Orang Inggris menggunakan istilah motherland untuk menyebutkan negara kelahirannya, yang dengan lebih jelas disebut "ibu pertiwi" oleh orang Indonesia. Tak ada orang yang mempersoalkan ketidakterlibatan "ayah" di dalamnya. Kalau ada, tentu istilah ini sudah diganti menjadi "orangtua pertiwi," karena toh sudah ada istilah alternatif, " Tanah Air."
Sebaliknya, orang Jerman menyebut tanah air mereka dengan vaterland (bahasa Inggris: fatherland), yang jika hendak kita jadikan istilah berbahasa Indonesia, "bapak pertiwi" yang malah menimbulkan kejanggalan. Tak ada orang yang mempersoalkan ketidakterlibatan "bunda" di dalamnya.
3. Bapak Pendiri (Founding Father)
Muncul pertanyaan saya, "Lalu kenapa ada orang yang sedemikian "gitu aja kok repot" alias "kelewat autokepo" dengan mempersoalkan penggunaan istilah founding father dan "menghiperkoreksinya" menjadi founding parent (orangtua pendiri)? Orang ini mau mencitrakan diri sebagai seorang yang pro-feminisme tanpa memahami sama sekali bahwa sebenarnya founding father itu bisa dimaknai dalam konteks vaterland maupun motherland yang sudah menginklusi kedua jender sebagaimana dalam cerita yang terjadi di sebuah pasar tradisional di atas.
Menjadi seorang "pemerhati bahasa" bukan berarti kita diberi hak untuk merecoki orang lain dengan seeenak udel kita. Salurkanlah kepemerhatian itu ke dalam bentuk yang memberikan keluaran yang memang benar-benar benar dan bermanfaat bagi sebanyak-banyaknya pengguna bahasa, di tengah kerepotan yang tak habis-habisnya dari pemerhati yang benar-benar pakar dan berprofesi di dalam pembinaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Janganlah mengganggu kerja mereka.
Jonggol, 1 Juni 2021
Johan Japardi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H