Dalam masyarakat harus adanya  kewaspadaan, karena pemberian informasi bukan lagi komunikasi satu arah yang sederhana. Media yang baru melalui berita online memberikan komunikasi dua arah yang menarik untuk lebih komprehensif
cakupan.Â
Orang-orang terlibat dalam berita online untuk informasi lebih lanjut, yang mungkin tidak mereka dapatkan
dari media tradisional.Â
Undang-Undang Penyiaran 1988 terus memainkan peran penting dalam keterbelakangan penyiaran Malaysia. Itu bertindak sebagaimana adanya bersifat ketat dan tidak fleksibel, dan memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada pemerintah untuk menentukan jenis program televisi yang tersedia untuk publik Malaysia. Setelah 10 tahun bertugas, Undang-Undang Penyiaran tahun 1988 diubah menjadi Multimedia dan Komunikasi, 1998.Â
Sampai saat ini telah diubah dua kali, sekali pada tahun 2002 dan lagi pada tahun 2004 (Komunikasi dan Forum Konten Multimedia Malaysia, 2004). Setelah perubahan dilakukan, ruang lingkup dan cakupan diubah menjadi hanya untuk siaran berlangganan Direct to Home (DTH) dan/atau layanan video on demand, cuaca melalui satelit atau kabel, dan TV dan Radio Free-to-Air Terestrial.
Tujuan utama dari pedoman siaran khusus ini adalah untuk memastikan standar konten yang dapat diandalkan secara berkelanjutan diseminasi oleh lembaga penyiaran sesuai dengan harapan audiens dan diakui secara internasional baik praktik media elektronik dan jurnalisme.
Astro and Radio Television Malaysia
All-Asian Satellite Television and Radio Operator  atau lebih dikenal sebagai Astro, adalah nama merek dari Malaysia layanan televisi berbayar satelit siaran langsung. Ini mentransmisikan televisi satelit digital dan radio ke rumah tangga di Malaysia dan Brunei.Â
Astro adalah anak perusahaan yang sepenuhnya dimiliki oleh Astro All Asia Networks plc.dan dioperasikan oleh MEASAT Broadcast Sistem Jaringan. Perusahaan ini dikeluarkan dari Pasar Utama Bursa Malaysia Securities Berhad pada 14 Juni 2010.
Radio Television Malaysia adalah jaringan televisi milik pemerintah dan disiarkan dari kantor pusat di Angkasapuri, Kuala Lumpur. RTM memelihara dan mengendalikan sejumlah radio dan televisi stasiun.
Kawan - kawan kalian tahu tidak kalau negara tetangga kita Malaysia, terdapat lebih dari 21 juta pengguna Internet dengan penetrasi 68,5% (Malaysia Asosiasi Digital, 2016).Â
Masyarakat Malaysia juga memanfaatkan media baru untuk mendapatkan pembaruan berita terbaru dibandingkan dengan tradisional media seperti televisi, radio atau surat kabar cetak, terutama di kalangan mereka yang
berpendidikan.Â
Pada lanskap media Malaysia mencakup berbagai macam situs yang sifatnya partisipasi, seperti penyiaran nasional Radio Television Malaysia (RTM) dan Bernama News keduanya dikelola langsung oleh lembaga pemerintahan. Di ujung lain, situs web juga dapat dioperasikan oleh individu, bisnis, atau kelompok masyarakat sipil. Diantaranya adalah surat kabar komersial,stasiun televisi dan radio secara teknis di miliki oleh perusahaan sektor swasta tetapi beroperasi di bawah pengawasan ketat pemerintah.
Media alternatif di Malaysia memiliki biaya rendah dibandingkan dengan perusahaan media arus utama, memiliki anggaran dana yang cukup bervariasi. Harakah, yang surat kabar cetaknya menguntungkan, mampu membayar investasi yang lebih tinggi dalam operasinya. Situs webnya (www.harakahdaily.net) diperbarui setiap hari dan dijalankan profesional oleh jurnalis penuh waktu.Â
Situs Aliran (www.aliran.com) juga sama canggihnya, dengan kolumnis yang menulis blog, misalnya. Dalam istilah bisnis, yang paling berani venture yaitu Malaysiakini (www.malaysiakini.com), sebuah berita harian yang berdiri sendiri dan situs komentar. Internet bukan satu-satunya platform untuk media alternatif. situs web alternatif yang dinamis menarik materi dan sumber daya budaya dari bentuk yang lebih lama.
Sumber :
Alivi, M. A., Ghazali, A. H. A., Tamam, E., & Osman, M. N. (2018). A review of new media in Malaysia: Issues affecting society. International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences, 8(2), 12-29.Â
George, C. (2007). Media in Malaysia: Zone of contention. Democratization, 14(5), 893-910.
Latif, R. A., Mahmud, W. A. W., & Salman, A. (2013). A broadcasting history of Malaysia: Progress and shifts. Asian Social Science, 9(6), 50.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H