Orang arif tidak ngotot untuk menang, dan karena itulah tidak ada seorang pun di bawah langit yang ngotot membiarkan dia tidak menang.
Laozi pernah berujar, "Tunjukkan padaku seorang pelaku kekerasan yang berakhir dengan baik, dan aku akan menjadikan dia sebagai guruku. Ketika Dao tidak menang, kuda dilatih untuk berperang, namun ketika Dao menang, kuda dilatih untuk menarik gerobak kotoran."
Kusir terbaik tidak terburu-buru,
pejuang terbaik tidak menunjukkan kemarahan.
Penakluk terbesar menang tanpa menjadi bagian dari masalah,
orang terbaik yang bisa memetik kelebihan orang-orang lain bertindak seakan dia lebih inferior.
Inilah kekuatan yang datang dari tidak ngotot,
kapasitas belajar dari siapa pun.
Menelusuri jalan alam orang-orang kuno,
hukum sebab dan akibat melambungkan kekerasan ke kekerasan yang lebih tinggi.
Jalan alam bertujuan membantu penguasa manusia,
menentang semua penaklukan dengan kekuatan senjata.
Karena kekerasan hanya terulang dengan kekerasan,
dan tanpa kekerasan, di mana pun tentara berada, semak berduri pun tumbuh lebat.
Orang yang memenuhi tujuannya tanpa memuliakan apa yang telah dia lakukan,
memenuhi tujuannya tanpa membanggakan apa yang telah dia lakukan,
memenuhi tujuannya tanpa merasa bangga dengan apa yang telah dia lakukan,
memenuhi tujuannya hanya sebagai langkah yang tidak bisa dihindari,
memenuhi tujuannya, tanpa kekerasan,
menyadari bahwa masa kekuatan juga memiliki masa kehancuran.
Lalu siapakah Kompasianer yang menjadi teman bicara saya itu? Dialah si penggagas dan penulis gagasan Omong Kosong yang OK itu.
Saya sampai tertanya-tanya, selama kami ngobrol, berapa cangkir kopi yang diludeskan pak OK?
Jonggol, 29 Agustus 2021
Johan Japardi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H