Di tengah kerumitan peristilahan ini, saya buat penyederhanaan dalam differensiasi:
Negara: China
Bangsa: China
Bahasa: Mandarin
Suku: Hokkien
Dialek: Hokkien
Menyatukan Semuanya
Beberapa tempat bermukim orang-orang yang menggunakan dialek Hokkien adalah:
1. Provinsi Fujian, China
2. Taiwan
3. Singapura
4. Malaysia
5. Indonesia
Sudah saya bahas di artikel-artikel lain, kebanyakan kata Indonesia yang diserap dari China bukan dari bahasa Mandarin, tapi dialek Hokkien.
Pada zaman kolonial, untuk memenuhi sarana komunikasi tuan-tuan penjajah dengan orang-orang berdialek Hokkien, mereka tentu membutuhkan semacam pembakuan demi kepentingan pihak mereka, sehingga pembakuan transkripsi fonetik asal-asalan dan seadanya pun dilakukan, dan berbeda-beda di tempat yang berbeda.
Intinya, sampai saat ini belum ada transkipsi fonetik baku dan serius dan seragam (untuk semua negara pengguna) dari dialek Hokkien, karena memang belum ada yang membakukannya (ini butuh kerja sama beberapa negara).
Jadi ini tidak seperti bahasa Mandarin yang memiliki transkripsi yang baku dan baru (walau tetap memiliki kelemahan), yakni pinyin, yang diciptakan pada 1958 oleh Zhou Yougang. Yang jelas pinyin jauh lebih sederhana dan mudah ketimbang, sistem lama, Wade-Giles misalnya, yang juga dibuat untuk memenuhi kebutuhan tuan-tuan yang saya sebutkan di atas (ada teman saya yang menjuluki mereka sang Drakula Pengisap Darah).
Ya, itu sebenarnya tidak relevan lagi karena mereka sudah pada hengkang semua dari negeri-negeri jajahan mereka, namun mereka meninggalkan sebuah pekerjaan besar (transkripsi fonetik dialek Hokkien itu) dan sampai sekarang belum dituntaskan sama sekali.
Kenapa saya sibuk mengurus masalah ini? Karena saya punya latar belakang Hokkien, eyang buyut saya adalah diaspora China yang merantau dari provinsi Fujian ke Indonesia, jadi wajar kalau ini menjadi keprihatinan saya.
Transkripsi yang ada dibuat oleh beberapa negara ketika masih dijajah oleh Inggris dan disesuaikan dengan lidah, sekali lagi, tuan-tuan penjajah itu dalam mengucapkan kata-kata berdialek Hokkien. Salah satunya disebut Pe̍h-ōe-jī (pusing kan membaca yang satu ini?) hasil "pembakuan" di Taiwan yang menurut saya juga sudah waktunya dirombak total!
Sekarang, berdekade-dekade setelah para perampok* itu angkat kaki dari negara-negara ini, transkripsi fonetik Hokkien masih belum juga diperbaharui. Keadaan ini bahkan tambah carut marut ketika ada orang yang mencampuradukkan transkripsi yang sudah ketinggalan zaman itu dengan pinyin! Waduh!
*Memang inilah istilah yang dipakai oleh kalangan tertentu untuk orang Inggris, sekaligus (anehnya) berterima kasih kepada mereka. Supaya jelas, ini bunyi kalimatnya (terjemahan bebas):
Para peneliti sejarah harus berterima kasih kepada perampok terbesar sepanjang sejarah dunia, yaitu bangsa Inggris. Mengapa demikian? Karena peninggalan-peninggalan sejarah dari seluruh dunia tersedia berlimpah ruah di...... British Museum.
Ini hanya puncak dari satu dari banyak gunung es yang bisa diakses secara daring. Becik ketitik ala ketara.
Bayangkan betapa kasihannyalah generasi muda pengguna dialek Hokkien yang harus menghafal cara membaca (apa lagi menulis) kata-kata Hokkien, belum lagi transkripsinya seperti Pe̍h-ōe-jī tadi.
Hasil campur aduk tak karu-karuan itu terlihat pada kata-kata Hokkien seperti: char kuey teow (kuetiau tumis/goreng), lor hor (turun hujan), kay poh (usil), jin swee (cantik sekali), zuay ghun (belakangan ini), gum siah (terimakasih), yang dengan semudah membalikkan telapak tangan ditranskripsikan hanya dengan cara baca bahasa Indonesia menjadi chakutiau, louk'ho, kpou (disingkat menjadi kepo dan sudah menjadi sebuah entri dalam KBBI), cin sui, cuikin, kamsia. (Saya ambil dari berbagai sumber daring, cukup beberapa kata sajalah, terlalu banyak malah bikin lebih pusing lebih banyak orang).