Mohon tunggu...
Johan Japardi
Johan Japardi Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah, epikur, saintis, pemerhati bahasa, poliglot, pengelana, dsb.

Lulus S1 Farmasi FMIPA USU 1994, Apoteker USU 1995, sudah menerbitkan 3 buku terjemahan (semuanya via Gramedia): Power of Positive Doing, Road to a Happier Marriage, dan Mitos dan Legenda China.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Bunda Juga Orangtua

1 Juni 2021   23:35 Diperbarui: 1 Juni 2021   23:46 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.idntimes.com

Anak-anakku memanggilku dengan banyak nama, tapi aku punya satu nama yang paling sering mereka panggil: Ibu Pertiwi.

Sebelum melanjutkan membaca, saya harap para pembaca bisa meluangkan waktu 4 menit dan 4 detik untuk menikmati dulu sebuah lagu qasidah: Kasih Sayangnya Bunda.

...................................................................................................
Selanjutnya:
Seorang anak kecil digandeng oleh orangtuanya di sebuah pasar tradisional. Seorang pemuda yang berpapasan dengan mereka, mencoba dengan iseng menguji anak ini.
Pemuda: "Ini anaknya?"
Orangtua: "Ya mas, putri saya."
Pemuda, kepada si anak: "Dek, ini ayahmu?"
Si anak, yang merasa aneh dengan pertanyaan itu, menjawab dengan agak marah: "Gila lu ya?"
Orangtua yang menggandeng anaknya itu adalah sang bunda.

Kasih ibu sepanjang jalan (mau sepanjang apa pun jalan itu), kasih anak sepanjang penggalan.

Di balik kesuksesan seorang pria, terdapat wanita hebat di belakangnya. Dengan kualitas hebat ini, tidaklah salah kalau saya ganti posisi wanita menjadi: Di balik kehebatan seorang wanita, terdapat pria di belakangnya, yang entah menafkahi dia, atau mereka suami isteri yang sama-sama bekerja.

Atas landasan berpikir di atas, saya ingin membagikan beberapa koreksi saya dalam penggunaan bahasa:

1. Poligami, Poligini, Poliandri
Poligami adalah pernikahan di antara seseorang (dari jender apa saja) dengan pasangan yang lebih dari satu orang, jadi bisa seorang pria yang beristeri lebih dari 1 orang atau seorang wanita yang bersuami lebih dari satu orang.

Poligami telah keliru diaplikasikan hanya pada seorang pria yang beristeri lebih dari 1 orang, dan istilah yang tepat untuk pria ini adalah poligini.

Polinandri adalah seorang wanita yang bersuami lebih dari satu orang.

Kekeliruan ini tak pernah menjadi sebuah perdebatan sengit dalam pengoreksiannya, sehingga menurunkan istilah lain yang sama tidak berpihaknya kepada para wanita, apa itu? ANDROID, yang didefinisikan sebagai menyerupai seorang manusia, mengambil makna humanoid, mengeksklusi wanita dari definisinya, karena sesungguhnya makna android adalah menyerupai seorang pria. Kemungkinan besar ini karena android punya nilai jual yang lebih tinggi ketimbang humanoid.

2. Motherland, Fatherland, dan Tanah Air

Orang Inggris menggunakan istilah motherland untuk menyebutkan negara kelahirannya, yang dengan lebih jelas disebut "ibu pertiwi" oleh orang Indonesia. Tak ada orang yang mempersoalkan ketidakterlibatan "ayah" di dalamnya. Kalau ada, tentu istilah ini sudah diganti menjadi "orangtua pertiwi," karena toh sudah ada istilah alternatif, " Tanah Air."

Sebaliknya, orang Jerman menyebut tanah air mereka dengan vaterland (bahasa Inggris: fatherland), yang jika hendak kita jadikan istilah berbahasa Indonesia, "bapak pertiwi" yang malah menimbulkan kejanggalan. Tak ada orang yang mempersoalkan ketidakterlibatan "bunda" di dalamnya.

3. Bapak Pendiri (Founding Father)

Muncul pertanyaan saya, "Lalu kenapa ada orang yang sedemikian "gitu aja kok repot" alias "kelewat autokepo" dengan mempersoalkan penggunaan istilah founding father dan "menghiperkoreksinya" menjadi founding parent (orangtua pendiri)? Orang ini mau mencitrakan diri sebagai seorang yang pro-feminisme tanpa memahami sama sekali bahwa sebenarnya founding father itu bisa dimaknai dalam konteks vaterland maupun motherland yang sudah menginklusi kedua jender sebagaimana dalam cerita yang terjadi di sebuah pasar tradisional di atas.

Menjadi seorang "pemerhati bahasa" bukan berarti kita diberi hak untuk merecoki orang lain dengan seeenak udel kita. Salurkanlah kepemerhatian itu ke dalam bentuk yang memberikan keluaran yang memang benar-benar benar dan bermanfaat bagi sebanyak-banyaknya pengguna bahasa, di tengah kerepotan yang tak habis-habisnya dari pemerhati yang benar-benar pakar dan berprofesi di dalam pembinaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Janganlah mengganggu kerja mereka.

Bunda juga orangtua.

Jonggol, 1 Juni 2021

Johan Japardi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun