Mohon tunggu...
Joko Martono
Joko Martono Mohon Tunggu... Penulis - penulis lepas

belajar memahami hidup dan kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Wabah Covid-19, Pentingnya Mitigasi Bencana Non Alam

20 Mei 2020   05:28 Diperbarui: 20 Mei 2020   05:34 1886
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
siklus manajemen bencana (sumber: https://www.lampost.co)

Setiap kali kita berbincang tentang bencana, yang terbesit di benak sebagian besar orang tidak lain hanya menyangkut peristiwa seperti gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, kebakaran, erupsi gunung berapi, kekeringan, angin kencang atau bencana lainnya yang tampak mata.

Saya sempat sedikit terheran. Kalau keterbatasan pengetahuan tentang bencana di lingkup awam tentu bisa dimaklumi. Namun di kalangan birokrat/lembaga resmi di daerah pun dalam laporan situasi setiap harinya masih sering menyebutkan berita kebencanaan nihil alias tidak ditemui di lapangan.

Pada hal jumlah manusia yang terpapar virus (Covid-19) terus bertambah, termasuk kaitan dengan jumlah  PDP, ODP, dan OTG walaupun angkanya berfluktuasi namun masih mengkhawatirkan, pantauan perlu terus dilakukan secara simultan. Nah, apakah itu semua bukan peristiwa bencana?

Dari sisi awal wawasan kebencanaan saja ternyata masih cenderung banyak belum mengetahui apalagi memahami apa itu bencana, apa yang harus dilakukan ketika menghadapi dalam artian mencegah, menangani, termasuk tindakan pascabencana.

Beberapa hal perlu diketahui berkait persoalan di atas, antara lain kurangnya sosialisasi tentang kebencanaan seperti telah disebutkan dalam regulasi. Hingga saat ini sosialisasi yang berjalan hanya sebatas bencana alam, sedangkan bencana lain tak kalah dahsyatnya yang juga membawa korban jiwa belum atau malahan tidak pernah dikenalkan.

Menjadi logis jadinya bilamana sebagian besar masyarakat masih menganggap bahwa bencana tidak lebih seperti diungkap pada awal tulisan ini.

Perlu diketahui dalam Pasal 1 (UU No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana), di antaranya disebutkan:

  • Bencana alam  adalah  bencana  yang  diakibatkan  oleh  peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh  alam antara lain berupa gempa bumi,  tsunami,  gunung  meletus,  banjir,  kekeringan,  angin  topan,  dan  tanah  longsor.
  • Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian  peristiwa  nonalam  yang  antara  lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
  • Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.

Dari pengertian tersebut jelaslah bahwa pandemi Covid-19 yang kini masih melanda hampir seluruh penjuru tanah air termasuk bencana nonalam. Bahkan  Predisen RI Joko Widodo sejak 15 Maret lalu menyatakan peristiwa ini sebagai bencana nasional.

Pandemi Covid-19 sebagai bencana nonalam yang masuk ke Indonesia begitu cepat seiring tingginya mobilitas dan interaksi sosial antarnegara, antarwilayah telah menyebabkan sejumlah korban. Hingga 19 Mei kemarin tercatat sebanyak 18.496 pasien positif terinveksi, korban meninggal 1.221 pasien dan yang sembuh tercatat 3.367 pasien (https://covid19.go.id).

Jumlah itu belum termasuk orang yang berpotensi terjangkit virus, termasuk PDP, ODP, dan OTG yang jumlahnya justru lebih besar dan secara rinci perkembangan keseluruhan pasien sembuh ataupun yang meninggal tak pernah tercatat secara jelas.  

Kurangnya sosialisasi bencana nonalam ini berakibat pula terhadap minimnya pengetahuan mengenai risiko yang akan terjadi, lemahnya kemampuan mengantisipasi ancaman pandemi Covid-19 atau dengan perkataan lain kemampuan masyarakat tentang kesiapsiagaan menghadapi wabah penyakit masih rendah.

Walaupun di sana-sini kemudian muncul langkah pencegaha sesuai protokol kesehatan, disebarkan serentak melalui berbagai media -- namun itu belum banyak diadopsi seluruh masyarakat. Buktinya masih ditemui orang tidak memakai masker di tempat umum, kerumunan juga masih ditemui di beberapa tempat, jaga jarak fisik masih dipahami dan dilakukan setengah hati. 

Dilihat dari timing upaya pencegahan dan penanganan yang berlangsung dalam waktu bersamaan -- menunjukkan penanggulangan bencana masih dititik beratkan pada tanggap darurat berpendekatan emergency response. Masyarakat di sini kurang banyak dilibatkan sehingga jumlah korban terjangkit wabah Covid-19 masih relatif besar.

Pentingnya mitigasi bencana nonalam

Upaya penanganan bencana sesungguhnya sudah tercakup dalam UU No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Secara garis besar langkah yang perlu dilakukan menyangkut manajemen bencana antara lain: tahap prabencana, tanggap darurat, dan pascabencana.

Singkat penjabarannya yaitu tahap prabencana berupa mitigasi dan preparedness (kesiapsiagaan) terutama bagi masyarakat yang tinggal di daerah rawan guna mempersiapkan diri menghadapi bencana. Ini penting supaya masyarakat terlibat untuk mengantisipasi bencana dan terorganisir.

Tahap tanggap darurat merupakan seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat peristiwa bencana berlangsung untuk menangani dampak buruk yang akan terjadi.

Tahap pascabencana sebagai langkah rehabilitasi dan rekonstruksi merupakan upaya pengembalian keadaan masyarakat pada situasi kondusif, sehat, dan layak sehingga dapat hidup seperti sediakala sebelum peristiwa bencana terjadi, baik secara fisik maupun psikologis.

Sekilas dari paparan di atas, dalam kaitan pandemi Covid-19 yang melanda negeri kita jelaslah tak pernah ditemui apa yang disebut tindakan prabencana. Masyarakat seolah "mendadak" dihadapkan marabahaya wabah virus tanpa berbekal pengetahuan bagaimana menghadapinya.

Munculnya kebingungan, keambiguan, saling lempar kesalahan, lambannya kerja birokrasi terutama di tingkat daerah, semuanya masih tergagap-gagap karena memang tidak pernah diajarkan/dilatih menghadapi bencana nonalam seperti wabah penyakit ini.

Belajar dari pengalaman tersebut, sudah saatnya segera dipikirkan betapa pentingnya mitigasi bencana nonalam dan jika memang perlu dipikirkan pula mitigasi bencana sosial seperti telah disebutkan dalam regulasi kebencanaan.

Pentingnya mitigasi dan pelibatan masyarakat dalam penanganan bencana di antaranya membantu tersedianya informasi dan peta daerah rawan bencana, sosialisasi tentang pemahaman dan penyadaran masyarakat menghadapi bencana, bagaimana bersikap terutama menghindar, menyelamatkan diri ketika terjadi bencana, dan ikut ambil bagian dalam penataan wilayah untuk mengurangi ancaman bencana.

Saran yang perlu disampaikan di akhir tulisan ini, sudah saatnya lembaga yang punya otoritas terdepan cq. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mulai menyusun pedoman prabencana nonalam, prabencana sosial (tidak hanya prabencana alam) berupa mitigasi dan preparedness (kesiapsiagaan),  disosialisasikan tanpa harus menunggu banyak korban berjatuhan.

JM (20-5-2020).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun