Mohon tunggu...
zainudin zen
zainudin zen Mohon Tunggu... karyawan swasta -

senantiasa bersyukur atas semua yang ada

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

BBM Dahlan dan Jokowi

28 November 2014   22:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:35 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1417163195621332306

Banyak yang mengecam Jokowi terkait keputusannya menaikkan BBM tahun ini. Seandainya Dahlan Iskan yang menaikkan harga BBM apakah kita juga akan memprotesnya sekeras protes kita kepada Jokowi. Kita tahu bagaimana sikap Dahlan soal BBM. Kenaikan premium sebesar 2000 rupiah di jaman SBY lalu bahkan oleh Dahlan dianggap sudah sangat terlambat.

Negara tidak boleh mundur oleh tekanan dari manapun juga kata Dahlan Iskan. Dahlan yang saat itu masih menjabat meneg BUMN mendukung penuh kenaikan harga BBM oleh presiden SBY. Bila Jadi Presiden Dahlan pun pasti juga bakal menaikkan BBM seperti halnya Jokowi sekarang.

Bagi Dahlan Menaikkan BBM itu tentu bukan karena tekanan asing, bukan juga karena tidak peduli sama rakyat miskin tapi memang kenaikan BBM adalah sebuah akal sehat bagi bangsa ini.

Kenaikan BBM memang ibarat pil pahit yang harus diminum bila negara ini mau sehat. Awalnya memang semua terasa pahit. Semua harga barang dan jasa naik. Inflasi juga pasti naik. Orang miskin bertambah dan hidup untuk sementara memang jadi semakin susah. Memang pahit tapi tidak sampai membuat kita mati.

Kebijakan jaring pengaman sosial pun tentu tidak bisa menjangkau seluruh rakyat miskin di negara ini. Akan selalu ada cerita pilu warga yang tidak tersentuh tunjangan kesehatan dan uang pengganti kenaikan BBM.

Tetapi dari situ kita mencoba bangkit dan berusaha dengan negara sebagai pembuka jalan utamanya. Dana subsidi BBM yang tiap hari habis dibakar itu bisa dipakai untuk pembangunan infrastruktur, layanan kesehatan, pendidikan yang berkualitas serta program mobil listrik nasional.

Terdengar klise memang tapi memang di situlah pokok masalahnya. Bahwa selama ini kita kerap terlena menikmati harga BBM yang disubsidi tanpa mau berpikir bahwa uang subsidi itu sebenarnya bisa digunakan untuk kehidupan yang lebih baik lagi. Tidak hanya sekarang tapi juga untuk anak cucu kita di masa datang.

Bila Jepang saja bisa bangkit setelah negerinya porak poranda akibat perang dunia, tidakkah kita sedikit mau menderita hidup susah demi anak cucu kita. Kenaikan harga bensin dan solar sebesar 2000 rupiah itu tentu tidak ada apa apanya bila dibandingkan dengan bom atom Amerika.

Atau memang kita memang lebih suka memilih jalan kedua menikmati BBM subsidi ini sampai mati.

Lifting minyak kita hanya sekitar 800 ribu barel per hari sedangkan kebutuhan minyak kita sudah sekitar 1,5 juta barel. Sisa yang 700 ribu barel itu harus diimpor tiap hari oleh Pertamina. Tiap hari, bukan tiap bulan. Dengan nilai puluhan trilyun jumlahnya.

Bila BBM selalu disubsidi maka anggaran negara suatu saat pasti jebol. Jebolnya anggaran hanya bisa ditutup dengan hutang. Hutang yang semakin membengkak bakal menjadikan bangsa ini bangkrut total. Saat itu bukan hanya jalan dan jembatan yang tidak bisa dibangun tapi gaji pegawai pun bakal terkatung katung akibat krisis ekonomi.

Krisis ekonomi membuat nilai rupiah bakal terjun bebas, lantai bursa dipenuhi aksi jual (panic selling) dan ancaman terjadinya hiper inflasi. Bila kenaikan BBM menyebabkan inflasi maksimal sebesar 2,5 % maka hiper inflasi bisa menyebabkan uang sejuta hanya bisa untuk membeli sepotong kue saja.

Bila saat BBM dinaikkan kita begitu prihatin dengan kehidupan rakyat kecil yang miskin dan susah. Maka saat krisis terjadi, percayalah kita mungkin sudah tidak bisa melihat lagi mereka ada dimana. Tersapu gelombang krisis yang bahkan bisa menghancurkan sendi sendi kemanusiaan itu sendiri.

Jadi siapapun Presidennya, menaikkan BBM adalah sebuah keniscayaan. Tidak peduli dulu Jokowi pernah berbusa busa mulutnya menentang kenaikan BBM, sekarang akhirnya dia sadar bahwa BBM memang harus dinaikkan. Itu artinya Jokowi masih menggunakan akal sehatnya bukan melulu perasaannya belaka bahwa subsidi itu harus selalu ada.

Sedangkan Dahlan Iskan dari dulu selalu konsisten menghapus subsidi BBM. Bukan asal menghapus tapi dengan solusi cerdas mobil listrik nasional.

Tinggal kita melihat apa yang selanjutnya bisa mereka lakukan. Bila Dahlan aktif blusukan dengan program kaliandra untuk listrik di pulau terluar, apakah Jokowi di pemerintahan bisa melanjutkan program mobil listrik nasional yang bahkan prototypenya sudah disediakan oleh Dahlan.

Tinggal melanjutkan Pak Jokowi
Bukan membangunnya dari awal

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun