Pembicaraan usai di situ, tapi belum membuat Tyta menyerah. Atas nama penasaran, Tyta pun menepikan motor di depan kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja. Tempat itu memang menyita seluruh perhatian Tyta belakangan ini.
Sabtu siang itu agak sepi. Tidak seperti biasa, banyak orang berjubel menawar,meneliti, lalu membeli.
Tyta melihat deretan formulir lowongan kerja tergeletak manis menanti pembeli seolah-olah berteriak : “Buy me, Ma’am ”. Tyta menertawai imaginasinya.
Wuih, ternyata lengkap banget. Mau tingkat Pemkab, Pemkot hinga Pemprop. Tinggal pilih saja. Bahkan prediksi soal ujian juga ada.
“Berapa ini, Pak ?” tanya Tyta sambil membolak-balik isi soal ujian CPNS itu pada seorang bapak yang duduk bersila dibawah terik mentari. Jelas ini adalah rejeki musiman untuk orang-orang seperti mereka.
“15 rebo. Mau?”
Yang jawab justru anak muda disebelahnya, berusia sekitar delapan belas tahun. Entah siapanya Bapak itu.
“Cuma ini yang diuji ?’ tanya Tyta membolak balik materi yang di test. Ada Pancasila, Tata Negara, Kebijakan Pemerintah, Politik, Ekonomi, Hukum dan Skolastik.
“Iya.” Pemuda itu mengangguk pasti.
“Kenapa tidak ada test kebohongan ya ?”gumam Tyta pelan
“Apa, Mbak ?”