Mohon tunggu...
Johan Japardi
Johan Japardi Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah, epikur, saintis, pemerhati bahasa, poliglot, pengelana, dsb.

Lulus S1 Farmasi FMIPA USU 1994, Apoteker USU 1995, sudah menerbitkan 3 buku terjemahan (semuanya via Gramedia): Power of Positive Doing, Road to a Happier Marriage, dan Mitos dan Legenda China.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pantun Peribahasa Tanjungbalai

13 Juni 2021   03:26 Diperbarui: 13 Juni 2021   09:01 2361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://images.all-free-download.com

Nelayan dengan berbagai peralatan untuk menangkap ikan.

Asam kandis asam gelugur,
ketiga dengan asam si riang-riang.
Menangis mayat di pintu kubur,
teringat badan tidak sembahyang.
(Mengingatkan orang untuk beribadah agar tidak menyesal di alam baka).

Karena kebanggaan saya sebagai anak Kota Kerang (Tanjungbalai Asahan)*, dan sejak kecil sudah akrab dengan pantun peribahasa kampung saya ini, maka saya tersemangati untuk menuangkan juga sekelumit dari pantun peribahasa itu dalam sebuah artikel.

*Kata Asahan ditambahkan untuk membedakannya dengan Tanjungbalai Karimun di provinsi Kepulauan Riau. Tanjungbalai yang saya maksudkan dalam artikel ini adalah Tanjungbalai Asahan.

Ditilik dari definisinya, pantun peribahasa sebagaimana pantun, pada umumnya terdiri dari 4 baris, dengan rima A-B-A-B atau A-A-A-A. 2 baris pertamanya adalah sampiran untuk mempersiapkan rima, dan 2 baris berikutnya adalah konten, yang biasanya merupakan peribahasa nasehat.*

*Saya lebih suka menggunakan istilah nasehat walau yang baku dalam KBBI adalah nasihat. Nasehat sendiri adalah sandi fonologis dari nasihat, lihat artikel saya: Sandi Fonologis: Sebuah Artikel Inpromptu Saya.

Pantun Peribahasa Tanjungbalai ini saya ambil dari diary saya yang dirangkum dari berbagai sumber, dan menjadi bahan pembelajaran kearifan sekaligus hiburan saya dan anak-anak saya. Sebelum saya melanjutkan, sebagai tambahan untuk pantun peribahasa pembuka artikel ini, saya sampaikan juga sebuah pantun peribahasa yang sampai sekarang masih populer:
Berakit-rakit ke hulu,
berenang-renang ke tepian.
Bersakit-sakit dahulu,
bersenang-senang kemudian.
(Pekerjaan yang walaupun terasa berat, namun dapat menghasilkan hasil yang baik di kemudian hari).

Kadang-kadang, untuk mempertahankan rima dan menunjukkan karakteristik peribahasa (2 baris), sebuah pantun saya persingkat menjadi 2 baris saja. Dari contoh di atas:
Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian.
Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.

Pantun peribahasa Tanjungbalai berisi bahasa Melayu Asahan, dan di mana perlu saya menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia.

Lain yang ditetak lain yang patah,
lain yang bengkak lain yang bernanah.
(Menunjukkan hasil pekerjaan yang tidak sesuai dengan rencana).

Buah kedekak, buah kedekik.
di makan ayah pekak, tak dimakan emak bertungkik.
(2 pilihan yang sulit, tetapi salah satunya harus diambil, dengan membawa konsekuensi masing-masing).

Kerja seharian lima belaslah kudapat,
Sembilan bahan pokok naiknya merambat-rambat .
Anak sedang sakit hendak dibawa berobat,
itulah yang membuat dunia terasa kiamat.
(Menggambarkan kesusahan dalam mencari nafkah dan kondisi hidup).

Memancing udang menepi-nepi,
dapat seluang sebesar lidi.
Kalaulah sudah tidak rezeki,
apa pun dibuat tidak menjadi.
(Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak)

Cak si kuracak, sungguh enak si kerang bulu.
Sebelum kita memuncak, berjogedlah kita dulu.
(Ada pendahuluan untuk setiap kegiatan yang akan dilakukan).

Katak Bortung
Ini adalah sebuah lagu berisi banyak humor maupun nasehat. Saya kutipkan pantun peribahasanya tentang nasehat tentang kejujuran:
Jujurlah tuan jujur saudara,
cari duit halal-halal saja.
Hari kiamat tak lagi lama,
berbuat dosa masuk neraka.

Orang memanggilku si pelaut berkarat,
karena kerjaku tukang menjaring belat.
Walaupun hidupku hanya bisa pas-pasan,
tetapi tak pernah terancam segiliran.
(Bersyukur walau dalam keadaan berkesusahan, terus berjuang memenuhi kebutuhan hidp seup sehari-hari).

Hendak ke laut,
angin pun kencang
Pergi ke Barat ditekan tenggara,
pergi ke Timur ditekan Baratdaya.
(Ketidakpastian yang dialami oleh seorang nelayan ketika melaut).

Balik ke rumah,
tak ada belanja.
Ditengok sange ikan tinggal tulangnya.
Singkap periuk nasi tinggal keraknya.

Bila kukenang,
masa-masa kita dulu.
Terkadang kita senang,
terkadang tak menentu.
(Hidup yang dialami setiap orang, ada masa senang, ada pula masa susah)

Baju yang bertuah,
basah kering di badan.
Walaupun kita susah,
tak perlu tahu orang.
(Walau berkekurangan, tetap menjaga harga diri, dan tidak sampai disepelekan orang lain).

Catatan:
1. Ada beberapa pantun yang tidak mengikuti kaidah rima.
2. Ada beberapa pantun yang tidak berisi sampiran (semuanya konten).

Demikian Pantun Peribahasa Tanjungbalai ini saya sampaikan, selain bisa memetik nasehat yang terkandung di dalamnya, mudah-mudahan juga bisa menghibur dengan kekocakannya.

Jonggol, 13 Juni 2021

Johan Japardi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun