"Saya hanya berharap orang-orang hanya melihat dan memaknai film Joker sebagai tontonan semata", sela Phillips ketika menolak gagasan yang berkata bahwa film tersebut berpotensi untuk disalahinterpretasikan atau menginspirasikan kejahatan di dunia nyata (Dockterman, 2019).
Akan menjadi masalah yang lebih rumit bila film dengan rating dewasa seperti Joker ini dipertontonkan ke kalangan yang lebih muda. Pratiwi (2019) menjelaskan bahwa anak-anak yang berusia kurang dari delapan tahun belum mampu membedakan kenyataan dan dunia fantasi mereka.Â
Pada usia anak-anak, otak dapat diibaratkan layaknya spons, yang berfungsi menyerap informasi tanpa bekal suatu kemampuan dalam memilah informasi dengan tepat dan alhasil tontonan tersebut akan mudah mempengaruhi anak-anak dikarenakan sifat belajar mereka adalah dengan cara observasi, imitasi atau meniru hal yang dilihat, dan kemudian mengadopsi perilaku tersebut. Sehingga pada usia demikian inilah anak-anak masih sangat rentan terkena efek negatif dari tontonan seperti film Joker.
Teori transportasi disertakan guna membantu pembahasan topik terkait aftertaste atau efek kelanjutan yang dirasakan oleh anak setelah menonton film Joker. Teori transportasi disusun oleh Melanie Green dan Timothy Brock.Â
Teori ini diartikan sebagai teori yang menghanyutkan pemikiran dan kesadaran seseorang ketika melakukan aktivitas yang menghubungkan cerita dari sebuah tontonan dan bacaan sebagai media dengan psikologis orang yang menonton atau membacanya.Â
Ketika aktivitas ini dilakukan, pribadi yang menjadi sebagai penonton ataupun pembaca akan merespon dan menghantarkan personalitas dan pengalamannya ke dalam media yang dinikmati tersebut.Â
Teori transportasi mendeskripsikan bahwa orang-orang telah diangkut dari dunia nyatanya dan terbawa ke dunia cerita yang sedang berlangsung di film dan buku.Â
Mereka bahkan lupa waktu, lupa tempat, serta mengabaikan sekeliling mereka sebab terbawa perasaan dan emosi baik positif maupun negatif ketika menyimak cerita yang mereka nikmati.Â
Sebagai proses dari teori transportasi, khalayak juga mengapresiasi cerita yang mereka hubungkan dengan pengalaman mereka tersebut sebagai suatu mahakarya yang memiliki nilai seni yang berkualitas (Littlejohn, 2017).
Kunci utama dalam teori transportasi adalah adanya suatu naratif atau cerita. Transportasi terjadi ketika seseorang merespon isi dan makna cerita yang disajikan melalui membaca, menonton, atau mendengarkan beragam media.Â
Green dan Brock berpendapat bahwa buku dapat meningkatkan level transportasi karena para pembaca perlu untuk mengkreasikan gambaran mental dari sebuah cerita untuk diri mereka pribadi, walaupun transportasi tersebut dapat juga terjadi dengan bantuan bahan-bahan audio-visual seperti film, video game, atau tontonan lainnya yang dapat dinikmati melalui internet. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya proses transportasi:
- Dari sisi pemberi cerita atau objek yang memiliki cerita, sebuah naratif harus memiliki alur cerita yang imajinatif, karakter-karakter yang dapat diidentifikasi, serta mengandung kesan bahwa cerita yang disuguhkan terasa nyata bahkan pernah terjadi di kehidupan seseorang.
- Dari sisi khalayak, transportasi akan meningkatkan kemampuan dalam mengandalkan kedekatan dengan materi di sekitar, tingkat pengetahuan, transportabilitas, dan tingkatan kepada penanggap yang mana yang berfokus kepada materi di dalam media tersebut.