Mohon tunggu...
Johan Japardi
Johan Japardi Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah, epikur, saintis, pemerhati bahasa, poliglot, pengelana, dsb.

Lulus S1 Farmasi FMIPA USU 1994, Apoteker USU 1995, sudah menerbitkan 3 buku terjemahan (semuanya via Gramedia): Power of Positive Doing, Road to a Happier Marriage, dan Mitos dan Legenda China.

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Masih Relevankah Perjodohan?

20 Mei 2021   22:24 Diperbarui: 20 Mei 2021   23:05 557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sampul buku Road to a Happier Marriage: 21 Brilliant Steps to Take, karya Ivan Burnell.

Dengan perkembangan yang luar biasa pesat, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dalam semua bidang kehidupan manusia, mulai dari zaman itu sendiri dan teknologi yang dihasilkannya, tingkat pemikiran, keterbukaan akses informasi yang tak mungkin bisa dibendung, dan lain-lain sebagainya, jika sebuah pertanyaan retorik diajukan, "apakah perjodohan itu masih relevan?," saya yakin pasti lebih banyak orang yang menjawab "tidak relevan."

Sisanya, dengan berbagai macam alasan, akan menjawab, "masih relevan" yang saya lihat menjadi alasan bagi Kompasiana untuk mengangkat Topik Pilihan "Dijodohkan, Gengsi atau Butuh?" yang relevansinya dengan zaman now semakin mengecil dan mengecil, namun MASIH ADA.

Perjodohan erat berkelindan dengan pernikahan yang hanya berada satu langkah di depannya. Pernikahan itu sendiri menurut almarhum guru dan sahabat saya, Ivan Burnell, adalah sebuah masalah umat manusia paling kompleks yang ada sejak zaman dahulu, sekarang, dan kelak. Tetap paling kompleks bukan karena tidak ada solusinya, bukan pula karena tidak ada orang yang cukup pintar untuk mencari solusi itu, namun masih sangat langka orang yang benar-benar mau menerjuni masalah itu.

Dari banyak narasumber dari berbagai latar belakang, ada begitu banyak rujukan tentang bagaimana membina sebuah rumahtangga yang bahagia, tapi situasinya relatif tetap saja demikian, sangat sangat kompleks.

Terkait hal ini, Ivan Burnell telah menulis sebuah buku berjudul Road to a Happier Marriage: 21 Brilliant Steps to Take (Jalan Menuju Sebuah Pernikahan yang Lebih Bahagia: 21 Langkah Cemerlang untuk Membina Keluarga Bahagia) yang saya terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan sebagai buku terjemahan saya yang kedua oleh Gramedia Pustaka Utama pada 2004, dengan judul Road to A Happier Marriage: 21 Langkah Cemerlang untuk Membina Keluarga Bahagia.

Saya tidak akan membahas tentang buku ini secara rinci, dan tidak akan membandingkannya dengan buku-buku sejenis dari para penulis lain. Saya hanya membagikan satu hal yang saya saksikan dengan matakepala saya sendiri selama 3 bulan di Amerika Serikat, yakni sebuah keteladanan yang diberikan oleh Ivan Burnell dan isterinya kepada semua orang yang mengenal mereka, hasil pengamalan dari konsep-konsep dalam buku ini, yang merupakan intisari dari kehidupan pernikahan Ivan dan Dagny, dan juga pernikahan orang-orang yang pernah berkonsultasi dengan Ivan: Saya tidak pernah melihat suami isteri ini bertengkar walau sekali pun. Apa rahasianya? Apakah mereka selalu mengalah kepada satu sama lain? Tidak!

Kalau kita simak sedikit buku ini (dengan sedikit pemutahiran dari saya):
1. Kata Pengantar
Setiap tahun ada berjuta-juta orang yang menikah, dan ada berjuta-juta pula orang yang bercerai, bahkan kadang-kadang pada usia pernikahan yang masih sangat singkat (versi Inggrisnya: before the ink has dried on the marriage certificate). Bagaimana bisa terjadi, dua orang yang semula saling mencintai kini berbalik menjadi dua orang yang saling bertengkar dan tidak bahagia?
2. Merapikan Tempat Tidur:
Buatlah permainan dari pekerjaan ini. "Yang terakhir beranjak dari tempat tidur harus merapikannya." Capailah sebuah kesepakatan sebelum Anda bangun lebih awal ketimbang pasangan Anda pada suatu pagi. Anda mungkin tidak menyukai respon yang Anda terima. Jika Anda selalu bangun lebih awal, itu bukan lagi sebuah permainan, dan kemarahan akan timbul. Jadi aturlah untuk sesekali kalah, atau ubah hal itu menjadi pekerjaan sehari-hari yang dikerjakan bersama, tetapi masih bisa mempertahankan humor di dalamnya. - Bab 6.
3. Teman Penolong
Apa makna "teman penolong" bagi Anda? Apakah sebagai seorang budak, pembantu rumahtangga, anakbuah, rekan sekerja, pemimpin, bos, kaisar, kaisar wanita? Yang mana di antaranya? Anda ingin menjadi yang mana? Pertanyaan yang lebih baik adalah, Anda termasuk yang mana? - Bab 11.

Bahkan dalam Halaman Persembahan buku Ivan berikutnya, Living in the Unlimited Universe (Hidup di Alam Semesta Tak Terbatas), Dagny beliau gambarkan sebagai: Buku ini dipersembahkan untuk isteri saya, Dagny, yang telah terus-menerus menjadi pengkritik saya yang paling sengit sekaligus sekutu saya yang paling setia.

Jadi apa solusinya? Hanya sebuah frase yang merupakan intisari dari intisari pernikahan itu: contract talk (perbincangan kontrak). Agar lebih jelas, saya sarankan kepada pembaca yang berminat untuk mencari buku ini.

Sekarang kembali ke perjodohan.
Perjodohan adalah sisa kebiasaan zaman dulu yang masih dipraktikkan oleh segelintir orang. Dalam mitologi berbagai bangsa dikenal dewa atau dewi perjodohan, antara lain:
China: Yuexia Laoren atau Yuelao, yang membawa benang merah takdir (perjodohan) dan mengikatkan benang itu pada pasangan yang dipilihnya.

Di Jepang terdapat versi sendiri yang disebut Unmei no Akai Ito (benang merah takdir) atau Akai Ito (benang merah).

Mitologi bangsa-banga lain bisa ditelusuri secara daring.

Sampai sekarang, Pusuk Buhit masih dijadikan tempat orang Batak tertentu berdoa minta jodoh dsb.

Dari mitologi-mitologi ini kemudian muncullah manusia yang menjadi para wakil dewa jodoh. Mereka disebut Mak Comblang dan ada banyak informasi daring tentang mereka, termasuk dampak negatif yang mereka timbulkan, misalnya (saya cukup sebutkan satu saja): Kisah Pilu Korban Kawin Pesanan Jaringan Mak Comblang.

Beberapa hasil pengamatan dan renungan saya:
1. Orang-orang datang ke, dan pergi dari, hidup kita, dengan membuka kemungkinan bagi orang lain (yang relatif lebih baik) untuk masuk.
2. Menerima seseorang itu tidak cukup hanya dengan menerima "apa adanya dia." Kalau niatannya adalah menjadikan seseorang itu teman seumur hidup, harus bisa juga menerima "apa yang bukan adanya dia" (yang belum diketahui dan butuh waktu seumur hidup juga untuk mengetahuinya lebih banyak).
3. Orang-orang tertentu punya kebiasaan kalau tidak cocok, bercerai saja dan masing-masing mencari pasangan yang lebih cocok. Jika kebiasaan ini dikaitkan dengan poin #2, apa bisa? Apakah pilihan remedial yang diambil mesti sampai melanggar aturan agama? Bukankah, walau punya konsekuensi tersendiri, pilihan yang lebih selektif, preventif, dan terlebih dulu lebih banyak mengenal seseorang itu lebih baik? Dan bukankah perpisahan sebaiknya dilakukan sebelum menikah?
4. Ada seorang wanita yang sudah berkali-kali bercerai karena selalu mendapat suami barunya dari sesama alkoholik pengunjung bar, menjadi lebih "selektif" dalam menemukan suami baru lagi. Sebagai salah sebuah cara untuk menyeleksi lebih ketat, wanita ini menempah lalu memakai sehelai baju kaus yang dengan sangat unik menampilkan tulisan "Semakin aku mencoba mengenal seorang pria, semakin sayanglah aku kepada anjing peliharaanku."

5. Seorang ayah, mantan playboy yang kelewat protektif terhadap anak perempuannya, mengatakan kepada teman-temannya, "Si anu itu ya (nama putrinya) baru akan saya izinkan untuk menikah kalau dia sendiri (bukan suaminya) sudah memiliki rumah, supaya dia tidak susah kalau bercerai. Ayah seperti apa ini? Sampai dengan usia 46 tahun, putrinya masih belum juga menikah.

Dalam bahasa Mandarin, berpacaran disebut "lian ai," dan kata "lian" ini berhomonim dengan sebuah kata lain yang bermakna: "melatih."

Mudah-mudahan apa yang saya tulis bisa memberikan secuil manfaat dan solusi bagi orang-orang yang sedang menghadapi persoalan perjodohan.

Jonggol, 20 Mei 2021

Johan Japardi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun