Merebaknya sebaran virus corona seiring tingginya tingkat mobilitas sosial maupun interaksi fisik di berbagai wilayah negeri ini telah menyebabkan jumlah penderita Covid-19 masih cenderung  bertambah.
Data yang ditampilkan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 (dalam: www.covid.go.id) dari hari ke hari yang di-update setiap pukul 12.00 WIB, menujukkan jumlah pasien terinfeksi virus selalu meningkat. Data terkini yang diumumkan pada Sabtu (2/5) kemarin, tercatat 10.843 kasus pasien positif, dirawat 8.347 pasien, 1.591 pasien sembuh, dan 831 pasien meninggal.
Sepintas gambaran di atas menunjukkan bahwa sejak awal Maret hingga akhir April 2020 ternyata pandemi Covid-19 belum mengindikasikan meredanya jumlah penderita bahkan tidak menutup kemungkinan masih akan terus bertambah mengingat budaya atau tradisi mudik lebaran ditandai lalu-lalang para migran yang pulang ke kampung halaman masing-masing.
Kalaulah pulang ke kampung halaman membawa berita dan oleh-oleh yang bermanfaat bagi sanak famili bolehlah akan berpengaruh positif sekaligus menunjang kesejahteraan bagi warga sekitarnya. Namun bilamana si virus corona ini "mudik anyway" maka bisa menjadi persoalan berkepanjangan di kemudian hari.
Nah, omong-omong soal dampak yang ditimbulkan wabah Covid-19 dan sudah menyebarluas di seluruh provinsi negeri ini -- pastinya menggugah semua pihak untuk bersikap waspada dalam artian berhati-hati dan berjaga-jaga, bersiap siaga mengahadapi serta mengantisipasi sesuatu yang terjadi/akan terjadi.
Kewaspadaan utama tentunya berfokus pada antisipasi penularan wabah Covid-19, mulai dari langkah pencegahan/menghindari menyebarnya virus corona, menyemprotkan disinfektan di tempat/lokasi yang ditengarai mengandung virus, menghindari (sementara) kontak fisik dengan pasien/penderita atau orang yang pernah bertatap muka dengan pasien positif terinfeksi.
Termasuk memenuhi imbauan umum terkait  Covid-19 yaitu menjaga jarak soial (social distancing) difokuskan pada menjaga jarak fisik (physical distancing) yang implementasinya sesuai kebijakan di masing-masing daerah, termasuk pembatasan akses jalan, bertujuan untuk memutus rantai sebaran virus.
Secara internal, komunitas maupun keluarga/individual, perlu memerhatikan protokol kesehatan resmi di antaranya yaitu jagan lupa cuci tangan, jaga jarak fisik (keluar rumah jika penting saja, hindari kerumunan), gunakan masker di tempat umum, jaga imunitas/daya tahan tubuh (olahraga, asupan gizi, dan sejenisnya).
Kewaspadaan kriminal tak kalah penting sebagai langkah antisipatif. Hal ini mengingat banyaknya jumlah warga yang tidak lagi aktif bekerja, dirumahkan, PHK, sedangkan yang masih melangsungkan aktivitas berproduksi pun mengalami penurunan keuntungan/penghasilan.
Pendek kata, dengan keterbatasan akses dan banyak fasilitas kerja ditutup sementara telah menjadikan pendapatan/penghasilan menurun -- sedangkan kebutuhan hidup kurang terpenuhi. Kondisi demikian tak menutup kemungkinan akan memicu oknum tertentu yang "berulah" untuk mencari jalan pintas.
Belum lagi ulah kambuhan beberapa napi program asimilasi dan integrasi oleh Kementerian Hukum dan HAM telah melakukan kejahatan ulang, sebagian berhasil ditangkap dan diproses oleh pihak kepolisian.
Terkait, baca di sini: https://news.harianjogja.com/read/2020/04/22/500/1037387/28-napi-asimilasi-dibekuk-polisi
Mencermati dampak kriminal terutama kasus pencurian/curanmor, curas dan curat atau kejahatan lain yang kini menggejala di banyak tempat tentunya menggugah kita semua selalu berjaga-jaga, bersiap siaga mengahadapinya.
Di seputaran penulis, dan umumnya di DIY sejak beberapa waktu lalu hampir semua pos ronda "jaga warga" tingkat kampung semakin diaktifkan siang-malam untuk meminimalisir tindak kejahatan demi pengamanan lingkungan.
Dampak lain yang juga perlu mendapat atensi serius yaitu waspada terhadap berita bohong atau hoaks. Bagaimanapun kewaspadaan terhadap berita-berita hoaks ini penting, sedikit banyak telah berpengaruh kognitif dan membuahkan persepsi/mendorong tindakan keliru terutama bagi yang belum melek media -- sehingga tidak banyak membantu percepatan penanganan Covid-19.
Atas nama kebebasan informasi seiring maraknya penggunaan sosial media maka terpaan informasi cenderung semakin gencar. Difusi informasi yang tak jelas sumbernya, atau berita faktual yang sudah dibumbui sedemikian rupa jika tidak selektif menerimanya atau "ditelan" begitu saja akan bisa menjerumuskan.
Di tengah situasi dan kondisi pandemi Covid-19, di mana tanggap darurat bencana nonalam ini masih berlangsung disertai masalah kompleks -- ditambah lagi kejenuhan menjalani stay at home, work from home, di samping terpaan informasi hampir semua media terfokus hanya itu-itu saja (berita dan gambar kerap diulang-ulang) sering menyebabkan bosan, pada gilirannya ini bisa mengakibatkan gangguan mental.
Gangguan mental di antaranya depresi, cemas, atau trauma psikologis lainnya perlu juga diwaspadai dan perlu dikendalikan mengingat kesehatan mental tidak kalah penting seperti halnya kesehatan fisik.
Berkait pandemi Covid-19 yang belum mereda dan telah diberlakukannya kebijakan pemerintah yaitu Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa daerah tentunya akan berdampak pada beberapa aspek, di antaranya terhadap ketahanan pangan di daerah yang bersangkutan.
Telah diberlakukannya PSBB berarti pula mobilitas sosial maupun interaksi dibatasi, kondisi demikian menyebabkan beberapa jenis bahan pangan sebagai kebutuan pokok masyarakat yang disuplai dari luar daerah mengalami jumlah penurunan. Dan jika PSBB berlangsung relatif lama maka ketersediaan pangan harus menyukupi, pangan harus disediakan setiap saat, merata dan memenuhi kebutuhan  setiap warga.
Kewaspadaan terhadap krisis pangan ini agaknya sudah diantisipasi oleh pemerintah. Melalui cadangan pangan yang tersedia dan alokasi anggaran khusus tanggap darurat Covid-19 di antaranya kini sudah mulai dibagikan secara berkala beberapa bantuan ke seluruh warga yang layak menerimanya.
Namun demikian, pemantauan untuk memastikan kelancaran distribusi beberapa bantuan untuk menyukupi kebutuhan masyarat tersebut perlu dilakukan -- baik dalam hal jumlah, mutu, aman, bernilai gizi, dan merata. Kalaupun ada komoditas penunjang yang diperjualbelikan -- harganyapun dapat terjangkau.
JM (3-5-2020).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H