“Oh, apa itu merisaukanmu ?” tanya setan wanita lagi
“Tidak! Akan kubiarkan dia menjadi kepercayaan agama. Agama adalah sebuah jalan menuju kebenaran. Tapi orang yang berpegang kuat-kuat pada penunjuk jalan, tidak dapat berjalan terus menuju kebenaran. Sebab, ia mengira telah memilikinya.Menganggap sudah tahu apa itu kebenaran sejati. Ibarat orang yang sedang menaiki tangga, dia harus melepaskan pegangan anak tangga untuk dapat menaiki anak tangga berikutnya. Bila tidak, ia tidak akan pernah sampai.”
“Wah, jenius sekali. Jadi kita biarkan saja mereka saling membunuh, saling mengutuk, saling berdebat demi segenggam kebenaran itu ? Hebat ! Sayangku memang luar biasa,”puji setan wanita tertawa jahat. Sederet kawat giginya bersinar cemerlang.
Merpati yang mendengar percakapan itu jadi merinding.
“Apakah manusia tidak tahu hal itu, Elang ?”
“Kurasa tahu. Hanya saja manusia lebih suka mengerdilkan kebenaran itu dalam bingkai agama. Sehingga kebenaran yang dilihat hanyalah selebar bingkai agama yang dibeli. Padahal, kebenaran sejati bukanlah hapalan kalimat di kitab. Mereka merapal doa, tapi tidak mengerti makna, apa gak mirip kawan kita- Si Beo ?
“Kasihan ya, manusia,” ujar Merpati bersimpati. Manusia memiliki kebjaksanaan tinggi untuk menemukan kebenaran sejati. Cuma herannya, ingin menemukan kebenaran, kok malah takut sama kebenaran. Ingin melihat kebenaran, kok malah membutakan mata hati sendiri. Manusia memang aneh. Benar-benar……”
“Hussh, diam dulu,”potong Elang. Dia melihat serius ke Kios Buddha. Ada seorang pemilik kios Kristen yang mendekati guru Zen ternyata.
“Bolehkah saya membaca beberapa kalimat di Alkitab ?”
“Silahkan, akan kudengarkan dengan senang hati,”jawab Guru Zen
Pemilik kios Kristen membaca beberapa ayat lalu berhenti sejenak dan melihat reaksi guru.