Dalam pelaksanaan di lapangan (belajar dari gempa-tsunami Aceh 2004 dan gempa Yogyakarta 2006), keberadaan lembaga ini telah berfungsi optimal dalam penanganan bencana alam. Seperti dalam peristiwa gempa skala besar berkekuatan magnitudo 7 di Lombok (19/8/2018) dan gempa + tsunami di Sulawesi Tengah (28/9/2018) peran BNPB beserta jajarannya dengan kecepatan dan kesigapannya tidaklah diragukan.
Emergency response sebagai langkah tanggap darurat telah dilakukan oleh BNPB untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan seperti penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana setempat.
Hal yang sama dilakukan BNPB, koordinator Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 sebagai bencana nonalam. BNPB telah menjalankan fungsinya dalam penanggulangan meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan nantinya disusul rehabilitasi bencana nonalam.
Sampai saat ini, untuk melihat seluruh kegiatan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, selanjutnya dapat dilihat di situs ini: www.covid19.go.id
Bersahabat, berdamai dan berkompromiÂ
Membincang masalah bencana tentunya banyak hal perlu diperhatikan, salah satunya adalah menyangkut korban yaitu orang atau sekelompok orang yang menderita atau meninggal dunia  sebagai akibat dari peristiwa bencana yang terjadi. Meminimalisir jumlah korban telah menjadikan fokus perhatian melaui berbagai langkah strategis.
Berbagai kegiatan pencegahan terus dilakukan pemerintah pusat dan daerah berupa serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai  upaya  untuk menghilangkan  dan/atau mengurangi ancaman bencana.
Seperti halnya ajakan atau anjuran para tokoh formal agar jangan takut, jangan panik, termasuk perlunya kita bersahabat, berdamai atau berkompromi dengan bencana sesungguhnya merupakan komunikasi persuasif yang ditujukan kepada khalayak/banyak orang. Ketika menghadapi bencana jangan sampai salah langkah sehingga menambah jumlah korban.
Dalam anjuran tersebut sesungguhnya juga tersirat bahwa penanganan bencana tidak cukup dilakukan pemerintah melalui program tanggap darurat -- namun keterlibatan masyarakat luas sangat dibutuhkan untuk berperanserta supaya pengendalian bencana yang terjadi dapat dilakukan semua pihak secara bersama.
Nah, ajakan jangan takut, jangan panik, termasuk perlunya bersahabat, berdamai dan berkompromi dengan bencana tentunya layak diapresiasi. Namun demikian ajakan persuasif ini tidak cukup hanya sekadar diwacanakan dan dipublikasikan lewat media.
Lebih dari itu, bersahabat, berdamai dan berkompromi perlu dipersepsi sama sehingga dalam menghadapi bencana (alam maupun nonalam) memiliki maksud dan tujuan sama.