"Biar saya saja yang menjaga rumah jeremy, mereka tidak akan menyerang kalau ini rumah orang seagama dengan mereka." Hamid begitu percaya diri. Dia begitu yakin akan menjaga rumahku dengan aman, tetapi aku tidak mau meninggalkannya sendiri.
Ayahku memutuskan pergi dengan kapal satu jam lagi. Dibayanganku, kita hanya pergi untuk sementara. Aku yakin hamid akan menjaga dirinya dengan baik sampai aku pulang.
"Hamid, nanti waktu aku balik kita ke pantai lagi ya" aku berkata seakan tak terjadi apa - apa di luar sana. Melihat adanya Hamid, membuat ketakutanku hilang.
"Iya Jeremy, Aku akan menjaga rumahmu sampai kamu pulang. Tetap tersenyum ya." Itulah janji terakhir Hamid kepadaku. Dia berjanji untuk menjaga seisi rumahku.
Ayah membawa kami dengan mobil hitam. Kami pergi seakan sangat terburu-buru. Di jalan kecil depan rumah kami, aku melihat banyak orang telah berkumpul. Tampak wajah yang penuh emosi yang membuatku takut. Ayahku melaju kencang, meninggalkan rumah dan hamid didalamnya. Aku berharap Hamid baik - baik saja.
.
Beberapa tahun setelah itu, aku kembali sendiri lagi. Aku memiliki rumah baru, di kota yang sangat jauh dari Ambon.
Aku sudah tidak kembali ke Ambon lagi. Hanya ayahku yang kembali ke sana untuk mengambil sisa barang - barang kami. Rumah kami telah rata dengan tanah. Apa yang dikatakan Hamid benar, ada orang yang ingin menyerang rumah kami.
Ayahku bercerita kepadaku. Saat penyerangan itu terjadi, hanya ada Hamid yang melindungi rumah itu. Hamid berteriak dan menyuruh semua orang untuk pergi, katanya rumah itu bukan milik orang Kristen. Hamid yang beragama Islam, berusaha melindungi seisi rumah kami.Â
Sayangnya, orang - orang itu sudah tahu siapa pemilik rumah itu. Mereka tidak mempercayai teriakan keras sahabatku, Hamid.
Hamid tidak mau meninggalkan rumahku. Seperti janjinya dia akan menjaga rumah kami. Bahkan sampai rumah itu dibakar dan kobaran api semakin besar. Dia hanya bisa memeluk fotoku. Sampai akhirnya dia ikut terbakar sambil memeluk fotoku.