Mohon tunggu...
Joang Peby Bramingga
Joang Peby Bramingga Mohon Tunggu... Guru - Membaca sebelum menulis

Guru bahasa di sebuah sekolah menengah atas

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengenal Gaya Belajar Siswa pada Momen Pertemuan Pertama Pembelajaran

16 Oktober 2021   19:39 Diperbarui: 16 Oktober 2021   19:41 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Assalamu'alaikum, hai sahabat guru semua. Saya Jo, hari ini saya bersemangat sekali untuk mengulas 'Persiapan Guru dalam Mengesankan para Murid pada Pertemuan Pertama Tahun Ajaran Baru'


'Mengesankan buat murid', sebenarnya bukan itu sih tujuan primernya. Ada yang lebih strategis dari itu. Teaching tips kita kali ini adalah 'Mengenali Karakteristik Murid pada Momen Pertemuan Pertama Belajar'.


Pekan efektif pertama, jadwal pertama, pertemuan pertama, melenggang masuk ke ruangan kelas untuk pertama kalinya, bagi seorang guru, seperti juga yang sahabat guru semua alami memang memiliki 'thrill' tersendiri. Gugup, percaya diri, super excited.


Drill natural tahunan kita saat pertemuan pertama biasanya langsung mengecek presensi, memanggil satu per satu nama murid, dan mungkin mewawancarainya (satu atau dua pertanyaan cukup lah), dan itu... upaya yang amat hebat.


Atau, sahabat guru langsung memperkenalkan diri, menyebutkan nama lengkap, status, alamat, nomor hape, email, akun medsos (jangan lupa dicatet ya), lalu menarasikan curriculum vitae dengan sekian persen tambahan berupa 'bumbu fiksi', intinya riwayat hidup sahabat guru gak gitu-gitu amat.  


Anyway yang penting suasana mulai cair lah.


Walaupun kadang beberapa sahabat guru, termasuk saya, terbawa suasana super nyaman sampai-sampai membuka sesi tanya jawab seputar profil pribadi selama dua kali empat puluh lima menit.  


Pastinya sahabat guru memiliki pengalaman khas saat pertama kali masuk kelas. Dan seringkali, bagi di antara kita yang sudah beberapa tahun mengajar, langkah proseduralnya hampir sama:
1. Perkenalan guru
2. Perkenalan murid
3. Kontrak belajar
4. Overview silabus
5. Elemen penilaian
6. Stand up comedy
7. Show and tell koleksi pribadi??
8. Bahas film favorit


Ralat, kayaknya nomor 6, 7, dan 8 kurang esensial ya. Nah, list ini (daftar 5 teratas) yang barangkali sahabat guru lakukan.


Dari lima poin tersebut, saya pikir cukup banyak rupanya dari kita yang memberikan penekanan lebih ke poin kontrak belajar dan elemen penilaian. Kita ingin murid-murid mengetahui apa yang seharusnya dilakukan dan tidak dilakukan sepanjang satu semester belajar bersama kita.


Kita memberikan hints atau petunjuk bagaimana murid bisa berkinerja maksimal di mata pelajaran kita dengan mengetahui bobot setiap elemen penilaian. Kita bisa berlama-lama berdemokrasi menampung masukan sana-sini untuk merumuskan kontrak belajar yang fair.


Itu penting.


Namun yang terlewatkan adalah bagaimana sahabat guru bisa memanfaatkan momen pertemuan pertama itu untuk mulai mengenali karakteristik murid.


Mengenal murid atau dalam bahasa pedagogik 'Mengenal Karakteristik Peserta Didik' merupakan salah satu kompetensi guru yang paling penting.  


Sahabat guru, kita tahu bahwa murid-murid kita adalah sekelompok manusia yang di satu sisi seringkali berbagi karakteristik yang sama, remaja, pubertas, solidaritas sebaya yang tinggi, namun di sisi lain, dibalik warna seragam mereka yang sama, mereka tak pernah satu corak, mereka tak pernah satu warna, mereka unik dan berbeda-beda.


Murid A dan murid B adalah dua individu yang sama sekaligus berbeda.


Murid-murid kita bisa jadi sama dan setara dalam beberapa hal besar, kita sebut kesamaan dan kesetaraan ini dengan karakteristik kolektif. Karakteristik kolektif ini lebih berbicara tentang keseragaman dibandingkan perbedaan individu. Beberapa item yang membuat murid-murid kita sama di antaranya dilihat dari karakteristik perkembangan, dan karakteristik tingkatan umur


Para pakar psikolog pendidikan menyajikan referensi yang panjang terkait hal tersebut, yang perlu kita lakukan adalah membacanya.  
Sehingga sebagai contohnya, kita mengetahui bahwa sebagian besar murid kelas 7 SMP, rentang umur 12 sampai 13 tahun, berbagi karakteristik fisik, karakteristik sosial,karakteristik emosional, dan karakteristik kognitif tertentu, sesuai karakteristik perkembangan dan tingkatan umur mereka.


Personally, rasanya agak unik untuk mengamati fenomena perkembangan murid-murid transisi masa kanak-kanak ke remaja awal tersebut.


Mungkin sahabat guru sempat menerima keluhan dari orang tua murid yang anaknya baru menyelesaikan semester pertamanya di SMP, bahwa capaian hasil belajarnya menurun.


 Kita lumrah berpendapat bahwa faktor utamanya adalah perbedaan kurikulum. Di sekolah menengah pertama, sang anak berkenalan dengan lebih banyak guru, mempelajari lebih banyak mata pelajaran, mengikuti jam sekolah yang lebih panjang, mengikuti kegiatan ekskul yang tidak terbiasa mereka alami di sekolah dasar.


Tapi ada juga, saya yakin diantara sahabat guru semua yang menyalahkan fenomena pubertas. 'Pak, Bu, penurunan capaian akademik putra dan putri Bapak-Ibu adalah karena anak Bapak-Ibu sedang 'puber'.


Lalu sang orang tua pun mulai mengernyitkan dahi.


Walaupun sebetulnya jika menilik karakteristik perkembangan dan tingkatan umur, benar adanya bahwa rata-rata murid kelas 7 tengah berkutat dengan perubahan-perubahan, mulai dari fisik, ada yang fisiknya berkembang lebih awal, ada yang fisiknya berkembang belakangan, dua-duanya berurusan dengan dinamikanya tersendiri.


Belum lagi dari segi sosial, mereka sedang musim-musimnya mengekor, merasakan keinginan untuk menyamakan ciri-ciri dengan kebanyakan sebayanya. Dari segi emosional...         

   
Ya? Terlalu panjang ke situ.


Ya, intinya karakteristik perkembangan dan karakteristik tingkatan umur merupakan karakteristik kolektif murid yang perlu kita pahami.


Selain karakteristik perkembangan dan karakteristik tingkatan umur, kita bergerak lebih jauh dan menemukan adanya karakteristik kolektif  yang lain yang terletak pada identitas budaya, karakteristik gender, dan karakteristik sosioekonomi


Yang jelas dan singkatnya,  tiga hal ini lebih terbentuk karena nilai-nilai yang dianut dan berkembang di masyarakat tertentu, masyarakat di mana murid-murid kita berada, yang kemungkinan besar kita juga berada di situ dan menjadi bagiannya.
Jangan lupa sahabat guru juga memiliki identitas budaya, identitas gender, dan kriteria sosioekonomi tersendiri yang mempengaruhi cara sahabat guru dalam mengajar.


Sekalipun identitas budaya, gender, dan keadaan sosioekonomi ini merupakan karakteristik kolektif, tapi jika dalam satu kelas yang sahabat guru masuki terdapat kelompok-kelompok murid ber-suku bangsa, misal, jawa, sunda, minang, betawi, wah itu akan menjadi satu kelas dengan karakteristik kolektif yang beragam.


Dan ini bagian terserunya, murid-murid kita berbeda, beragam, dan bervariasi dalam hal inteligensi dan style atau gaya belajar


Berbicara mengenai inteligensi dan gaya belajar, barulah kita berbicara tentang karakteristik individu.


Baik, kembali ke intro di awal, bahwa misi saya dan sahabat guru semua adalah memanfaatkan momen pertemuan pertama masuk kelas untuk mulai 'curi start' memahami karakteristik murid atau peserta didik, maka dengan space atau keluangan waktu yang ada...
Yang memungkinkan untuk sahabat guru lakukan adalah menilik style atau gaya belajar mereka.


Sebentar! Kenapa 'enggak' inteligensi?  


Inteligensi? Mm, sahabat guru mungkin penasaran untuk mengetahui jenis dan kadar inteligensi murid-muridnya. Tapi sahabat guru juga harus sudah siap, mau tidak mau, melihat keragaman inteligensi murid secara bias.


Karena kadangkala pengetahuan kita sebagai guru terkait inteligensi murid tertentu akan mempengaruhi pandangan kita terhadap murid tersebut, membuat kita mudah melabeli murid-murid tertentu. Misal si A pandai Matematika, si B tidak terlalu pandai Bahasa, dan lain sebagainya.  


Terlebih lagi, terlepas dari pandangan kita terhadap intelegensi, apakah itu pandangan tradisional yang mempromosikan pengukuran inteligensi melalui tes standar stanford-binet atau tes IQ...


Atau apakah itu pandangan yang lebih kontemporer yang mempertimbangkan multipel inteligensi, yang jelas mengukur inteligensi murid memerlukan observasi yang teliti. Dan penarikan kesimpulannya pun tidak bisa terburu-buru.


Sebaliknya, gaya belajar merupakan 'notion' yang netral. Apapun inteligensi yang dimiliki murid, gaya belajar adalah mengenai bagaimana sang murid menggunakan inteligensinya untuk kebermanfaatan proses belajarnya. Gaya belajar merupakan preferensi atau pemilihan cara belajar yang konsisten sepanjang waktu.  


Sebentar, gunanya mengetahui gaya belajar murid ini untuk apa? Ya, data yang akurat tentang gaya belajar murid memungkinkan sahabat guru untuk merancang dan mem-variasikan langkah-langkah dan tipe instruksional pembelajaran yang cocok dengan preferensi cara belajar mereka.


Dalam lingkup gaya belajar beberapa ahli dan praktisi mengidentikkannya dengan modalitas VARK yang pertama kali dikembangkan oleh Neil Flemming pada 1987. VARK, V, A, R, K, V untuk visual, A untuk aural, R untuk read/write, dan K untuk kinesthetic. Untuk kelas pembelajaran jarak jauh yang menggunakan moda belajar daring atau online, tes modalitas belajar VARK yang tersedia melalui layanan vark-learn.com bisa dijadikan pilihan. Namun, kecuali sign up untuk layanan berbayar, sulit bagi sahabat guru untuk mendapatkan data murid yang mengisi kuesioner VARK melalui layanan tersebut. Tidak terlalu memungkinkan ternyata, tapi terlebih lagi... "But where is the fun of the first meeting?"


Untungnya dalam lingkup gaya belajar, modalitas VARK bukan satu-satunya teori yang mengemuka. Ada konsep yang jauh lebih tua seperti yang dikemukakan oleh Jerome Kagan pada tahun 1964 yaitu yaitu gaya pembelajar impulsif dan reflektif.

Ada juga konsep gaya pembelajar yang diteorikan oleh Herbert Witkin pada tahun 1977 yaitu gaya pembelajar field-dependent dan field-independent

Menarik untuk mengetahui bahwa di antara murid-murid kita, ada beberapa yang merupakan pembelajar yang impulsif, beberapa lagi mungkin reflektif. Ada yang field-dependent dan ada juga yang field-independent.

Baik, sedikit mengulas perbedaannya,

Gaya pembelajar mereka yang impulsif biasanya memproses atau memahami informasi dengan cepat, jika diberikan pertanyaan terbuka yang jawabannya relatif atau tidak pasti, mereka cenderung merespon dengan cepat.

Mereka yang bergaya belajar impulsif juga seringkali tidak mengumpulkan banyak informasi untuk mengambil kesimpulan, respon mereka pun tidak terlalu sistematik, dan mereka tidak terlalu banyak pertimbangan dalam menentukan pilihan atau mengambil keputusan.  

Sementara itu, gaya pembelajar mereka yang reflektif biasanya memerlukan lebih banyak waktu untuk mengumpulkan informasi dan mengetes relevansinya sebelum memberikan respon. Respon yang diberikan pun lebih sistematik dan terstruktur. Kelebihan lainnya pembelajar reflektif itu jarang atau lebih sedikit melakukan kesalahan dalam mengerjakan tugas dibanding pembelajar yang impulsif.

Berikutnya, gaya pembelajar mereka yang field-dependent pemahamannya benar-benar tergantung pada konteks atau bidang yang melingkupinya. Jika diberikan struktur baku, prosedur, panduan, atau contoh seorang pembelajar field-dependent akan menganalisis dan mengikutinya.    

Sementara itu, gaya pembelajar mereka yang  field-independent mampu membangun pemahamannya sendiri sekalipun tidak tersedia struktur baku, prosedur, panduan atau contoh.

Sekalipun diberikan konteks atau bidang lingkup, misal diberikan panduan langkah-langkah pengerjaan tugas, mereka yang field-independent lebih memilih menggunakan gagasannya sendiri dan seringkali menemukan sendiri langkah-langkah pengerjaan sebuah tugas yang bisa jadi lebih efisien dari panduan yang diberikan. Jadi berikut tips mengajar atau mengelola kegiatan pada pertemuan pertama yang saya berikan, ingat tujuan kita dan sahabat guru semua adalah mulai mengenal karakteristik murid atau peserta didik dari segi gaya belajarnya.  


Secara garis besar, tips instruksional yang bisa sahabat guru lakukan pada pertemuan pertama yang berorientasi ke investigasi gaya belajar murid adalah


1. Merancang kegiatan atau tantangan yang menarik perhatian murid.
Ya, kita bisa mengganti sebutan kegiatan dengan, misal, TANTANGAN untuk memberikan kesan lebih provokatif. Katakanlah dalam pertemuan pertama kegiatan utama di kelas adalah perkenalan, maka kita merancang kegiatan perkenalan itu dengan sedikit berbeda dan kalau bisa cukup menantang.


2. Instruksional kegiatan/tantangan yang diberikan dibuat lebih umum dan tanpa diberikan contoh konkret. Misal:
"Kamu diberikan waktu 30 menit untuk ungkap sisi pahlawan super dirimu, siapakah dirimu sebenarnya?"


3. Berikan beberapa rekomendasi langkah-langkah pengerjaan (untuk mengakomodasi pembelajar field-dependent)
"Isi tes kepribadian ini dan temukan siapa versi pahlawan super dirimu." 


4. Minta murid segera mempresentasikan hasilnya, berikan catatan misal yang lebih dulu mengklaim satu identitas pahlawan super maka dialah yang asli


Nah, perlu sahabat guru ingat bahwa fokus kita bukan menilai performa atau konten yang dihasilkan murid, walaupun hal itu juga bisa diupayakan khususnya untuk guru bahasa. Fokus kita adalah mengamati kemunculan fenomena-fenomena unik di lapangan eh di kelas, di antaranya:


a. Mencatat waktu murid-murid yang merespon atau menyajikan hasil pengerjaan paling cepat. Kecepatan pemrosesan informasi dan pengambilan keputusan merupakan indikasi murid bergaya belajar impulsif

b. Menandai murid-murid yang butuh waktu lebih lama untuk merespon atau menyajikan hasil pengerjaan. Pertimbangan yang matang merupakan indikasi murid bergaya belajar reflektif

c. Mencatat atau menandai murid-murid yang bertanya. Mungkin ada yang bertanya contoh atau cara mengerjakan, bertanya untuk memastikan cara pengerjaan mereka sudah benar, dan lain sebagainya. Kebutuhan akan panduan, prosedur, tata cara, contoh merupakan indikasi murid bergaya belajar field dependent

d. Mencatat murid-murid yang berkreasi bebas atau bahkan di luar ekspektasi. Murid yang berkreasi bebas merupakan indikasi murid bergaya belajar  field independent  

e. Mencatat murid yang lebih memilih anjuran orang lain daripada pilihan pribadinya. Murid yang lebih condong untuk menerima informasi dari pihak ketiga, dalam hal ini hasil tes kepribadian, merupakan indikasi murid bergaya belajar reflektif

f. Mencatat murid yang lebih condong kepada pilihan pribadinya daripada mengikuti anjuran orang lain. Murid yang lebih condong untuk mengabaikan informasi dari pihak ketiga, dalam hal ini hasil tes kepribadian, merupakan indikasi murid bergaya belajar impulsif  

Ok, wrapped up! Pertemuan pertama masuk kelas bisa menjadi sangat mengesankan di mata murid, kita tidak berbangga dengan hal itu, bagi kita para guru, setiap pertemuan dengan murid, termasuk pertemuan pertama, baik itu di kelas ataupun di luar kelas, adalah ajang untuk semakin mengenal karakteristik mereka.

Sahabat guru, mari kita mulai merencanakan strategi untuk mengenal peserta didiknya masing-masing. Banyak cara yang bisa dilakukan, beberapa saran di antaranya:

Untuk mengenal karakteristik perkembangan, dan karakteristik tingkatan umur kita bisa membaca referensi terkait

Untuk melihat identitas budaya kita bisa melakukan sedikit riset profil murid di database tata usaha dan wawancara individu untuk mengambil informasi tentang latar belakang budaya murid

Untuk mempertimbangkan karakteristik gender kita bisa membaca dan memahami referensi terkait 'gender bias' dalam pendidikan dan pengajaran di kelas

Untuk mengetahui karakteristik sosioekonomi, sedikit riset profil murid di database tata usaha dan wawancara individu untuk mengambil informasi tentang kondisi sosioekonomi murid bisa kita lakukan

Untuk mengenali inteligensi murid, kita bisa menilik minat murid di luar mata pelajaran yang sahabat guru ampu, lihat ekskul yang dipilih murid bahkan hobi di luar sekolah yang dilakukannya, ingat bahwa inteligensi memang mewujud dalam beragam bentuk

Untuk mengetahui style atau gaya belajar, kita bisa memberikan kuesioner VARK atau mengamati impulsivitas, reflektivitas murid dalam kegiatan belajar

Kesimpulan mengenai gaya belajar ini tidak bisa dikatakan final tapi setidaknya memberikan gambaran kasar tentang gaya belajar murid-murid kita.

Sahabat guru, investigasi gaya belajar murid memang memerlukan proses, tidak bisa hanya mengandalkan satu atau dua kali hasil pengamatan. Kesimpulan sahabat guru tentang gaya belajar seorang murid akan semakin menguat jika sahabat guru menemukan kemunculan gaya belajar tertentu yang terus berulang.  

Upaya yang kita lakukan akan memperkuat profesionalitas kita sebagai guru yang mengindahkan kaidah pedagogik terutama yang berhubungan dengan pemahaman karakteristik peserta didik.  

Disarikan dari buku Psychology Applied to Teaching, Jack Snowman

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun