Mohon tunggu...
1125yAD
1125yAD Mohon Tunggu... mahasiswa -

menulis sebagai refleksi atas kebaikan hidup

Selanjutnya

Tutup

Politik

Amandemen ke-5 UUD 1945: Suatu Keniscayaan Konstitusional Dalam Rezim Reformasi

24 Januari 2017   16:44 Diperbarui: 24 Januari 2017   17:44 2430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam konteks pemilu dalam memilih Presiden dan Wakil Presiden pasca amandemen juga menunujukan perubahan ke arah yang lebih demokratis. Dimana sebelum amandemen pemilihan tersebut dilakukan melalui MPR yang sarat dengan kompromi dan lobi – lobi dari berbagai fraksi partai politik yang outputnya seperti bisa dilihat pada era Presiden Soeharto yang jelas sekali ada dominasi salah satu partai politik bahkan sampai mobilisasi PNS untuk memilih yang bersangkutan dengan intimidasi pencopotan apabila keinginan tersebut tidak terpenuhi. 

Yang akhirnya menciptakan kehidupan demokrasi di Indonesia menjadi tercoreng dan KKN selalu mewarnai perjalanan pemerintahan pada waktu itu. Setelah amandemen, maka pemilu dilakukan langsung oleh rakyat , dimana rakyat bebas untuk menjatuhkan pilihannya sesuai dengan aspirasi dan hati nuraninya. Ditambah pula dengan kehadiran KPU sebagai penanggungjawab pelaksanaan pemilu yang bersifat independen dan bebas dari kooptasi pemerintah dan partai – partai politik yang dominan.

Komposisi dan keanggotaan MPR juga mengalami perubahan pasca amandemen. Dimana yang sebelumnya anggota MPR yang terdiri dari para anggota DPR yang terpilih ditambah utusan golongan dan daerah , maka pasca amandemen mengalami perubahan menjadi terdiri dari anggota DPR sebagai representasi dari partai politik dan anggota DPD sebagai perwakilan daerah. Hal tersebut tentunya suatu perkembangan yang berarti, pasalnya DPD sebagai transformasi dari utusan daerah lebih dapat mewakili aspirasi dari daerah ketimbang pendahulunya. 

Walaupun kewenangannya hanya terbatas pada mengajukan dan ikut membahas RUU saja, dimana keputusan final ada di tangan DPR. Tetapi hal tersebut merupakan sebuah kemajuan untuk lebih mendengarkan dan turut serta dalam memahami denyut jantung perkembangan daerah yang dilakukan melalui mekanisme otonomi daerah melalui sistem desentralisasi.

Di tengah euforia dan optimisme dalam merasakan berbagai kemajuan dalam sistem ketatanegaraan dan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, maka setelah bergulirnya waktu keberlakuan UUD 1945 hasil amandemen mulai dipertanyakan relevansinya dalam menjawab berbagai tantangan kehidupan demokrasi yang berputar secara cepat. Berbagai kalangan menilai masih terdapat beberapa kelemahan terhadap hasil amandemen tersebut. Salah satunya dilontarkan dari Valina Singka Subekti, mantan anggota KPU dan PAH 1 MPR. 

Beliau menyatakan ada berbagai kelemaham dan ketidaksempurnaan pada saat proses amandemen tersebut dilakukan. Yang pertama, bahwasanya selama proses perubahan UUD 1945, peran elite fraksi di PAH BP MPR dan DPP partainyasangat besar. Kedua, warna aliran mempengaruhi secara terbatas pandangan dan sikap fraksi. Ketiga, proses politik di MPR selama perubahan pertama sampai keempat UUD 1945 diwarnai kompetisi, bargaining, dan kompromi. 

Keempat, perdebatan fraksi-fraksi di PAH BP MPR juga diwarnai kepentingan partai. Hal tersebut tentunya mengindikasikan bahwa UUD 1945 hasil amandemen terdapat kelemahan lantaran dominanya kepentingan politik yang medominasi dalam penyusunannya. Yang berimbas pada hasil amandemen tersebut tidak mencerminkan kehendak luhur dari masyarakat melainkan lebih bertendensi pada kepentingan pragmatis para elite politik.

Perubahan dinamika masyarakat dan bangsa yang diakibatkan proses globalisasi dan universalisme pemahaman akan kehidupan yang lebih demokratis, menuntut penyesuaian atas segala sendi hukum dan politik negara Indonesia. Tak terkecuali adapatasi UUD 1945 untuk dapat menjawab tantangan dari kompleksitas permasalahan masyarakat yang selalu berkembang. 

Keniscayaan amandemen UUD 1945 merupakan suatu hal yang mendesak untuk segera dilakukan dalam rezim reformasi yang mengakomodasi transformasi struktural sistem dan bangunan ketatanegaraan, demi terciptanya kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia yang lebih demokratis. Dimana bangunan sistem ketatanegaraan Indonesia dan sistem politik sebagai urat nadi dalam memutar roda pemerintahan mengandung urgensi untuk diadakan perubahan sebagai bagian untuk menjaga tatanan ideal bagi keberlangsungan sistem pemerintahan yang lebih efisien, produktif, dengan mengemban semangat keadilan substansial dan kesejahteraan masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun