Cermati saja, seorang santriwati atau santri perempuan bisa menjalin koneksi, saling berbagi dan berinteraksi sekaligus bertukar pengetahuan dengan seorang romo, pastor, pendeta, atau pemuka agama lain.
Demikian halnya remaja putera/puteri nasrani banyak ditemui berdiskusi ringan via tulisan, saling tegur sapa, juga saling hibur dengan para ustad, kyai, maupun para tokoh agama Islam secara familier.
Semuanya berlangsung tanpa ada sekat-sekat penghalang sekaligus ini menunjukkan bahwa teknologi informasi cq. Kompasiana telah banyak membantu atau memudahkan manusia untuk membangun konektivitas dan berinteraksi antarsesama.
Demikian halnya, saya yang tinggal di pulau Jawa, bisa saling belajar memahami, menyamakan kerangka pemikiran dengan teman dari Papua, Maluku, Sulawesi, Kalimantan, NTT, NTB, Bali, Sumatera dan sekitar yang jauh di sana, sekaligus pernah sesekali saling kunjung-mengunjungi. Â
Hal demikian seolah mengingatkan kita tentang makna yang terkandung dalam sejarah bangsa, turut melestarikan nilai warisan para pejuang kemerdekaan di negeri ini.
Bukankah dalam perjalanan sejarah masa lalu, Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Jong Islamieten Bond, Jong Bataks Bond, Jong Celebes, Pemuda Kaum Theosofi, perhimpunan pelajar, serta pemuda/pemudi lainnya -- hingga melahirkan Sumpah Pemuda sebagai salah satu tonggak sejarah mengawali kesadaran berbangsa?
Semuanya bisa terwujud manakala kita yang berasal dari berbagai daerah mau dan mampu melepaskan primordialisme dan eksklusivisme antarsuku, tak ada diskriminasi sehingga rasa memiliki terhadap bangsa (nation) dan negara (state), menyatu dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
+++
Nah kembali jika sedikit menapak tilas mengenang awal-awal saya berkompasiana, pernah pula beberapa kali saya bertemu muka dengan sebagian dedengkot admin lama (Bang Isjet dkk) ketika mereka berkunjung ke daerah (Yogyakarta) dalam event nangkring, pameran maupun bekerjasama dengan perguruan tinggi, sekolahan, ataupun institusi lain.
Kedekatan kompasianer dengan admin dalam hal ini bisa dianggap penting atau bermanfaat. Di  samping sebagai anjangsana, terutama dalam rangka saling berbagi info di luar forum virtual.
Pertemuan offline semacam itu semakin menambah rasa memiliki (sense of belonging) terhadap rumah kita bersama, merekatkan relationship, juga sebagai bagian dari komunikasi organisasi sehingga terbangun saling pengertian dan menyamakan persepsi maupun pengalaman.