Mohon tunggu...
JENY KHAENI
JENY KHAENI Mohon Tunggu... karyawan swasta -

JENY KHAENI is a passionate reader who loves to write, creativity addicted, and an enthusiastic amateur photographer. She is working in shipping company. Follow her on twitter@JKHAENI

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

What If You Were Positive ?

1 September 2015   16:59 Diperbarui: 1 September 2015   16:59 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

“Lalu apakah anda tahu makna pita merah ?”tanya Namira menunjuk pita yang tersemat di dadanya.

Seorang mahasiswi mengacungkan tangan dan menjawab.

“Pita merah merupakan symbol internasional dari AIDS Awareness yang ditujukan sebagai kepedulian terhadap HIV/AIDS. Pita merah lahir pada tahun 1991 sebagai kreasi dari visual Aids kota New York. Mereka ingin menemukan suatu tanda peringatan abadi dan menjadi symbol untuk mempersatukan semua pihak di seluruh dunia agar peduli terhadap penyebaran AIDS. Memberikan dukungan kepada ODHA dan orang –orang yang meninggal dunia akibat korban HIV/AIDS dan mereka yang merawat ODHA”

“Sekarang katakan kepada saya berapa kali anda telah melewati bulan desember?”

“19, 22, 24… 26 …..” jawab audiens dari berbagai arah.

“Anda sangat beruntung. Masih ada desember berikutnya menanti. Bersyukur dan bersuka citalah. Tapi tidak papaku, Aditya. Desember tidak akan pernah datang lagi untuknya. Juga bulan-bulan yang lain.” mata Namira berkaca-kaca.

“Dia meninggal di bulan April. Tepat setelah 4 bulan pemeriksaan tidak sengaja pertamanya.”suara Namira bergetar.

“Saat itu keluhan papa adalah dada sesak dengan sakit tak terperikan. Mama curiga terkena radang paru-paru. Setelah diperiksa, ternyata paru-paru papa sudah bolong, ginjal sebelah kanan rusak dan tidak berfungsi. Sistem imunitas tubuh sudah tidak mampu memproteksi dirinya. Hasil pemeriksaan menunjukkan jumlah virus HIV dalam tubuh teramat banyak dan berkembang ke fase AIDS. Dalam kurun waktu itu, papa sama sekali tidak mengetahui tubuhnya penuh dengan virus.

“Dan…dan…” suara Namira tercekat.

“Ternyata mama ikut tertular. Dia HIV positif. Adikku, Cecil juga tertular,” air mata Namira jatuh mengalir dipipinya. Luka itu begitu jelas di raut wajah Namira. Perih dan pedih mengiris hati.

Dulu bagi Namira, HIV/AIDS awareness hanyalah iklan semata di TV. Lebih mirip seremonial belaka pemandangan yang dia lihat saat perjalanan pulang dari sekolah. Para aktifis membagi bunga mawar kepada para pengendara mobil yang lewat sambil berlong march menuju Lapangan Merdeka hanya membuat jalanan macet. Dia begitu jengkel karena harus terlambat pulang kerumah. Meski begitu, dia tetap membuka kaca mobil dan menerima bunga mawar itu sambil tersenyum saat mobil yang membawanya terjebak diantara kerumunan massa. Dia tidak pernah menyangka keadaan akan memaksanya untuk menerima kenyataan pahit yang dia alami sekarang. Sebuah jalan dan pilihan yang bisa dirubah dari awal bila kita benar-benar aware.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun