Setelah dinobatkan sebagai kota paling macet, boleh jadi selanjutnya Bandung akan menjadi kota dengan polisi tidur terbanyak -terutama di jalan-jalan di lingkungan pemukiman. Tak ada data yang valid berapa jumlah pastinya, tetapi mari kita telusuri jalan-jalan di lingkungan pemukiman maka polisi tidur akan banyak dijumpai.
Polisi tidur yang sesungguhnya merupakan langkah mulia sebagai pengendali laju kecepatan kendaraan yang melintas di wilayah tersebut kini banyak dibenci pengendara mobil dan motor.
Bagaimana tidak, ukuran dan modelnya yang asal bangun, jarak satu dan yang lain yang terlalu dekat serta yang di sana-sini sudah banyak yang ompong karena rusak tak syak menjadi stres bagi pengguna jalan. Lebih gila lagi, polisi tidur nyatanya tak terlalu signifikan dalam merubah perilaku masyarakat pengendara mobil dan motor.Â
Beberapa pengendara ojek motor bahkan tak mengindahkannya, tetap melaju dengan kencang membuat penumpang yang duduk di sadel belakang melonjak-lonjak, berguncang.Â
Belum lagi dalam waktu-waktu tertentu sekelompok pencinta motor trail tahu-tahu bergerombol melintasi jalan di lingkungan pemukiman. Sudah banyak korban jatuh atau terjatuh dari sepeda motor karena tidak sengaja menabrak polisi tidur dengan tiba-tiba karena di ujung jalan tidak dilengkapi rambu-rambu kalau di depan dipasang polisi tidur, seperti yang menimpa Nenek Rumi seminggu yang lalu.
Nenek itu sudah seminggu lebih tergolek lemah di rumahnya di Cikadut. Tulang panggulnya retak dan sedikit bergeser dari tempanya. Untuk memulihkan kembali seharusnya dioperasi, tetapi karena usianya yang sudah tua lebih berisiko. Walaupun alasan sebenarnya karena tak sanggup menanggung biayanya. Orang tua sebatang kara itu hidup dari berjualan lotek kecil-kecilan lebih sebagai cara mengisi waktu di masa tuanya.
Pada pagi yang naas itu Nenek Rumi pulang dari Pasar Cicaheum untuk membeli beberapa kebutuhan bahan untuk bumbu lotek. Tidak seperti sayur-sayuran seperti kangkung, kacang panjang, toge, wortel, keciwis, bunga turi yang setiap pagi dikirim si emang tukang sayur ke rumahnya  bumbu-bumbu semisal kencur, kacang tanah, gula merah, bawah putih, bawang merah, cabe keriting, cabe rawit, dan garam harus dibeli di pasar sekali dalam seminggu.Â
Berbeda dengan jaman dulu ketika ia masih muda yang biasa berjalan kaki dari Cikadut ke Pasar Cicaheum, sekarang menyesuaikan dengan kemampuan fisik dan jaman yang tambah modern ia menggunakan ojek untuk pergi dan pulang. Pagi yang masih gelap itu ia kurang beruntung sepeda motor ojek yang ditumpanginya terjatuh karena mengerem mendadak saat tak diduga membentur polisi tidur 50 meter menjelang rumah tinggal Nenek Rumi. Nenek tua itu terpental dan jatuh terduduk.
Masyarakat sebenarnya tidak bisa sembarangan membangun polisi tidur. Seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Nomor 82 Tahun 2018 tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pengguna Jalan, polisi tudur diatur standar dan spesifikasinya.Â
Ada tiga jenis yang termasuk sebagai polisi tidur, yaitu speed bump, speed hume, dan speed table tergantung dimana dan untuk tujuan apa jenis polisi tidur itu dibangun. Selain itu polisi tidur wajib diwarnai dengan kombinasi hitam dan putih atau kuning.Â
Masyarakat yang berniat membangun polisi tidur di wilayahnya bisa langsung melapor ke Kantor Dishub setempat. Dishub akan membantu warga dengan memberi petunjuk jenis polisi tidur jenis apa yang cocok yang bisa dibangun di lokasi tersebut sesuai ketentuan pemerintah. Ini sangat penting karena jika tidak sesuai dengan standar dan spesifikasi pemerintah bisa dikenakan sanksi sesuai undang-undang.
Dalam praktek di lapangan warga sering tak mengindahkan persturan. Dengan dalih tak mau pusing dengan birokrasi akhirnya polisi tidur dibangun asal jadi tanpa memperhatikan standar dan spesifikasi. Akibatnya, alih-alih bisa mengendalikan dan memberi pengamanan bagi pengendara yang timbul justru kecelakaan.
Di Bandung dengan jumlah penduduk yang padat kebutuhan tempat tinggal makin hari makin meningkat. Sementara itu lahan yang terbatas membuat harga tanah makin membumbung.Â
Saking mahalnya harga tanah banyak warga yang membangun rumah dengan minim halaman, beberapa bahkan sangat maju ke pinggir jalan. Di Bandung rumah yang dibangun demikian disebut dengan istilah buka pintu langsung jalan.Â
Di wilayah pemukiman seperti itu jalan sekaligus merangkap sebagai halaman rumah. Tidak heran jalan digunakan warga sebagai tempat nongkrong orang tua sambil minum kopi, tempat bermain anak-anak, juga untuk tempat berjualan.
Dalam kondisi seperti itu keberadaan polisi tidur menjadi tidak efektif. Sebaiknya warga tidak perlu membangun polisi tidur, sebaliknya kendaraan bermotor pun tak boleh masuk ke jalan yang merangkap halaman rumah seperti itu.Â
Jalanan seperti itu lebih cocok untuk pejalan kaki. Warga yang memiliki kendaraan bermotor bisa disimpan di tempat parkir bersama yang dibangun warga di ujung jalan atau lebih bijak kalau hanya menggunakan kendaraan umum.Â
Jalan akan tampak rapi, indah dan bersahabat sebagai halaman tempat bermain bersama dan aktivitas lain tanpa harus terganggu dengan deru mesin kendaraan bermotor dan terhindar dari kecelakaan lalu-lintas.
Modernisasi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat saat ini memungkinkan semua orang dengan mudah bisa memiliki kendaraan bermotor. Sayang, dampak buruknya adalah membuat warga malas berjalan kaki, bahkan untuk berjalan ke tempat yang tak terlalu jauh sekalipun.Â
Untuk sekedar berbelanja ke toko yang berjarak tak lebih dari 100 meter saja harus menggunakan sepeda motor.
 Untuk mengendalikan laju pengguna kendaraan bermotor warga membangun polisi tidur yang jumlahnya bahkan berderet-deret. Bukan mengajak warga yang lain untuk berjalan kaki yang membuat lebih sehat, lebih hemat dan tentram.Â
Itulah sebabnya keberadaan polisi tidur dengan berbagai persoalannya tak lain sebenarnya adalah wajah buruk budaya kita, malas. Sebagaimana malas berkreativitas, malas bersusah-susah, malas bangun pagi.
"Oiiiy, bangun sudah siang Bujaang!"
Seorang ibu mengomel ketika mendapati anak lelakinya masih juga menungging di tempat tidur sementara matahari sudah ringgi. Anak muda laki-laki itu pun tak bergeming dengan omelan ibunya.
"Katanya bercita-cita menjadi polisi, bagaimana bisa kesampaian kalo kerjamu cuma molor, Jang?" sambung ibunya lagi
"Cita-citaku gak berubah, Mak! Tetap ingin jadi polisi." gumam anak muda itu, akhirnya.
"Hah!? Polisi apa?"
"Polisi tidur!"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H