"Lho, bukannya ia petugas kereta, lihatlah seragamnya?" jawab saya.
"Bukan, lihatlah pakaian yang dikenakan. Sangat lusuh dan kotor."
Saya terkesiap. Saat itu di gerbong kereta api tidak dilarang pedagang asong, pengamen bahkan copet keluar masuk gerbong kereta. Naik di satu stasiun, turun di stasiun berikutnya. Orang-orang yang sudah berlangganan naik kereta sudah paham dengan gerak-geriknya.Â
Kualitas makanan dan minuman yang ditawarkan tidak sebaik yang disediakan restoran kereta api. Tak jarang makanan atau minuman basi tetap dijajakan di depan penumpang kereta. Itulah sebabnya orang cenderung pesan melalui pelayan kereta api yang setiap saat hilir mudik di selasar bangku kereta.
Laki-laki paruh baya itu pandai menyiasati. Ia pun memakai pakaian yang mirip seragam petugas kereta api. Sayang penyamaran yang dilakukan kurang sempurna.
Mungkin ia hanya punya satu-satunya pakaian yang dikenakan tiap hari sehingga tampak lusuh dan kotor. Lagi pula kalau petugas kereta, mereka melayani pesanan makanan, minuman atau hal lain dari penumpang dengan mencatanya di buku kecil. Pesanan baru diantar ke kursi penumpang setelah siap saji.
Menyadari hal itu akhirnya gelas tinggi itu saya bawa ke kamar kecil dan ditumpahkan di lubang toilet. Saat laki-laki berseragam itu mengambil gelas di meja kecil, gelas itu sudah kosong. Belajar dari pengalaman itu saya tak pernah lagi belanja dari pedagang asong.
Tinggal di Solo hanya 14 bulan, setelah itu saya ditugaskan di Padangsidempuan, Sumatera Utara. Pupuslah untuk bisa naik kereta api semau saya suka. Setelah itu pindah ke Jepara lalu ke Kupang. Tiba-tiba pindah ke Pematangsiantar tahun 2015.Â
Saat itulah mulai melihat lagi rel kereta, stasiun bahkan bisa menikmati kembali naik kereta api jurusan Pematangsiantar-Medan. Sayang, masyarakat Pematangsiantar lebih suka bepergian dengan bus sehingga gerbong kereta sering kosong, tidak mengasyikan. Saya pun terbawa arus, hanya sesekali saja naik kereta api selama hampir dua tahun tinggal di Pematangsiantar.
Akhirnya kesempatan itu datang. Awal tahun 2010 mendapat tugas di Yogyakarta. Anak-anak sudah beranjak remaja, mereka memilih sekolah dan tinggal di Bandung.
Sejak saat itulah saya pulang balik Yogya-Bandung atau sebaliknya sekali dalam dua minggu. Angkutan yang dipilih adalah kereta api karena terasa paling aman, tepat waktu dan bisa membaca buku -hobi sejak kanak-kanak.