Mohon tunggu...
Joko Martono
Joko Martono Mohon Tunggu... Penulis - penulis lepas

belajar memahami hidup dan kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Chemistry, Menunjang Kelancaran Kerja dan Kepuasan Bersama

8 Januari 2022   21:36 Diperbarui: 9 Januari 2022   17:41 3571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: lmsglobal.ac.id

Kebiasaan melakukan kegiatan dalam suatu kerja bersama (kerja tim) di lapangan ternyata juga memberikan banyak pelajaran sebagai bahan pertimbangan untuk pengembangannya.

Walaupun hal ini jarang atau tidak pernah dibahas dalam penilaian atau evaluasi, jarang disentuh dalam indikator kinerja setiap aktivitas organisasi, namun aspek yang disebut chemistry kiranya layak untuk dibincangkan.

Nah sebelum membahas lebih jauh, perlu terlebih dahulu diketahui, bahwa tulisan ini tak hendak membincang topik secara normatif. Namun lebih memahaminya berdasarkan amatan langsung di lapangan, berdasar cermatan data yang selanjutnya sebagai bahan diskusi lebih lanjut.

*** 

Secara umum, chemistry seringkali atau hanya didiskusikan untuk membangun hubungan yang harmonis dalam rumah tangga, terutama suami istri/pasangan - sehingga tip-tip dan cara melakukannya banyak bertebaran di dunia online yang bisa diunduh dan dipelajari.

Dalam perkembangannya, nampaknya chemistry ini tidak hanya menyangkut hubungan orang per orang, bahkan dalam sekelompok orang pun yang bekerja bersama juga ternyata yang namanya chemistry tidak elok untuk diabaikan.

Chemistry itu sendiri jika dicermati lebih jauh merupakan kata atau istilah yang banyak bersinggungan dengan ilmu kimia.

Lantas, apa kaitannya dengan interaksi antarmanusia koq istilah kimia ini sampai-sampai dianggap menarik dikaji, dibincangkan atau perlu dipahami sebagai sebuah upaya untuk mengetahui interaksi antarmanusia yang sepertinya justru di luar ranah ilmu kimia itu sendiri?

Walaupun persoalan ini bagi beberapa kalangan boleh dibilang tidaklah urgent atau tidak mendesak untuk dibincangkan, namun persoalan yang nampak sepele atau sering diabaikan ini menurut saya perlu dicermati sekaligus dipahami.

Bagi mereka yang beraktivitas dan selalu berinteraksi dengan orang lain, utamanya dalam bekerja bersama-sama, dalam sebuah teamwork, grup, kelompok kerja - maka chemistry bisa menjadikan salah satu '"indikator terselubung" yang ikut memperlancar (to smooth) capaian kinerja sesuai tujuan yang diharapkan.

ilustrasi: lmsglobal.ac.id
ilustrasi: lmsglobal.ac.id

Dikarenakan sifatnya sangat personal dan 'penggerak utamanya' berpusat di jaringan otak (pikiran) setiap manusia itulah sehingga boleh jadi istilah kimia tersebut lantas diadopsi yang kemudian digunakan untuk menyebutnya: chemistry.

Menurut pakar terapi hubungan antarmanusia dari Los Angeles, Gary Brown, bahwa chemistry merupakan sebuah reaksi di dalam otak manusia, dan reaksi tersebut menyebabkan ketertarikan yang intens terhadap seseorang, antara orang per orang atau antara seorang dengan beberapa orang tertentu dalam satu ikatan/kesatuan.

Dijelaskan pula, chemistry sebagai sebuah ketertarikan antara molekul-molekul kimia dengan zat lainnya di dalam otak sehingga membentuk suatu reaksi. Ketika dopamin dalam otak manusia aktif, maka saat itulah chemistry terbangun dan dapat dirasakan.

Bila diterjemahkan lebih jauh, chemistry ini merupakan suatu proses simultan yang kompleks. Di dalamnya melibatkan beberapa aspek seperti emosional, psikologis, juga fisik, sehingga untuk memadukan semua aspek tersebut tidaklah gampang, memerlukan multi talenta bagi pelakunya, tidak setiap orang mampu melakukannya.

