cahaya sebagai partikel) dan Huygens dengan teori cahaya sebagai gelombang masing-masing telah kita bahas dalam artikel: Spektrum Warna dari Cahaya Putih, dan: Eter: Medium Perambatan Gelombang Cahaya.
Newton dengan teori korpuskuler (Sekarang kita tingkatkan lagi pembahasan kita.
Huygens mengatakan bahwa jika kita hanya memandang cahaya sebagai partikel, mengapa kita tidak pernah melihat partikel-partikel itu saling bertabrakan, dan dari situlah Huygens mengemukakan teorinya bahwa selain sebagai partikel, cahaya juga merupakan gelombang.
Ok pak Huygens, sebagai gelombang, cahaya memang menjelaskan tidak adanya saling tabrakan antar partikel, tetapi bagaimana dengan interferensi?
Pembaca sekalian, dalam fisika, interferensi adalah fenomena di mana 2 gelombang berada dalam keadaan tumpang-tindih (superposisi) dan membentuk resultan gelombang dengan amplitudo yang lebih besar, lebih kecil, atau sama.
Interferensi, baik yang konstruktif maupun destruktif, dihasilkan dari interaksi gelombang-gelombang yang berkorelasi atau koheren satu sama lain, baik karena berasal dari sumber yang sama maupun karena frekuensinya sama atau hampir sama.
Efek interferensi bisa diamati pada semua jenis gelombang, misalnya cahaya, radio, akustik, air permukaan, gravitasi, atau materi, dan grafik yang dihasilkan disebut interferogram.
Namun, fenomena interferensi bukan satu-satunya bukti yang digunakan untuk mengembangkan teori gelombang cahaya. Fakta yang menentukan adalah fenomena difraksi, yang ditemukan oleh Grimaldi.
Catatan:
- Francesco Maria Grimaldi (1618-1663) adalah seorang imam Jesuit, matematikawan, dan fisikawan Italia yang mengajar di perguruan tinggi Jesuit di Bologna.
- Lihat juga artikel saya: Fisika untuk Hiburan 66 (Cahaya): Jalur Terpendek dan Tercepat, yang sudah membahas tentang refleksi (pemantulan) dan refraksi (pembiasan). Berhati-hatilah karena difraksi yang akan kita bicarakan di sini berbeda dengan refraksi.
Difraksi mengacu pada berbagai fenomena yang terjadi ketika gelombang menghadapi penghalang atau bukaan.
Difraksi didefinisikan sebagai penekukan gelombang di sekitar pojok-pojok sebuah penghalang atau melalui sebuah bukaan menuju ke wilayah geometris penghalang atau bukaan yang teduh.
Benda atau bukaan pendifraksi secara efektif menjadi sumber dari gelombang sekunder yang merambat.
Dalam fisika klasik, fenomena difraksi dijelaskan dengan prinsip Huygens-Fresnel yang memperlakukan setiap titik pada sebuah muka gelombang (wavefront) yang merambat sebagai sekumpulan gelombang kecil (wavelet) sferis individual.
Karakteristik pola penekukan yang paling menonjol adalah ketika gelombang dari sumber yang koheren, misalnya laser, bertemu dengan celah/bukaan yang ukurannya sebanding dengan panjang gelombangnya.
Hal ini disebabkan oleh penambahan, atau interferensi, dari titik-titik yang berbeda pada muka gelombang (atau, secara ekuivalen, setiap wavelet) yang merambat melalui jalur dengan panjang yang berbeda ke permukaan yang bersesuaian.
Jika ada banyak bukaan dengan jarak yang berdekatan, misalnya kisi difraksi, akan terbentuk pola kompleks dengan intensitas yang bervariasi.
Jadi, dengan kata lain, difraksi adalah fenomena perambatan cahaya non-rektilinear di dekat penghalang, berupa cahaya yang "menembus batas" ke dalam wilayah yang teduh.
Kenyataan ini tentunya lolos dari perhatian Newton dan Huygens atau tidak diketahui oleh mereka.
Setelah Newton maupun Huygens meninggal dunia, kontroversi mengenai sifat cahaya seolah-oleh berhenti dengan sendirinya.
