Mohon tunggu...
Johan Japardi
Johan Japardi Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah, epikur, saintis, pemerhati bahasa, poliglot, pengelana, dsb.

Lulus S1 Farmasi FMIPA USU 1994, Apoteker USU 1995, sudah menerbitkan 3 buku terjemahan (semuanya via Gramedia): Power of Positive Doing, Road to a Happier Marriage, dan Mitos dan Legenda China.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Profiling 3 Karakteristik Manusia Toksik sebagai Unsub

29 Mei 2021   18:43 Diperbarui: 29 Mei 2021   19:06 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.amazon.com/Please-Profiling-Criminal-Behavioral-Analysis/dp/B07ZS23F3M

Wahai BAU, hentikan memprofil aku, aku bukan unsub.

Profiling dan unsub adalah dua istilah yang digunakan dalam drama seri Criminal Minds oleh Behavioral Analysis Unit/BAU (Unit Analisis Perilaku).
Saya meminjam kedua istilah ini untuk memprofil unsub berupa manusia toksik yang berada di lingkungan kerja toksik atau menciptakan lingkungan kerja toksik itu sendiri.

Unsub adalah akronim dari unknown perpetrator of a crime (pelaku kejahatan yang tidak diketahui), namun akibat dari kejahatannya terlihat dari korban-korbannya.

Profiling adalah pencatatan dan analisis karakteristik psikologis dan perilaku seseorang, untuk menilai atau memprediksi kemampuan mereka dalam bidang tertentu atau untuk membantu mengidentifikasi subkelompok orang tertentu.

Saya bukan seorang psikolog atau psikiater, dan profiling ini saya buat hanya berlandaskan buku-buku psikologi dan psikiatri yang pernah saya baca, dan pengalaman pribadi saya, menghadapi manusia toksik, dan menonton drama seri di atas.

Ada 3 karakteristik manusia toksik yang hendak saya kupas:
1. Perasaan Paling Superior
Perasaan ini adalah salah sebuah faktor yang mengubahkan seseorang, utamanya bos, secara bertahap melihat segala sesuatu dengan acuan sentral "keakuan," menjadi sombong, "kan AKU yang menggaji kalian dan memastikan keberlangsungan hidup kalian" dan merasa paling berkuasa, "AKU pemilik perusahaan ini, yang menafkahi kalian semua."

Ketika seseorang menjadi sombong, dia lupa diri dan lingkungan. Kenyataan yang saya uraikan dalam artikel-artikel sebelumnya sudah lepas dari penglihatannya, bahwa sebuah perusahaan tidak bisa dijalankan hanya oleh seorang bos. Dia butuh orang-orang dari berbagai latar belakang kompetensi untuk menyukseskan bisnisnya.

Satu pengalaman saya menghadapi bos yang semula baik tapi berubah menjadi toksik:
Awal perusahaan beroperasi, untuk 35 produk, dalam tempo 3 minggu, termasuk akhir pekan di rumah, 14 jam kerja sehari, saya "kerja bakti" menyiapkan dokumen sebanyak 16 rim (8.000an lembar). Oh ya, waktu itu si bos sudah memasukkan temannya sejak kecil sebagai wakil direktur. Kualitasnya seperti yang saya sebutkan dalam Kompetensi dan Sikap: Senjata Antigagal Menghadapi Manusia Toksik.

Agar jelas, saya nukil kalimatnya:
Jangan pernah mengharapkan penghargaan itu jika bos adalah manusia toksik, dengan ciri-ciri misalnya hanya baik kepada kita saat dia butuh dan kebutuhannya tidak bisa dipenuhi oleh karyawan lain yang kompetensinya di bawah kita, saat perusahaannya mengalami peningkatan signifikan, dia mulai menunjukkan sikap "lupa kacang akan kulitnya," nepotisme dengan memperkerjakan teman-teman lamanya tanpa mempedulikan apakah mereka berkompentensi dan jujur, atau tidak, karena dia menjadi lebih nyaman di dekat para pemuji bahkan penjilat, yang membuat harga dirinya sebagai seorang bos semakin meningkat.

Saya melihat, orang semacam wakil bos ini lebih bossy ketimbang bos sendiri. Dalam rentang 3 minggu yang saya sebutkan di atas, saya pernah satu dan hanya satu kali dipanggil ke ruangannya:
Wadir: "Pak, seharusnya bapak memberikan teladan kepada anak-anak."
Saya: "Maksudnya?"
Wadir: "Saya lihat bapak belakangan ini suka telat masuk." (padahal cuma 2 kali)
Saya pun menjelaskan tentang kegiatan kerja bakti saya itu dan menyahut, "Saya pastikan kalau bapak mau cari orang lain untuk mengerjakan dokumen itu sebanyak atau lebih banyak daripada saya, secepat atau lebih cepat daripada saya, itu mustahil!"
Wadir: "Ya sih."
Saya: "Makanya pak, lain kali kalau saya telat, JANGAN TEGOR SAYA!"

Anda bisa melihat betapa sebuah pengorbanan yang sangat besar sekali pun bisa sama sekali tidak dihargai, dan bos hanya tahu punishment tak tahu reward, alias tidak bisa menghargai.

Adik-adik yang mau mulai bekerja, waspadalah.

Printer yang saya gunakan adalah sebuah printer laser warna. Harganya Rp. 2,6 juta. Beberapa tahun kemudian, salah sebuah roller dalam printer yang saya buat heavy duty itu rusak. Saya beritahu bos dan kata bos harga penggantian roller, harus 1 set atau 4 buah, dari supplier kantor, adalah Rp. 3,8 juta. Saya: "Mendingan beli baru saja pak, lebih murah, dan kita punya cadangan 3 cartridge dengan roller yang masih berfungsi, berikut tonernya."

Saya shok ketika roller printer itu akhirnya diganti, saran saya dianggap angin lalu. Saya tidak bisa tidak harus mengambil sikap tegas terhadap orang yang lupa diri ini, syukur-syukur dia tersentak dan sadar. Saya: "Pak, mulai sekarang saya tidak mau lagi menggunakan printer laser warna, belikan saya sebuah printer laser B/W saja."

2. Kedekatan yang Bukan Berlandaskan Ketulusan
2 orang yang selama bertahun-tahun berada dalam sebuah lingkungan yang sama setiap hari biasanya akan menjadi sahabat. Celakanya, jika salah seorang di antara mereka hanya berteman dengan orang lain atas dasar untung-rugi (untung bagi dia sendiri), hanya tinggal masalah waktu dia akan "menunjukkan aslinya."

Dalam lingkungan keluarga, saya sudah melihat bagaimana seorang saudara membohongi saudara lainnya. Kenapa ini bisa terjadi? Adik saya pernah berkata: "Kan di dunia ini orang yang paling mudah dibohongi adalah orang yang paling dekat dan paling mempercayai si pembohong?'

Beware of the takers. Jagalah keseimbangan antara take and give.

Bagi saya:
You fool me once, shame on me. You fool me twice, shame on you, and not in a million years can you fool me thrice. - Johan Japardi.

3. Inkompetensi dan Ketidakjujuran
Ini sudah saya bahas dalam artikel-artikel sebelumnya dalam Topik Lingkungan Kerja Toksik.

Jonggol, 29 Mei 2021

Johan Japardi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun