Dalam konteks berbangsa dan bernegara, berbagi informasi antarsesama tanpa diskriminasi, disusul berlangsungnya interaksi yang bernilai benefit -- maka bukan tidak mungkin suasana demokratis menjadi semakin terbangun.
Hal demikian sangat beralasan, mengingat semua warga di Kompasiana yang jumlahnya ratusan ribu, terdiri berbagai kalangan, suku, agama, mempunyai kebebasan (kalau saya pilih kata: kemerdekaan) menyatakan pendapat, menyampaikan dan memeroleh informasi sebagai hak asasi individu, kelompok, ataupun organisasi.
Sebagaimana lazimnya, bahwa demokrasi itu sendiri akan terbentuk bilamana partisipasi politik publik secara luas yang didorong oleh mekanisme alur informasi yang bebas (merdeka) sehingga nilai penguatan gerakan masyarakat sipil (civil society) terus bertumbuh.
Sharing, Connecting menjadi Beyond Blogging
Sepintas merunut perjalanannya, sejak saya menjadi kompasianer (Februari, 2011) mengenal Kompasiana tidak lebih sebagai wadah untuk berbagi informasi antarsesama sekaligus membangun relasi antarpenulis, disusul kemudian pertemuan tatap muka bagi yang memiliki sikap dan kepentingan yang sama, bersinergi dan berkolaborasi sekaligus melakukan aksi bersama untuk berkontribusi ikut memberdayakan masyarakat.
Sharing,Connecting tidak hanya sebatas berdampak kognitif, namun lebih pada dampak behavioral, melakukan aksi nyata di lapangan. Di antaranya dapat dilihat di sini:
Nah, seiring perkembangan zaman, lambat laun para punggawa di Kompasiana tidak kalah kreatifnya untuk terus berbenah. Beliau-beliau waktu itu (Kang Pepih, Bang Isjet, dkk) juga merdeka berkreasi mengelola sekaligus mengembangkan blog keroyokan yang berbasis warga ini.
Sampailah kemudian, slogan Kompasiana yang dulunya Sharing, Connecting lantas pada tahun 2017 berganti atau tepatnya bertransformasi menjadi Beyond Blogging, artinya lebih dari sekadar ngeblog, semakin bermakna bagi para kompasianer dan semakin memantapkan diri bahwa Kompasiana sebagai produk media sosial yang berfungsi menjadi saluran gagasan dan opini bagi khalayak luas.