Socrates filsuf besar yang hidup antara 470-399 SM pernah berujar demikian "Dengan segala cara menikahlah, Jika mendapatkan istri yang baik anda akan menjadi bahagia. Jika mendapatkan istri yang buruk, anda akan menjadi seorang filsuf."Â
Satu hal yang mungkin lupa dipikirkan oleh Sokrates yang tidak menikah itu tentu saja tentang proses persiapan menikah hingga hari puncak pernikahan. Sebagai satu bagian penting pernikahan, persiapan pernikahan menguras cukup banyak energi dan dana. Semuanya itu demi satu hal penting pada hari puncak acara yaitu pernikahan.
Dalam acara pernikahan saat memenuhi undangan pernikahan baik rekan kerja maupun sahabat kenalan, satu hal yang selalu ditawarkan adalah semacam iklan kebahagiaan.Â
Melihat mempelai wanita dengan anggun berada di pelaminan diapiti mempelai pria yang rupawan, lengkap dengan dekorasi indah. Pelengkap utamanya tentu saja tamu undangan dan hidangan pesta.
Pertanyaan yang muncul adalah apakah ini hanya akting belaka ataukah ada sesuatu yang ingin disampaikan lewat ritual dalam pesta pernikahan?
Saat berbicara tentang akting, saya merujuk pada pesta pernikahan teman saya. Sebut saja namanya Efraim. Seorang teman yang ramah, enak diajak berkelakar dan punya banyak ide.
Pernikahan Efraim dan sang istri mengharuskannya untuk berakting. Semacam tindakan meniru. Di sana Efraim dan istri membutuhkan kostum. Akting membutuhkan kostum juga tempat dan konteks fisik. Ada semacam pengetahuan yang diproduksi dalam masyarakat tentang pantulan pengetahuan soal kostum. Kapan harus berpakaian apa dan dalam suasana apa.
Saya hanya membayangkan jika saat acara pernikahan Efraim hanya menggunakan celana pendek dan baju kaos yang memiliki kesan santai yang kuat, maka akan muncul produksi pengetahuan tentang Efraim yang sedang sakit.
Betapa kuatnya produksi pengetahuan di masyarakat kita. Dalam kasus Efraim ada kesan kuat Simbolisasi eksternal ini. Hal ini kemudian dilekatkan pada pemeranan oleh pelaku dalam hal ini Efraim dan sang istri. Pakaian nikah di pesta nikah oleh mempelai wanita dan pria mempresentasikan satu hal kuat yaitu adanya pernikahan.
Sering dijumpai adanya kesan kuat akting dalam suatu suasana pesta tertentu. Ini tidak berarti bahwa kedua mempelai dalam pernikahan sedang berdusta, tidak jujur atau sedang hidup dalam dunia khayalan.
Mereka tentu saja menyadari adanya "penonton" dalam hal ini para tamu undangan yang hadir. Para tamu undangan sedang datang menonton semacam "pentas" yang dibangun oleh kedua mempelai.
Di sana bahkan gerak yang abstrak sekalipun oleh kedua mempelai akan ditangkap oleh undangan sebagai menggambarkan suatu nilai.
Pernah dalam suatu hajatan pernikahan ditemukan reaksi kesal dari seorang undangan karena melihat mempelai pria meninggalkan panggung utama dalam waktu cukup lama. Ternyata si mempelai sedang ke kamar belakang untuk buang hajat.
Gerakan sekecil apapun akan menimbulkan reaksi tertentu atau pemaknaan dalam wujud apapun.
Di sana ada reaksi penonton dan aktor yang hadir dalam diri para tamu undangan dan kedua mempelai. Ada pantulan gagasan, emosi yang sering muncul dari pernyataan-pernyataan, seperti, " kedua mempelai serasi sekali" atau" makanan yang dihidangkan enak sekali" atau pun "dekorasi yang dipakai sangat mahal"
Gagasan-gagasan ini tentu saja membingkai ragam penilaian bahwa pentas pernikahan berlangsung sukses dan memuaskan, serta disiapkan dengan matang. Atau bisa jadi sebaliknya, muncul beragam ketidakpuasan akibat persiapan ala kadarnya.
Sekali lagi jangan terpaku dengan penilaian Sokrates yang tidak pernah menikah itu, atau tamu undangan yang punya penilaian miring, selamat menikah untuk semua pasangan yang baru menikah, layar pentas pernikahan sesungguhnya baru saja dimulai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H