"Selamat bergabung di neraka wel!"
"Hahaha...!"
Aku tidak heran dengan kalimat penuh canda yang dilontarkan seorang kawan baruku itu. Sedikit banyak situasi dan kondisi kantor cabang sudah dijelaskan oleh pimpinan saat melapor tadi pagi.
Di sini terjadi anomali, -kata pimpinan, Â mulai berbicara serius setelah sejenak kami berbasa-basi. Ketika tiba-tiba resesi ekonomi melanda tahun 1997, rupiah jatuh terperosok. Bank dan dunia usaha ambruk, ekonomi runtuh. Tetapi terjadi sebalinya di Jepara.
Sejak dahulu orang Jepara diberkahi keahlian mengukir. Mereka mengukir di kayu jati yang kemudian berkembang menjadi industri mebel, produk furnitur. Saat krisis ekonomi mebel yang dijual dengan dolar ke luar negeri tiba-tiba harganya melambung. Kurs dolar Amerika yang sebelumnya hanya Rp2400 menjadi Rp15000 saat itu. Banyak pengrajin mebel yang ujug-ujug menjadi kaya.
Mudah ditebak, selanjutnya timbul euforia. Semua orang membangun usaha mebel. Industri furnitur berkembang pesat, semua berorientasi ekspor karena pasar lokal sedang terpuruk. Semua pohon jati ditebang, habis jati sonokeling dibabat. Â Berikutnya pohon-pohon yang tidak berdosa yang tak pernah terkait dengan indutri mebel pun ikut tumbang. Pohon nangka, mangga kueni, dan durian petruk berubah menjadi kursi dan tempat tidur. Kalau di Ngabul di batas kota, dibangun tugu durian bukan untuk menyambut tamu yang hadir dengan suguhan durian petruk yang melegenda. Patung itu sekadar mengingatkan kalau durian petruk pernah menjadi raja buah di Jepara.
Berkembangnya industri furnitur adalah angin segar bagi industri jasa perbankan. Kredit perbankan mengalir deras ke sektor ekonomi dengan produk tunggal: furniture.
Ternyata berkembangnya industri furnitur di Jepara macam ledakan bom. Boom! Â Seketika menggelegar, mengagetkan, lalu sunyi.
Boming yang hanya sebentar. Tidak semua produk bisa terserap pasar. Eforia tidak berlangsung lama. Macam terjadi dalam perhelatan, pesta sudah usai yang tersisa tinggal sampah. Saatnya mencuci piring. Situasi tersebut bagi dunia perbankan menyisakan mimpi buruk. Setelah 5 tahun, saat ini banyak kredit macet.
Di Jepara, jabatanku sebagai acount officer -analis kredit. Tetapi karena kondisi portofolio kantor cabang kurang begitu bagus, tugasku jadi beragam.
Tugas lain adalah memperbaiki kualitas kredit. Aku melakukan penagihan, rektrukturisasi dan penyelamatan kredit atau melelang agunan. Kerap kali mewakili perusahaan berhadapan dengan persoalan hukum. Utang piutang seiring dengan berjalan waktu bisa berujung dengan saling menggugat di pengadilan.
Tetapi, tugas utamaku tetap menyalurkan kredit. Dalam situasi yang kurang kondusif aset berupa pinjaman masih merupakan sumber pendapatan utama bank.