Selama bertahun-tahun, hingga awal abad ke-19, teori korpuskulerlah yang tetap diyakini dalam sains, sedangkan risalah hasil eksperimen Grimaldi yang dilupakan oleh semua orang tumbuh berdebu dan berjamur di rak-rak perpustakaan beberapa akademi dan universitas.
Kepakaran Newton sebagai salah seorang fisikawan terhebat menjadi argumen penentu yang digunakan oleh para pengikutnya yang kurang menonjol untuk membuktikan kebenaran teori korpuskuler.
Tetapi bukan hanya kebetulan bahwa fakta yang mengkonfirmasi sifat gelombang cahaya dilupakan. Memang Grimaldi menemukan difraksi, tetapi hanya kira-kira, dalam bentuk yang paling umum, dan tidak terlalu pasti, sebelum penelitian oleh Newton dan Huygens.
Yang tidak kalah pentingnya adalah fakta bahwa dalam melakukan eksperimen mengenai interferensi dan difraksi cahaya, fisikawan eksperimental harus melakukan penentuan jarak dan ukuran yang sangat akurat, bahkan sampai dengan 1 atau sebagian kecil dari panjang gelombang cahaya, dan nilai ini memang sangat kecil.
Pada masa Newton dan Huygens, teknik pengukuran yang akurat sangat tidak sempurna, karena mekanika yang lebih akurat baru saja muncul, tapi belum menyeluruh.
Para ilmuwan pada masa itu tidak tahu, dan hampir tidak menyangka bahwa panjang gelombang cahaya itu sangat kecil. Jika mereka tahu, mereka akan menyadari betapa besarnya kecepatan cahaya, dan semakin tinggi kecepatan rambat gelombang, semakin panjang pula gelombangnya. Mungkin, karena fakta inilah mereka mengira bahwa gelombang cahaya itu, kalau pun ada, sangat panjang.
Selanjutnya, ketika para ilmuwan berhasil melakukan pengukuran, ternyata hasilnya luar biasa. Ditemukan bahwa gelombang terpendek yang masih bisa dilihat oleh mata manusia (gelombang cahaya ungu) adalah 0,00038 milimeter atau 380 milimikron, dan gelombang terpanjang (gelombang cahaya merah) 0,00078 milimeter atau 780 milimikron.
Jika pada masa itu sudah ada rumus panjang gelombang (lambda) = kecepatan dibagi dengan frekuensi, maka rumus itu akan memberikan hasil yang mengejutkan bagi para pengikut Huygens.
Frekuensi cahaya ungu sekitar 800 x 10^12 vibrasi per detik (Hertz), dan frekuensi cahaya merah 387 x 10^12 Hertz!
Kebangkitan kembali teori gelombang adalah berkat eksperimen banyak fisikawan, terutama ilmuwan Prancis Augustin Jean Fresnel (1788-1827) dan ilmuwan Inggris Thomas Young (1773-1829) yang melakukan penelitian yang sangat penting tentang fenomena interferensi dan difraksi cahaya dan menjelaskannya.
Karya merekalah yang mengubah hipotesis Huygens dari dugaan ilmiah yang berani tetapi tidak diverifikasi secara eksperimental menjadi teori tegas yang didukung oleh fakta-fakta yang tepat.
Pada gilirannya teori gelombang cahaya memungkinkan untuk mengungkapkan dan menjelaskan banyak fakta saintifik baru.
Bersambung ke: Teknologi Berbasis Elektromagnetika.
Dipersembahkan untuk: Bapak R. Banjarnahor, guru Fisika saya di kelas 3 SMA Negeri Tanjungbalai Asahan.
Jonggol, 16 Agustus 2021
Johan Japardi
***
Catatan:
Di sini saya memberikan sebuah contoh teknologi yang menggunakan sifat cahaya sebagai gelombang, yaitu Elektronika Gelombang Cahaya Terintegrasi (Integrated Lightwave Electronics).
***
Kepustakaan:
1. Steinhaus, A., The Nine Colours of Rainbow, Sobolfy, D. (Transl.), MIR Publishers, Moskow, 1966.
2. Diary Johan Japardi.
3. Berbagai sumber daring.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H