Namun bukan tidak mungkin dan penulis yakin masih ada tentunya di antara mereka yang 'belum pulih dari sakitnya' sehingga bantuan masih perlu dilakukan agar hidup dan kehidupannya bisa berkelanjutan.
Itu sebabnya terhadap mereka ini, bantuan dalam segala bentuknya masih diperlukan (tidak hanya sebatas bulan Desember 2022) supaya tidak semakin terpuruk dalam menatap masa depannya.
Atau dalam perkataan lain, terapi penyembuhannya tidak cukup sebatas/seperti pemberian "paracetamol" atau Acetaminophen yang hanya bersifat sementara, setelah itu "demam" atau derita sakitnya kembali kambuh.
Lagi pula kenaikan harga BBM kali ini tidak berlaku hanya sampai dengan batas bulan Desember 2022, kan?
Betapa perlunya komunikasi intrapersonal
Menyikapi kenaikan harga BBM pastinya banyak yang telah dilakukan oleh berbagai kalangan.
Ada yang pro dan kontra (hingga melakukan unjuk rasa atau demo di sejumlah tempat) serta ada pula yang bersikap netral. Itu semua dalam lingkup negara penganut paham demokrasi wajar adanya, bisa dipahami tentunya.
Namun jika dilihat perkembangannya hingga tulisan ini disusun, nampaknya keputusan kenaikan harga BBM yang berlaku sejak 3 September lalu tetap akan berjalan.
Terlebih dan mengingat beberapa bantuan sudah bergulir dan diterimakan oleh mereka yang terdaftar sebagai kelompok yang layak membutuhkan. Artinya pula, tidak bakalan pemerintah menyambut/menarik kembali atau membatalkan bantuan yang sudah sampai di tangan penerima.
Nah melihat realitanya sudah demikian, salah satu langkah yang perlu diterapkan semua pihak antara lain dengan melakukan penghematan (efisiensi) penggunaan BBM.