Pemerian unsur Selenium terdapat dalam Ekstra Farmakope Indonesia, Cetakan Pertama, hlm. 1019.
dan memiliki nomor atom 34.
Selenium adalah semi-logam dan memiliki sifat-sifat logam dan non-logam. Selenium murni memiliki dua bentuk utama: Selenium abu-abu, yang merupakan zat yang keras, dan Selenium merah, serbuk lunak.
Unsur Selenium kadang-kadang ditemukan dalam keadaan aslinya (tidak terkombinasi dengan unsur lain) dalam bijih yang mengandung belerang, misalnya Pyrite (besi sulfida, FeS2).
Dari sampel Pyrite itulah Selenium ditemukan pada 1817. Kimiawan Swedia Jons Jacob Berzelius dan Johann Gahn adalah pemilik bagian dari sebuah pabrik asam sulfat di Mariefred, Swedia. Mereka mempelajari residu yang tertinggal ketika belerang dari Pyrite dibakar dalam tanur pabrik. Residunya mengandung zat merah yang awalnya mereka kira adalah unsur Tellurium.
Setelah analisis lebih lanjut, Berzelius menyadari kesalahannya, lalu mengumumkan penemuan unsur baru itu. Berzelius menamakannya menurut nama dewi Bulan Yunani, Selene, karena Tellurium, yang dinamai menurut nama dewa bumi Romawi, sudah ditemukan 30 tahun sebelumnya.
Sebenarnya cendekiawan Spanyol, Arnaldus de Villa Nova telah menemukan residu merah merah yang sama sekitar 500 tahun sebelum Berzelius, tetapi tentu saja dia tidak menyadari bahwa itu adalah unsur kimia.
Unsur Selenium terdapat dalam dua alotrop: non-logam merah (zat yang ditemukan Berzelius dan Gahn) dan metaloid semikonduktor abu-abu kusam.
Ketika cahaya jatuh pada Selenium abu-abu, resistansi listrik unsur ini berubah, karena foton cahaya mengeksitasi elektron ke pita konduksi, suatu perangkat tingkat energi yang lebih tinggi di mana elektron secara efektif bebas dari atomnya, seperti pada logam. Penemuan fenomena ini menyebabkan Selenium digunakan dalam pengukur cahaya fotografi, mesin fotokopi, mesin faks dan perangkat terjolikan muatan (charge-coupled devices/CCD) yang digunakan untuk menangkap gambar dalam kamera digital.
Selenium juga digunakan dalam perangat pencitraan sinar-X digital (lihat foto judul). Selenium menghasilkan sebuah voltase ketika foton sinar-X menerpanya, sebuah sinyal yang bisa digunakan untuk membuat gambar.
Penggunaan Selenium yang paling umum adalah sebagai bahan yang memberikan warna pada kaca dan keramik.
Permintaan selenium untuk industri kecil dan umumnya berkurang. Dalam fotosel (photocell), sebagian besar Selenium telah digantikan oleh semikonduktor lain, walaupun lapisan tipis tembaga Indium Gallium selenida (Copper Indium Gallium selenide/CIGS) digunakan dalam jenis sel surya yang semakin populer.
Kurang dari 2.000 ton unsur Selenium diproduksi setiap tahun, sebagian besar sebagai produk sampingan dari ekstraksi tembaga.
Penggunaan Selenium dalam pembuatan kaca dan ekstraksi Mangan masing-masing menyumbang sekitar sepertiga dari pasokan Selenium. Dalam pembuatan kaca, pigmen merah Selenium dioksida (SeO2) digunakan dalam jumlah besar untuk mengoreksi warna hijau kuning yang biasanya terjadi pada kaca karena adanya pencemaran besi.
Dalam kaca arsitektur, Selenium mengurangi jumlah radiasi ultraviolet yang ditransmisikan. Unsur Mangan bisa dilarutkan dari bijihnya dengan menambahkan Selenium dioksida (SeO2), walaupun Selenium toksik dalam dosis tinggi, dan limbah dari proses ini harus dikontrol dengan cermat.
Walaupun toksik, Selenium menjadi unsur penting bagi hewan dan beberapa tanaman. Pada hewan, Selenium terlibat dalam kerja beberapa enzim dan vitamin antioksidan.
Kepustakaan:
1. Ekstra Farmakope Indonesia, Cetakan Pertama, Lembaga Farmasi Nasional, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 1974.
2. How It Works - Book of the Elements, ed. 5, Imagine Publishing Ltd., United Kingdom, 2016.
3. Periodic Table Book - A Visual Encyclopedia, Dorling Kindersley Limited (Penguin Random House), Great Britain, 2017.
4. Diary Johan Japardi.
5. Berbagai sumber daring.
Jonggol, 14 Juli 2021
Johan Japardi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H