Oleh karenanya menurut saya, chemistry memang tidak mudah untuk dikonsepsikan secara operasional, karena menyangkut keterpaduan aspek emosional, psikologis, dan fisik yang berlangsung dalam praksis secara bersamaan.

Setidaknya, chemistry hanya bisa disinonimkan dengan perkataan saling berempati, beradaptasi, bersinergi, berkolaborasi, bekerjasama, bergotong royong, kekompakan, keselarasan, berbagi, saling memahami antarorang dalam sebuah sistem untuk mencapai maksud dan tujuan bersama.

Bagi yang sudah terbiasa bekerja secara tim, hal ini bisa dianggap penting mengingat tim itu sendiri merupakan sebuah sistem yang terdiri beberapa personal, saling berinteraksi sesuai fungsi dan peran masing-masing, sehingga memerlukan interaksi yang sempurna dan solid guna membuahkan hasil optimal.

Bilamana kerja tim bisa berjalan disertai kemampuan chemistry yang dimiliki oleh personal yang terlibat di dalamnya -- di sinilah ditemui suatu kelancaran dan kenyamanan (smooth) sehingga pada gilirannya akan membuahkan kepuasan (satisfaction) dalam suatu tim/kelompok kerja.

Nah dari sepintas beberapa amatan yang pernah saya alami, chemistry ini tidaklah berjalan konstan namun bisa berubah manakala koneksi antarpersonal mengalami gangguan teknis misalnya faktor fisik atau psikis/suasana hati tak menentu, mengingat emosi/passion, kondisi psikis dan fisik yang tidak selalu stabil - sehingga salah satu cara mengatasinya perlu latihan, diskusi, komunikasi atau menambah try out agar bisa saling memahami karakter, supaya ikatan emosional, psikologis, dan fisik antarpersonal semakin terbangun.

Hingga saat ini saya pun masih berminat untuk terus belajar dan menaruh atensi terhadap ikhwal chemistry ini. Mengingat dalam aktivitas terutama saat bergiat bareng, berinteraksi dalam satu teamwork di lapangan seringkali aspek yang sesungguhnya bagian dari soft-skill inipun perlu dipahami, tidak serta merta diabaikan.

Tentu saja, membincang persoalan chemistry, memang banyak materi yang bisa dipelajari, beragam literatur mulai ilmu sosial, budaya, ekonomi/bisnis, sosiologi, psikologi bahkan dalam ilmu komunikasi dengan segala varibel penyertanya telah banyak membahas tentang interaksi antarmanusia ini.

Namun seringkali dalam implementasi di lapangan tidaklah semulus seperti diformulasikan atau dikonsepsikan.

Hal demikian selanjutnya mengajarkan kepada kita bahwa untuk mempelajari sekaligus praktiknya tidak cukup hanya secara literer, coaching atau pembekalan dalam organisasi, maupun pertemuan-pertemuan sejenis yang cenderung hanya berdampak kognitif.

Bisa juga dicontohkan, seperti beberapa kali saya mengikuti outbond sebagai pilihan kegiatan dalam organisasi, yang sejatinya untuk memupuk rasa kebersamaan/gotong royong dalam sebuah sistem kerja, tidak serta merta efektif dalam implementasinya.

Itu pula sebabnya, seseorang yang bertugas untuk memanage sebuah organisasi, termasuk urusan pekerjaan di lapangan tentu tidak cukup pula hanya mendasarkan pada tata cara atau aturan normatif mengingat chemistry ini sebagai aspek praksis dan dinamis, bahkan cenderung temporer.

Dapat pula dicontohkan, betapa pun setiap institusi sudah memiliki visi, misi, tujuan, sasaran, dan program serta mekanisme kerja yang terpampang secara rinci -- namun dalam pelaksanaannya seringkali masih menemui banyak kendala. Bahkan terkesan hanya formalitas belaka, sehingga tak banyak berkontribusi nyata dalam membangun chemistry.

Ketiadaan chemistry sudah barang tentu kurang melengkapi kinerja teamwork dalam mencapai tujuannya. Harus banyak mengeluarkan waktu dan energi untuk membenahi komponen agar semakin memperlancar berlangsungnya sistem yang sedang berjalan.

Persoalan yang sering dihadapi dalam sebuah organisasi atau dalam sebuah teamwork, sekali lagi ternyata untuk membangun chemistry ini tidak cukup dilakukan hanya melalui pendekatan normatif (rapat pembekalan/coaching dan try-out, apalagi hanya berdasarkan literatur).

Bagaimanapun menurut saya, chemistry ini tidak layak diabaikan, tidak bisa dianggap sepele. Karena secara langsung atau tidak -- ikut memengaruhi kinerja teamwork, untuk mencapai tujuan dan kepuasan (satisfaction) terhadap apa yang diharapkan bersama.

Mengingat tulisan ini hanya berdasar pengalaman lapangan (bukan dari litertur atau konsep teoritis) sehingga tidak mudah merumuskan konsep operasionalnya, karena itu tadi, menyangkut berbagai disiplin ilmu, cukup kompleks. 

Setidaknya, ini merupakan salah satu seni kepemimpinan, seni berorganisasi, atau seni dalam teamwork untuk menyamakan mindset yang di dalamnya melibatkan sambung nalar, sikap/perilaku, sekaligus sambung rasa (sambung empati, sambung intuisi, sambung motivasi, sambung persepsi dan sejenisnya) antarpersonal yang terlibat dalam suatu sistem.

Dalam lingkup organisasi lebih luas misalnya, bisa jadi seorang pimpinan yang sekaligus menyandang hak prerogatif melakukan perombakan/pergantian personal di struktur organisasinya. Hal demikian dapat dipahami sebagai langkah penyegaran atau perubahan strategi demi pembenahan perfoma untuk mencapai harapan.

Barangkali aspek chemistry ini ikut menjadi pertimbangan sehingga personal baru yang ditempatkan sesuai keahlian dan kemampuannya segera dapat menyesuaikan, bekerjasama, terjalin interkoneksi secara lintas personal, lintas bidang/sektor dalam sistem kerja yang laras, nyaman, berkelanjutan, to speed, to smooth, dalam upaya meraih tujuan bersama.

Chemistry di Kompasiana, Mungkinkah?

Yah, berdasar pengalaman selama berkompasiana sejak 2011 lalu, memahami kompasiana sebagai sistem, sangat mungkin chemistry ini terbangun, pernah juga saya mengalaminya.

Hanya saja sifatnya temporer dan sebatas kognitif pada tataran mikro yaitu interaksi saling memberi respons terhadap artikel yang berhasil ditayangkan, sehingga berlanjut melalui kolom komentar yang relevan (baca: nyambung) dengan substansi topik yang dikemukakan.

Tentu saja suasana chemistry demikian hanya terjadi pada mereka yang terlebih dahulu membaca artikel secara utuh, memahami keseluruhan maksud dan isi artikel, disusul interaksi singkat melalui komentar/tanggapan, kemudian terbangun frame of reference yang sama, sehingga makna komunikasi lebih pada transfer of meaning.

Suasana chemistry seperti itu akan banyak memberikan nilai tambah (value added) bagi yang mau melakoninya manakala kita berkompasiana. Ada kepuasan dalam arti satisfaction tersendiri yang dapat dipetik ketika berinteraksi antarsesama.

Nah dari sekian banyak berteman di Kompasiana- sayangnya hanya sedikit ditemui hal demikian. Namun saya tetap bersyukur telah mendapatkan pelajaran baru dari banyak pertemanan.

Bahkan menambah referensi serta menambah pemahaman baru bahwa komunikasi bukan hanya sekadar transfer of meaning, tetapi temuan baru yang perlu dicatat di sini bahwa komunikasi juga dapat dipahami sebagai transfer of voting.

Demikian sekadar berbagi. Selamat berakhir pekan, sehat dan semangat slalu.

Salam c h e m i s t r y .

JM (8-1-2022).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun