Selayang Pandang Kho Ping Hoo.
Walau tidak seluruhnya, tapi ada kebenaran dalam ungkapan "Yang baru tidak bagus, yang bagus tidak baru."Â Berbicara tentang minat baca cersil di masa kecil saya, bahan bacaan yang sangat terbatas dibanding sekarang mendorong sebagian anak untuk lebih fokus. Harga cersil yang bagi sebagian orang tidak terjangkau pun teratasi dengan adanya persewaan cersil dan komik.
Maskur Yusuf adalah sahabat saya yang sangat spesial. Dia bukan hanya penghobi cersil seperti saya, tapi hanya dialah yang memiliki keseriusan membaca dan daya ingat yang menyerupai saya, sehingga, sampai sekarang, setiap kali kami bertemu, kami selalu membahas cersil, khususnya cersil Kho Ping Hoo, dan lebih khusus lagi seri Bu Kek Sian Su, yang tidak kami baca beberapa judul terakhir dari total 17 judulnya. Istilah-istilah berdialek Hokkien dalam cersil pun kami gunakan, termasuk jurus-jurus silat, sehingga orang yang mendengar pembicaraan kami, yang tidak membaca cersil, merasa aneh dengan kata-kata yang keluar dari mulut kami, yang sama sekali asing dan tidak mereka pahami. Sampai sekarang Maskur juga masih menyapa saya dengan "suheng" (abang seperguruan) walaupun kami sebaya. Sungguh seorang sahabat yang langka.
Motivator kami berdua adalah pak Ahmad Merbuk dan adiknya, pak Len yang saya sebutkan dalam artikel sebelumnya, yang dua-duanya membuka toko persewaan cersil, tentunya agar kami terus menyewa dari mereka.
Utamanya pak Ahmad juga memang seorang pembaca cersil dan memiliki pengetahuan untuk mengarahkan kami ke cersil yang bagus. Setelah bertahun-tahun dan karya Kho Ping Hoo sudah saya baca semua, barulah pak Ahmad membawa saya ke sebuah ruangan khusus tempat beliau menyimpan cersil langka, antara lain:
Lam Beng Tjiam Liong (Naga Dari Selatan),
karya Liang Ie Shen,
ditjeritakan oleh: S.D. Liong,
penerbit Pustaka Silat,
Semarang, 1961.
Saya sangat senang karena berkat para pemerhati dan pelestari cersil, cersil 5 jilid ini bisa diunduh dari laman Dunia Kang-Ouw.
Inilah sebuah "hal yang baru dan bagus."
Walaupun saya masih mengingat jelas judul dan jalan ceritanya yang tidak panjang, saya mencetak sendiri dan membaca cersil unduhan ini.
Jadi, para pembaca yang berencana untuk membaca cersil, dengan keadaan yang lebih dipermudah lagi sekarang, mungkin bisa menggali informasi daring mulai dari sinopsis, lalu mengunduh cersil yang diminati. Selamat membaca.
Dengan adanya laman-laman para pemerhati cersil itu, tampaknya saya juga tidak perlu bicara panjang lebar tentang cersil.
Di sini saya bahas sedikit tentang pengalaman saya dan informasi yang selama ini saya simpan untuk diri sendiri.
Belum ada penulis yang bisa menyaingi produktivas seorang Kho Ping Hoo (lihat total jumlah karyanya pada gambar judul), bahkan Jin Yong sekali pun. Pada zaman ketika komputer belum ada, tak terbayangkan upaya yang telah dikeluarkan oleh Kho Ping untuk menulis karyanya.
Saya belum pernah mengecek tentang di mana Jin Yong mendapatkan inspirasi untuk menulis, kalau Lin Yutang di dalam ruang baca beliau yang dikunci saat beliau sedang menulis sambil mengisap pipa cangklong, seperti digambarkan oleh putrinya:
Ketika ayah menulis, tampaknya beliau berkuasa penuh dan tak seorang pun yang berani mengganggu beliau, kecuali para penjaja makanan. Beliau biasanya menutup semua pintu ketika sedang bekerja, dan ketika beliau selesai bekerja, Anda bisa melihat asap rokok bak awan mengepul di udara dan bau menyengat dari pipa cangklong. Lihat artikel saya, Lin Yutang yang Sangat Terkenal di Zamannya.
Pak Kho Ping Hoo sendiri, sebagaimana yang tertulis dalam cersil beliau, memiliki tempat menulis yang lebih nyaman lagi: Lereng Gunung Lawu.
Selain inspirasi untuk menulis, tentunya pak Kho Ping Hoo memiliki apa yang dalam drama seri Hong Kong disebut bagan hubungan (relationship chart) untuk tokoh-tokoh yang akan beliau masukkan ke dalam cersil.
Selain saya, tidak ada orang yang sampai memperhatikan bahwa salah seorang tokoh dalam salah sebuah seri pak Kho Ping Hoo, "tiba-tiba menghilang dari peredaran." Mungkin para pembaca lain terhanyutkan dalam cerita pak Kho Ping Hoo sehingga tidak menyadari hal ini, walaupun tokoh ini dalam cerita lanjutan sudah tidak disebutkan lagi.
Tokoh yang saya maksudkan bernama Yap Kun Liong dalam seri Pedang Kayu Harum. Yap Kun Liong adalah keponakan murid dari Cia Keng Hong, tetapi mewarisi ilmu Thi-Khi-i-Beng darinya. Sangat beruntung karena menjadi murid dari tokoh sakti mantan ketua Hoa-san-pai, Bun Hwat Tosu (mendapat ilmu yang bisa menangkal Thi-Khi-i-Beng) dan mantan ketua Siaw-lim-pai, Tiang Pek Hosiang. Terakhir ia malah secara kebetulan menemukan kitab ilmu silat sakti Keng Lun Tai Pun peninggalan raja besar Bun Ong di sebuah pulau.
Bagi yang berminat serius dalam mengikuti cerita seri ini, saya persilahkan untuk melakukan pengecekan lebih lanjut, yang berarti Anda harus menelusuri halaman demi halaman dari sekian ribu halaman seri tersebut.
Saya pernah membaca ulasan bahwa data geografi yang diuraikan oleh pak Kho Ping Hoo dalam beberapa cersil tidak akurat, dan menurut saya penulisan istilah Hokkien beliau juga tidak akurat. Semua ini, bersama "kekeliruan besar" menghilangkan Yap Kun Liong dari cerita, bisa dimaklumi, mengingat segala keterbatasan yang ada ketika pak Kho Ping Hoo menulis, dan beliau sendiri tidak pernah ke negeri China pada zaman itu. Ini sama sekali tidak menurunkan kebesaran beliau.
Jonggol, 24 Mei 2021
Johan Japardi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H