aku sering memergokinya lantaran rumah dinasku berada di samping kantor dan setiap pagi aku berolah raga jalan pagi mengitari lingkungan kantor.

Setelah 7 tahun berselang, baru sekali ini kami kembali berjumpa. Ia merasa senang dan banyak bercerita pagi itu. Tentang karir bekerjanya yang sudah meningkat ke jabatan setingkat lebih tinggi, tentang kawan-kawan lama dan kawan barunya di tempat kerja yang keluar masuk. Juga tentang ia yang sudah berkeluarga.

Hobinya berolah raga lari jarak jauh yang membawanya berlomba di Bandung, sebelumnya aku tidak pernah menduganya. Aku kagum dibuatnya. Sebagai pegawai bank yang terkenal super sibuk, sekaligus ibu rumah tangga adalah makhluk langka yang bisa menyempatkan diri menekuni hobi sebagai pelari marathon.

 "Tak punya banyak waktu untuk berlatih," katanya. "Tapi setiap akhir pekan dipastikan berlari paling tidak 10 km."

Apa kesannya tentang kota Bandung? "Wah!" katanya. Pergi ke kota yang untuk pertama kalinya naik kereta api cepat Whoosh, sulit dilukiskan dengan kata-kata, katanya lagi. Tak pernah membayangkan naik kereta secepat itu. Pada malam terakhir di Bandung ia menyempatkan berjalan kaki dari hotel tempatnya menginap di sudut Jalan Merdeka ke Braga lanjut Asia Afrika pada tengah malam. Tetapi, pada saat berlari marathon ia mengeluhkan gangguan kendaraan yang banyak berlalu lalang pada rute jalan yang seharusnya steril dari arus lalu lintas termasuk pejalan kaki. Itulah Bandung, dari sisi yang memalukannya, pikirku.

Dalam kesibukan mempersiapkan lomba, ia masih sempat pula membawakanku oleh-oleh jagung marning. Jagung kering goreng yang renyah, panganan khas Bulukumba.

"Maaf, hanya ini yang bisa dibawa," katanya.

Sudah banyak yang berubah, memang. Jagung marning yang banyak diproduksi di Bulukumba, dulu sekadar dijajakan di kedai dalam toples besar. Dijual dalam kemasan plastik kresek sederhana. Saat ini bukan saja disajikan dalam kemasan yang modern juga dalam banyak varian rasa. Fua yang dulu gadis, sekarang sudah beranak dua. Tetapi ada yang tidak berubah, persahabatan kami. Rasa sosial kami tidak berubah, ikatan emosional masih memiliki kohesi yang melekat kuat.

#tabe

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun