7. Pemaksaan Penggunaan Istilah
Sudah sejak lama saya memikirkan ketidaknalaran di balik istilah-istilah yang diciptakan oleh orang Barat dan sayangnya ditelan bulat-bulat oleh orang Timur, antara lain:
- zona nyaman (apakah sebuah perubahan selalu menyakitkan sehingga orang menjadi resistan terhadap perubahan itu, dan apakah perubahan apa pun tidak mencakup sebuah perpindahan ke sebuah zona yang lebih nyaman, dan mengapa oleh istilah ini kita disuruh meninggalkan zona nyaman? Mau pindah ke zona mana?)
- istilah ADD, ADHD, autisme dll, yang sudah demikian luas dampaknya, sudah diakui sebagai kebohongan oleh penciptanya di atas ranjang sakaratul mautnya, sayang lebih banyak orang yang tidak tahu.
- American Dream (Impian Amerika)
Kata "impian" Â di-copy-paste kayak kacang goreng. Pertanyaan saya, nalarkah istilah ini? Apakah ada orang yang bermimpi tidak dalam keadaan tidur? Kenapa istilah ini lebih kita utamakan ketimbang kata yang sudah ada (angan-angan, cita-cita)?
- Brainwashing (cuci otak), sebuah istilah yang mereduksi makna "cuci" sebagai "membersihkan sesuatu dari kotoran," yang adalah baik.
8. Kebohongan yang Gagal: Sindroma Restoran China, lihat artikel saya: Terasi: Di Balik Bau Tajam dan Sejarah Kata yang Belum Sempat Masuk Kamus Inggris.
9. Cukup sampai di sini dan kita sudahi dengan sebuah istilah di balik judul artikel ini: POST-TRUTH (PASCAKEBENARAN).
Post-truth didefinisikan sebagai:
A philosophical and political concept for "the disappearance of shared objective standards for truth" and the "circuitous slippage between facts or alternative facts, knowledge, opinion, belief, and truth."
Sebuah konsep filosofis dan politik untuk "hilangnya standar objektif bersama untuk kebenaran" dan "tergelincir dalam sebuah lingkaran antara fakta dengan fakta alternatif, pengetahuan, opini, keyakinan, dan kebenaran."
Sebuah definisi yang sangat bertele-tele dan sama sekali tidak menunjukkan dengan jelas ke mana kita pergi setelah (pasca) kebenaran itu (persis zona nyaman).
Saya pribadi lebih suka menggunakan istilah "PARADIGMA KUWALIK" yang pernah saya dengar dari dosen pembimbing skripsi saya di Jurusan Farmasi FMIPA USU (sekarang Fakultas Farmasi USU, Prof. Dr. Apt. Wiryanto, M.S., guru, bapak dan sekaligus sahabat saya (kata-kata ini saya tulis dalam skripsi saya).
Dari istilah dua kata ini saja kita bisa langsung memaknai apa yang terjadi di dunia ini, sekarang ini, semuanya serba jungkir-balik.
Istilah ini saya sumbangkan ke bahasa Inggris menjadi "topsy-turvy paradigm," atau kata orang Medan, lebih paten (mantap) lagi, "kuwalik paradigm." Lalu bagaimana dengan post-truth? Sebaiknya dikandangkan saja, karena lebih akurat disebut "post-lie"
Penutup
Sebagai sebuah renungan yang sejalan dengan becik ketitik ala ketara yang tidak merinci batas waktu, sebuah pernyataan di bawah ini patut kita simak:*
Domains under heaven, after a long period of division, tends to unite;Â
after a long period of union, tends to divide.Â
This has been so since antiquity.
Wilayah di bawah langit, setelah lama terpecah-belah, cenderung menyatu;
setelah lama menyatu, cenderung terpecah-belah (lagi). Ini telah terjadi sejak zaman kuno. Â
Dari:
Sanguozhi Yanyi (Romance of Three Kingdoms, Kisah Tiga Kerajaan), karya Luo Guanzhong (circa 1300-1400), terjemahan C.H. Brewitt-Taylor, 1925
*Tertera pada pendahaluan setelah judul Bab 1. Pernyataan ini bisa disingkat menjadi: Nothing lasts forever (Tak ada yang abadi, entah itu yang becik, entah pula yang ala). Jika diperhatikan, pada halaman ke-5 dari buku ini (halaman ke-2) dari Bab 1, ditemukan kata "disruption" (disrupsi) yang sekarang digadang-gadang oleh orang Barat sebagai istilah dan konsep termutakhir.
Entah kebohongan apa lagi yang akan kita lihat, tapi kita bisa menggunakan nalar dan keluhuran Timur kita untuk menyaring, menghadapi, atau bahkan membendung "tren baru" dari Barat ini dan hanya menggunakannya dengan penuh kearifan. Semoga!
Jonggol, 17 April 2021