Mohon tunggu...
Lewat Cerita
Lewat Cerita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Content Creator

Membahas mengenai berita ekonomi dan politik dunia Lewat Cerita

Selanjutnya

Tutup

Financial

Mengatasi Krisis Ekonomi Menggunakan Prinsip Pesawat || Catatan 1998

15 Juli 2024   18:59 Diperbarui: 15 Juli 2024   23:21 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tercatat besarnya utang luar negeri swasta dari 1.800 perusahaan diperkirakan berkisar antara US$ 63 hingga US$ 64 milyar, sementara untuk perbandingan, utang pemerintah kala itu hanya sebesar US$ 53,5 milyar. Ditambah lagi, sebagian besar utang swasta merupakan utang jangka pendek dan menengah yang diinvestasikan investasi yang tidak menghasilkan devisa lagi seperti real estate, mall, taman bermain, resort, dan tanah, bukan untuk kegiatan ekspor. Padahal untuk mengembalikannya perlu valuta asing. Makin berat lah beban cadangan devisa Indonesia.

Spekulan Mata Uang

Nah, celah inilah yang dilihat spekulan-spekulan mata uang. Nama yang paling besar adalah George Soros. George Soros meminjam uang rupiah di perbankan Indonesia dengan menggunakan simpanannya di luar negeri sebagai jaminan. Setelah berhasil meminjam uang di Indonesia, George Soros menukarkan semua uang tersebut dalam bentuk dollar. Saat mata uang rupiah turun dan utangnya tetap, George Soros menjadi untung.

Lantas apakah hal tersebut akan berefek kepada runtuhnya mata uang suatu negara? Tentu tidak, kalau saya yang melakukannya. Tapi ini adalah George Soros, orang yang pernah berhasil meruntuhkan British Pounds pada krisis "Black Wednesday" pada tahun 1992 dengan skema yang sama dengan menukarkan mata uang Inggris ke mata uang Deutsche Mark Jerman. Nama George Soros menjadi dikenal luas sebagai spekulan yang hebat, sehingga saat dia melakukan hal yang sama di Indonesia, orang-orang mengikutinya. Bahkan, bukan hanya spekulan luar negeri yang mengikuti jejak George Soros, tetapi juga spekulan dalam negeri yang turut menukarkan uang rupiah mereka ke dollar.

Indonesia menjadi sasaran George Soros setelah Thailand yang mata uangnya juga runtuh pada tahun 1997. Pemerintah indonesia yang sudah tidak kuat lagi memakai sistem fixed exchange rate, membiarkan nilai tukar indonesia menjadi mengambang dan terbang ke angka Rp16.650, dari yang sebelumnya hanya Rp2.400 per dollar.

Hancur lah ekonomi indonesia kala itu. Harga barang-barang impor menjadi mahal, perusahaan yang bahan bakunya berasal dari luar jadi rugi atau bahkan sampe bangkrut sehingga menciptakan pengangguran. Lalu, perusahaan yang tadi pada ngutang pakai dollar, utangnya jadi meningkat hingga 7 kali lipat dan hancur lah mereka. Banyak orang kelaparan, demo, dan indonesia penuh dengan ketidakpastian. Melihat indonesia yang sedang porak poranda, para investor memilih kabur dan mengamankan uangnya dari Indonesia. Pertumbuhan ekonomi menjadi minus hingga 13% pada tahun 1998.

Bagaimana Habibie Menghadapinya

Kondisi seperti itulah yang dihadapi oleh Pak Habibie. Krisis ini merupakan krisis yang sangat berat karena bukan hanya krisis ekonomi biasa, tetapi krisis kepercayaan terhadap Mata Uang Rupiah. Lantas, bagaimana Habibie dapat mengatasinya?

Habibie melihat ekonomi Indonesia seperti pesawat terbang yang sedang terjatuh karena kehilangan daya angkat karena kondisi stall. Stall terjadi karena bertambahnya hambatan udara pada bagian sayap pesawat terbang sehingga pesawat kehilangan kemampuan untuk terangkat di udara. Untuk mengatasi kondisi stall ini, maka pilot harus segera menjaga keseimbangan pesawat.

Untuk menjaga keseimbangan dalam perekonomian saat itu, perlu adanya kepastian. Sementara pada saat itu, kondisi penuh dengan ketidakpastian. Adanya ketidakpastian akan menyebabkan banyak pihak tidak percaya dengan rupiah. Pak Habibie harus meningkatkan kepercayaan dunia terhadap rupiah.

Hal yang pertama kali dilakukan Habibie ketika naik menjadi presiden sebelum membaca laporan apa pun adalah memisahkan Bank Indonesia dari kabinet menjadi independen. Langkah ini banyak diprotes oleh ahli ekonom kala itu. Namun, Pak Habibie tetap berpikir bahwa bank central harus independen, karena kalau gabung dalam pemerintahan dan BI diminta cetak uang untuk nambah APBN untuk memenuhi janji-janji kampanye presiden, BI kan mau tidak mau harus nurut. kalau tidak, bisa diganti gubernur BI nya oleh presiden.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun