resesi  ekonomi tahun 1997 yang bagai gelombang badai begitu buasnya menggulung bukan saja ekonomi bahkan merambat pada kehidupan politik yang sebelumnya dinina bobokan dalam zona nyaman stabilitas semu. Bahkan di bulan Mei 1998 terjadi kerusuhan yang berujung chaos dengan banyak korban jiwa dan tumbangnya orde baru.
Awal tahun 2003 perekonomian Indonesia macam bangun dari tidur panjang. Mengapa tidakSelanjutnya muncul zaman reformasi, gaya baru dalam kehidupan demokrasi. Namun kehidupan ekonomi kita macam anak pungut IMF. Perekonomian dalam kendali IMF karena dari mereka dana mengucur dengan harapan ekonomi akan kembali pulih.
Bisnis perbankan yang paling buruk terkena imbasnya. Kredit macet menyeruak besarnya, aset menyusut. Pendapatan negatif berujung PHK besar-besaran. Aku yang berada di dalamnya beruntung masih bertahan, tetapi karir mandeg. Bagai kerakap tumbuh di batu, hidup enggan mati tak mau.
Maka aku sangat gembira membaca berita kalau awal tahun ini perekonomian Indonesia mulai menunjukkan tanda-tanda recovery. Sekalipun masih terhuyung-huyung bangsa kita mulai siuman setelah pingsan tak berkesudahan.
Berkah berpihak kepadaku. Setelah 5 tahun hidup tak henti mengencangkan ikat pinggang, tanda-tanda melepaskan belenggu itu mulai tampak. Kabar tadi pagi dari pimpinan cabang aku dimutasi ke Jepara, Jawa Tengah.
Titik air mataku mendengar kabar itu karena terharu. Setelah 5 tahun bertugas di Padangsidimpuan, Sumatera Utara tanpa kejelasan karir yang hampir seluruh waktunya dilanda resesi akhirnya seolah bisa menghirup udara baru. Sekalipun pangkat dan jabatan tidak berubah tetapi bisa pindah ke Pulau Jawa saja rasanya macam pindah alam. Awal tahun 2003 bukan saja sebagai tahun baru, tetapi bagiku menjadi awal kebangkitan yang penuh harapan.
Perjalanan dari Semarang ke Jepara ditempuh dengan jalan darat menumpang bus tiga perempat. Bus tanggung, tanpa pendingin udara, sumpek, pepek dengan penumpang kelas bakul sayuran. Kontras dengan Bus Coyo yang ditumpangi sebelumnya dari Cirebon ke Semarang yang nyaman lagi ber-AC.
Dari Medan sengaja tidak langsung ke Semarang. Mengingat di Jepara tidak disediakan tempat tinggal, sebelum dapat rumah anak dan istriku tinggal di Cirebon di rumah mungilku yang sejak 7 tahun merana ditinggal merantau.
Etape Semarang-Demak tak ada pemandangan yang menarik kecuali saat melewati Mesjid Agung Demak. Mesjid bersejarah itu begitu menawan walaupun sudah pasti bukan bentuknya yang asli saat dibangun pertama kali. Tetapi ketika melawati tugu selamat datang di Welahan yang sudah masuk wilayah Kabupaten Jepara suasana sudah berbeda. Sangat kontras. Tanda-tanda krisis ekonomi tidak tampak di sini. Di tempat lain ekonomi baru siuman dari pingsan diterjang krisis moneter di sini perekonomian sudah duduk ngopi.
Dari Ngabul ke Tahunan di pinggir jalan berderet showroom mebel dengan halaman parkir yang luas. Furnitur yang ditawarkan disusun dalam ruangan berjendela kaca lebar dengan desain interior yang menawan. Halaman ditata sebagai taman yang indah, tak ada rumpun salak -pemandangan sehari-hari selama 5 tahun di Padangsidempuan. Aku merinding dibuatnya, tidak percaya dengan apa yang disaksikan. Jangan-jangan aku sedang berada di alam lain.
Keluar dari ruangan pimpinan sehabis melapor kehadiranku, di ruangan kerja aku disambut kawan-kawan baru.