Bila BBM selalu disubsidi maka anggaran negara suatu saat pasti jebol. Jebolnya anggaran hanya bisa ditutup dengan hutang. Hutang yang semakin membengkak bakal menjadikan bangsa ini bangkrut total. Saat itu bukan hanya jalan dan jembatan yang tidak bisa dibangun tapi gaji pegawai pun bakal terkatung katung akibat krisis ekonomi.
Krisis ekonomi membuat nilai rupiah bakal terjun bebas, lantai bursa dipenuhi aksi jual (panic selling) dan ancaman terjadinya hiper inflasi. Bila kenaikan BBM menyebabkan inflasi maksimal sebesar 2,5 % maka hiper inflasi bisa menyebabkan uang sejuta hanya bisa untuk membeli sepotong kue saja.
Bila saat BBM dinaikkan kita begitu prihatin dengan kehidupan rakyat kecil yang miskin dan susah. Maka saat krisis terjadi, percayalah kita mungkin sudah tidak bisa melihat lagi mereka ada dimana. Tersapu gelombang krisis yang bahkan bisa menghancurkan sendi sendi kemanusiaan itu sendiri.
Jadi siapapun Presidennya, menaikkan BBM adalah sebuah keniscayaan. Tidak peduli dulu Jokowi pernah berbusa busa mulutnya menentang kenaikan BBM, sekarang akhirnya dia sadar bahwa BBM memang harus dinaikkan. Itu artinya Jokowi masih menggunakan akal sehatnya bukan melulu perasaannya belaka bahwa subsidi itu harus selalu ada.
Sedangkan Dahlan Iskan dari dulu selalu konsisten menghapus subsidi BBM. Bukan asal menghapus tapi dengan solusi cerdas mobil listrik nasional.
Tinggal kita melihat apa yang selanjutnya bisa mereka lakukan. Bila Dahlan aktif blusukan dengan program kaliandra untuk listrik di pulau terluar, apakah Jokowi di pemerintahan bisa melanjutkan program mobil listrik nasional yang bahkan prototypenya sudah disediakan oleh Dahlan.
Tinggal melanjutkan Pak Jokowi
Bukan membangunnya dari awal
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H