Mohon tunggu...
Joe Putra Lensa
Joe Putra Lensa Mohon Tunggu... -

menyapa dunia dengan lensa...\r\nyang menderita, terkadang hanya dipandang sebelah mata..\r\ndengan lensa, semua bisa merasakan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Malaikat Penghuni Neraka (Praktik Perdukunan)

21 Maret 2012   13:00 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:39 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

OLEH : Joni Purnomo (putra lensa)

Matahari segera terbit, duniapun akan melihat semua aktifitas manusia. Seorang wanita setengah baya yang cantik dan rendah hati membersihkan dapur dan memasak untuk sarapan anak-anak dan suaminya. Dia bu Nurjannah, seorang guru sekolah dasar yang rendah hati dan penyayang murid-muridnya. Bu Nurjannah mempunyai 2 orang anak, Dafa dan Aina. Dafa kini sedang menjalani pendidikannya di perguruan tinggi negeri, sedangkan Aina masih duduk di kelas 2 SMA. Dafa dan Aina memiliki seorang ayah yang bertanggung jawab dan pekerja keras, Pak Bima. Pak bima yang kesehariannya bekerja sabagai pegawai dikantor pemerintahan sangat menyayangi keluarganya. Dengan hidup yang penuh kesederhanaan, pak bima mampu menyekolahkan anak-anaknya sampai keperguruan tinggi. Dafa yang penurut pernah beberapa kali mendapatkan beasiswa dari universitasnya. Dafa dan Aina memang  disiplin dan dikenal pandai oleh teman-temannya. Keluarga ini sangat benci dengan kesombongan. Tak heran keluarga ini dikenal keluarga yang ramah oleh tetangganya.

Saat semuanya beraktifitas, rumah keluarga pak Bima memang kosong tanpa ada pembantu atau orang terdekat yang menjaga rumahnya. Kecuali pak hasyim, adik dari pak Bima sekaligus paman dari Dafa dan Aina. Rumah pak Hasyim tidak jauh dari rumah keluarga pak Bima, kira-kira 50 meter dari rumah pak Bima. Pak Hasyim sudah memiliki istri bernama bu Diah dan seorang anak yang bernama Elsa. Elsa baru duduk dikelas 5 SD. Siang itu, pukul 08.15 wib saat semuanya pergi, termasuk Elsa anak pak Hasyim yang telah berangkat kesekolah dengan secangkir kopi panas buatan istrinya yang menemani pak Hasyim diteras rumahnya, secara tidak sengaja pak Hasyim melihat seorang warga yang berjalan mengamati rumah pak Bima. Dengan yakin Pak hasyim memanggil warga tersebut dengan suara keras.

“Ehh,,Aan” teriak pak hasyim sambil mengangkat tangan sebagai isyarat menyuruh Aan mampir kerumahnya.

“Iya pak Hasyim “ jawab Aan dengan wajah tersenyum

“sini ,temani bapak ngobrol sini,,”sambil memukul kursi yang diduduki pak Hasyim.

Dengan melangkah pasti ,Aan seorang pemuda komplek tersebut  menuju rumah pak Hasyim untuk menemani pak Hasyim mengobrol.

“ma....mama....” teriak pak Hasyim memanggil istrinya

“iya pa....”jawab bu Diah setelah didepan pintu.

“Eh nak Aan”Bu Diah memandang wajah Aan.

“mau ibu buatkan kopi nak Aan?” tanya bu Diah kepada Aan.

“eemm...ga usah bu,,saya teh manis saja” jawab Aan dengan malu-malu

“baiklah, tunggu sebentar ya,,ibu buatkan dulu teh manisnya” kembali masuk kedalam rumah untuk membuatkan teh manis kepada nak Aan.

“Darimana An??” tanya pak Hasyim dengan lantang

“tadi abis jalan-jalan pagi pak Hasyim,,cari udara segar” jawab Aan sambil tersenyum

Setelah teh manis yang dibuatkan bu Diah disuguhkan kepada Aan, cerita demi ceritapun mampu memecah suasana pagi yang dingin. Waktu pun menunjukkan jam 10.30, Aan pamit pulang untuk sarapan dan bekerja. Aan seorang pemuda yang bekerja ditambang batubara yang ada didaerah tersebut. Sedangkan pak Hasyim juga bersiap untuk berangkat membajak sawah bersama istrinya.

Matahari pun lelah menerangi dunia selama 12 jam, hari semakin gelap dan itu isyarat malam akan datang. Keluarga pak Bima berkumpul dan bercengkrama dengan keluarga pak Hasyim. Suasana kekeluargaan sangat terasa pada malam itu. Disela-sela irama tertawa dan cerita keluarga ini, pak Bima memberitahukan kepada istrinya bahwa dia akan ikut serta dalam pemilihan kepala daerah.

“Ma,,papa ikut serta sebagai calon camat didaerah kita ma”sambil tersenyum memandang bu Nurjannah.

“Alhamdulillah pa, semoga allah memberikan yang terbaik ya buat papa” jawab bu Nurjannah dengan rasa gembiranya.

Waktu demi waktupun terlewatkan. Sampai pada pemilihan, pak Bima terpilih sebagai Camat daerah tersebut. Untuk menyambut berita baik ini, keluarga pak Bima melakukan syukuran sebagai ucapan terimakasih kepada yang maha kuasa.

Beberapa bulan pak Bima menjabat sebagai Camat, bu Nurjannah sering mengalami hal-hal buruk pada kesehatannya. Dengan rasa sakit yang bermacam-macam, bu Nurjannah memutuskan berobat ke rumah sakit terdekat. Tapi sama sekali tidak membuahkan hasil, beberapa penyakit yang di diagnosa dokter kepada bu Nurjannah sudah bermacam-macam. dari ginjal, Paru-paru, jantung dan berbagai penyakit membahayakan. Penyakit apakah sebenarnya??

Keluarga pak Bima kini berbalik menjadi sedih. Beberapa rumah sakit telah dicoba, tapi hasilnya sama saja. Ibadah yang dilakukan keluarga pak Bima pun selalu dilakukan. Meminta pertolongan dan petunjuk kepada ALLAH SWT.

hari demi hari di lalui bu Nurjannah dengan memanjatkan do’a kepada yang maha kuasa di atas tempat tidurnya. Walaupun kondisi bu Nurjannah kini semakin memburuk, bu Nurjannah selalu tersenyum dengan apa yang dia rasakan sekarang. Sampai pada akhirnya bu Nurjannah pun mengalami kelumpuhan, sehingga bu Nurjannah tidak bisa berjalan dengan sempurna.

Pak Hasyim, adik dari pak Bima menyampaikan kepada pak Bima supaya bu Nurjannah di obat secara tradisional, dengan kata lain memakai paranormal untuk mengobati bu nurjannah. Setelah pak bima setuju dengan pernyataan pak Hasyim tersebut, tanpa fikir panjang pak Hasyim langsung menghubungi kerabatnya diluar kota untuk mencari paranormal untuk penyembuha bu Nurjannah.

Keesokan harinya, seorang berjubah seperti pakaian para wali ini datang dengan diantar kerabat pak Hasyim. Sebelum kyai husein masuk ke rumah, kyai Husein memejamkan mata seperti ada yang tidak beres dirumah keluarga pak Bima ini. Setelah memanjatkan beberapa do’a, kyai husein masuk dan mengucapkan salam kepada bu Nurjannah.

“assalamualaikumwarohmatullahi’wabarokatu”ucap kyai dengan merdu sambil duduk disamping bu Nurjannah

“wa’alaikumsalam’warohmatullahiwabarokatu” jawab bu Nurjannah sambil memejamkan mata dan tersenyum.

“Apa yang ibu rasakan?”tanya kyai kepada bu Nurjannah

Bu Nurjannah tetap tersenyum dan mata terpejam

“Ibu!!! Apa yang ibu rasakan”sekali lagi kyai bertanya kepada bu Nurjannah

“ Ibu!!!apa ibu mendengarkan saya”tanya kyai dengan nada suara lebih tinggi.

Kyai husein memejamkan mata dan memanjatkan beberapa do’a sambil tangan kiri memegang telapak tangan bu Nurjannah dan tangan sebelah kanan tasbih indah berwarna hitam. Kyai husein mencoba memegang tangan dan memeriksa urat nadi bu Nurjannah.

dengan perlahan kyai husein meletakkan tangan kiri bu Nurjannah ke atas perut, kemudian giliran tangan kanan bu nurjannah yang diletakkan diatas perut, seperti posisi orang sholat.

kyai husein membuka mata, dan berkata merdu “Innalillahi wa’innalillahiroji’un” .

Dengan berat hati kyai Husein berbicara kepada pak bima, “subhanallah, istri bapak wafat dengan wajah tersenyum tanpa pucat sedikitpun”,.

Pak Bima dan keluarga yang lain kini sunyi,hanya menatap seorang wanita rendah hati dan sholehah berbaring dengan wajah tersenyum.

“Terlalu capat engkau memanggilnya ya ALLAH”,ucap pak Bima dengan sedih bercampur haru.

“Untuk beberapa hari ini, saya akan menginap disini dulu sampai pemakaman beliau selesai”,ucap kyai husein kepada pak Bima.

“baiklah kyai,dengan senang hati pak kyai”ucap pak Bima sambil menunduk kepada kyai husein.

“Sekarang kita urus saja jenazah, dan pemakaman’y” kata pak kyai kepada semua warga yang ada.

Dafa dan Aina tidak dapat menahan sedih diwajah mereka, mereka tampak sangat terpukul dengan kepergian ibunya tersayang. Semasa hidup ibunya, yang mereka tau bu Nurjannah tidak memiliki penyakit apapun itu. Bu Nurjannah selalu dalam keadaan sehat dan ceria. Dafa dan Aina masih tidak bisa percaya dengan penyakit yang secara tiba-tiba tersebut menyerang ibunya.

Dua hari setelah pemakaman, kyai husein pun berbicara dengan pak Bima soal wafatnya bu Nurjannah.

“kepergian beliau adalah kehendak allah,jadi terima dengan ikhlas. Semuanya pasti kembali kepada-NYA,” ucap kyai husein menasehati pak Bima

“Iya pak kyai,saya tau,,saya juga sudah ikhlas dengan kepergian istri saya,,tapi yang membuat saya tidak habis fikir,,penyakitnya yang secara tiba-tiba,,istri saya tidak pernah sakit separah itu pak kyai”jawab pak Bima dengan wajah bingung.

“Itu ilmu hitam” kata pak kyai dengan singkat

Pak Bima terkejut dan kaget mendengar pernyataan pak kyai yang mengejutkan.

“Maksudnya pak kyai????” tanya pak Bima dengan penasaran

“Iya,,sebelum saya masuk ke rumah pak Bima,saya sudah merasakan dan dapat saya lihat dimana tempat sumbernya” ucap kyai husein sambil menganggukkan kepala

“Barang tersebut ditanam oleh orang lain untuk menyakiti, sebenarnya barang tersebut untuk menyakiti anda sebagai kepala keluarga,,bukan istri anda,,tetapi takdir berkata lain”kata pak kyai bercerita.

Mendengar pernyataan kyai husein,pak Bima pun hanya bisa menyesali perbuatan orang yang tega menyakiti  keluarga mereka. Sebelum kyai husein kembali, kyai husein berniat memusnahkan barang yang ditanam dikolong rumahnya. Pak kyai tidak mau ada korban lagi akibat guna-guna tersebut.

Kekayaan, pangkat ,sampai pada sifat seseorang masih saja ada orang yang tidak suka. Setelah pak Bima menjadi camat, semua itu terjadi. Rasa iri dan dengki muncul di hati orang-orang yang tidak beriman.

kini keluarga pak Bima kembali seperti biasanya, pak Bima,  Dafa, dan Aina telah mengikhlaskan kepergian bu Nurjannah. Walaupun telah terungkap siapa yang tega menanam barang yang menjadi sarang setan tersebut, pak Bima tidak merasa dendam bahkan benci

dengan orang tersebut. Dalam do’a, pak bima hanya meminta ketenangan istri tersayangnya dialam sana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun