Mohon tunggu...
Joel Wakanno
Joel Wakanno Mohon Tunggu... Tentara - beginner

life is never flat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Janji Terakhir Hamid

30 Juni 2017   13:36 Diperbarui: 30 Juni 2017   15:41 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hingga beberapa hari berlalu, aku yang sedang memandang pagar di depan rumah. Tiba - tiba kaget ketika melihat seorang anak lelaki berkulit gelap, kurus ceking sampai bola matanya seakan masuk ke rongga tengkoraknya. Dia memandang ke arahku, kearah rumah ini, seakan ingin menerkamku. Aku ketakutan, bayangan buruk masa laluku terus menggerogotiku.

Dua hingga tiga hari berikutnya dia terus berada di tempat itu, berdiri memandang titik yang sama. Namun, lama kelamaan pandangan buruk tentangnya mulai hilang. Hingga akhirnya aku melihat dia berada di dalam lingkungan rumahku yang aku anggap aman, dia sedang memangkas rumput. Mungkin dia anak yang ayahku katakan untuk membantu kita di rumah.

Anak itu terlihat begitu semangat bekerja, tak satu pun rumput yang dia biarkan dengan liar tumbuh. Halaman rumahku menjadi semakin rapi karenanya. Sedangkan aku disini, hanya bisa duduk termenung tanpa memikirkan lelahnya menjalani hidup.

Tak kusangka anak itu mendekatiku, sambil memegang gunting rumput besar seakan ingin memotong kaki - kaki kecilku ini. Aku takut, namun kaku tak bisa berbuat apa - apa.

"Kamu kenapa di kursi roda?" pertanyaan yang dikeluarkannya begitu halus, seakan melodi lagu klasik yang sering diputar ayahku setiap menjelang sore. "Nama saya Hamid" aku baru pernah mendengar nama seperti itu, setelah nama - nama seperti Musa, Matius, Yohanes dan lainnya yang sering aku baca di Alkitab, nama Hamid terasa baru di telingaku.

"Nama Aku Jeremy" Jawabku sedikit terbata - bata karena masih takut dengan tampangnya. "Aku lumpuh sejak lahir, makanya aku pakai kursi roda. Kalau boleh tahu, kenapa namamu hamid ya?" Aku bertanya bingung, namun wajahnya seakan begitu terbuka denganku. Di balik peringainya yang menyeramkan, seakan tersembunyi cahaya terang dibalik senyum kecilnya.

" Ayah saya menamai aku Hamid agar saya menjadi orang terpuji kelak. Hamid dari Bahasa Arab. Agamaku Islam, kamu kristen kan. Saya kemarin lihat kamu ke Gereja hari minggu." 

Perkenalan ini menjadi kali pertama, aku berkenalan dengan orang yang berbeda agama denganku. Sejak aku kecil, aku tidak pernah berkenalan dengan orang lain. Selain karena takut ejekan mereka, mereka juga tidak pernah mau dekat denganku. Bocah yang bernama Hamid itulah orang pertama yang mengajariku berkenalan dan mengenal indahnya perbedaan.

Hari - hariku terus diisi dengan keberadaan Hamid. Dia selalu ada di rumahku untuk membantu Ibuku membersihkan rumah hingga membantu ayahku mengecat rumah karena mulai usang warnanya. Selain itu, dia adalah satu - satunya sahabatku dan satu - satunya orang yang selalu mempercayai cerita - ceritaku.

Hamid menjadi orang yang meyakinkanku untuk merasakan Indahnya dunia luar. Dia mengajak aku ke pantai, menggendongku ketika aku ingin merasakan asinnya air laut. Dia juga yang mendorong kursi rodaku ketika aku ingin menikmati jalan sempit disekitar rumahku. Dia bagaikan kapal dan aku kaptennya, kemanapun aku mengarahkan selalu diikuti olehnya. 

Pada suatu hari, aku kebingungan ketika Hamid bersujud di atas kainnya yang dia sebut sajadah. Aku baru tahu dari ayahku kalau dia sedang mendekatkan diri ke sang pencipta, atau dia sebut sholat. Melalui dia, aku percaya kalau perbedaanlah yang menyatukan kita. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun