Mohon tunggu...
Johan Saputro
Johan Saputro Mohon Tunggu... Lainnya - Pranata Humas Pemkab Grobogan

Alumni Mahasiswa Ilmu Komukasi UIN Suka--Yogyakarta. Pengagum pemikiran Cak Nur, Gus Dur dan Cak Nun. Masih tahap proses pencarian, pemaknaan tentang "hening". Belajar mengerti, memahami dan menghayati "hening", karna dalam "hening" Aku ada.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Kirana: Hello? It's Me!

10 Januari 2016   10:42 Diperbarui: 10 Januari 2016   16:41 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku bagaikan pihak tertuduh pelaku tindakan kriminal yang sedang diinterogasi seorang penyidik. Aku tak bisa berkutik. Aku tertunduk. Flash-back Kenangan bersamamu menghambur memenuhi pikiranku. Sial!

"... Hanya kata yang lugas... yang kini tercipta..."


Mendengar kata-katamu membuatku tertunduk. Lusuh tercipta mendekap diriku. Aku kembali teringat kenangan-kenangan kisah yang pernah singgah bersamamu. Di tengah kuncup asmara kita sebagai sepasang kekasih remaja belia yang sedang merekah-rekahnya, aku memutuskan untuk mengambil jarak denganmu, menghilang, dan menarik diri dari segala yang berkaitan tentangmu. "Maaf," kataku. Butir air mata menetes dari matamu. Mulanya aku hanya ingin menguji perasaanku, tentu juga menguji perasaanmu, dengan tidak menghubungimu seintens seperti yang pernah terjadi. Namun yang terjadi aku malah semakin nyaman dengan "kesendirian" dan "kesunyian" yang tercipta. Meski ada sebuah dorongan untuk terus memperhatikanmu, aku berusaha mengabaikannya.


"... Semakin jauh kumelangkah... semakin perih jejak langkahku..."


Sudah setengah jam berlalu. Chocolate milkshake-mu kini tinggal separuh gelas, aku masih belum memesan apa-apa.

"Kau tahu apa yang aku lakukan sejak kamu menghilang?" katamu.

Aku masih terdiam.

"Aku mengkhawatirkanmu! Kau tahu rasanya mengkhawatirkan orang yang bahkan mungkin sudah tak mempedulikanmu lagi? Itu sakit Jon," lanjutmu dengan suara yang bergetar. "Tapi aku masih memikirkanmu, mengenangmu, dan menikmati segala rasa sakit yang tercipta karenanya," ujarmu.

Butir air mata kembali menetes dari matamu. "Aku merasakan kesakitan yang sama," batinku.


"... Hariku pun semakin sombong... meski hidup terus berjalan..."


Aku merasa sunyi. Rasa bersalah mulai menggerogoti hati dan pikiranku. Semua ingatan, dosa, keegoisan, ke-zalim-an, kesesatan berpikir, keputusan yang salah di masa lalu mulai berlesatan bagaikan jarum-jarum cahaya menghujam menghujani pikiran dan perasaanku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun