Dari beberapa cuplikan pemberitaan di atas, dapat dipahami bahwa Covid-19 bisa digolongkan sebagai bencana yang disebabkan faktor non-alam, menyebar sangat cepat seiring tingginya dinamika sosial dan interaksi manusia antarnegara , antarwilayah sehingga pandemi global ini cenderung sulit dielakkan.
Dampak atau imbasnya menjadi logis bilamana kondisi perkembangan sosial-ekonomi dunia merosot, pertumbuhan ekonomi dan bisnis terutama di negara sedang berkembang anjlok karena serangan wabah Covid-19 mendadak, massif, bahkan tidak terangkum dalam perkiraan setiap rencana seluruh kegiatan alias underestimate dan akibatnya harus ditanggung oleh hampir semua warga maupun negara.
Menghadapi bencana di Indonesia, telah diatur dalam regulasi yaitu UU No.24 Tahun 2007 tentang Penangulangan Bencana. Secara kelembagaan disebutkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai lembaga nondepartemen setingkat menteri yang ditugasi bekerjasama secara lintas sektoral hingga tingkat daerah.
BNPB sebagai lembaga yang bertugas di bidang kebencanaan telah sigap bergerak, dengan tetap memerhatikan protokol WHO -- badan ini (BNPB) berikut jajarannya bersama pemerintah di daerah melakukan pengelolaan tanggap darurat bencana, melancarkan serangkaian kegiatan di saat kejadian bencana non-alam (menyebarnya Covid-19) dengan harapan mengantisipasi sebaran virus serta dampak buruk yang bisa ditimbulkan.
Difusi informasi berupa imbauan mulai dari apa itu virus corona, apa itu Covid-19, bagaimana cara penularan dan cara menghindari, perlunya pemakaian masker di tempat umum, selalu cuci tangan 20 detik pakai sabun dan air mengalir/pemanfaatan hand sanitizer, penyemprotan disinfektan, jaga jarak sosial dan jarak fisik, hingga pola hidup sehat serta menjaga daya tahan tubuh. Termasuk anjuran belajar, beribadah, hingga bekerja dilakukan dari/di rumah - sudah menyebarluas dipublikasikan melalui berbagai media. Itu semua patut diapresiasi.
Sekait hal tersebut, masyarakat luas yang tersebar di berbagai penjuru tanah air cukup tanggap terhadap apa yang disampaikan para petinggi/petugas negara sehingga respons untuk melindungi diri dan lingkungannya agar tak terinfeksi virus corona muncul di banyak tempat.
By the way, yang menarik dicermati yaitu sejauhmana masyarakat bersikap dalam Tanggap Covid-19 sesuai kemampuannya. Penyemprotan disinfektan, pemakaian masker di tempat umum, selalu cuci tangan, pemanfaatan hand sanitizer mulai banyak dilakukan, demikian work from home ataupun stay at home, menjaga daya tahan tubuh, olahraga, berjemur sinar matahari pagi, asupan gizi, dan berdo'a sudah lazim dilakukan.
Namun seiring maraknya Covid-19 sepertinya yang masih perlu disosialisasikan menyangkut istilah social distancing yang difokuskan pada physical distancing. Istilah ini belum dipersepsi sama. Demikian pula mudahnya ditemui istilah lockdown  di berbagai pintu gerbang perkampungan -- semuanya cenderung menunjukkan tiadanya pemahaman sama sehingga dalam implementasi sebatas penafsiran subyektif masing-masing komunitas masyarakat lokal.
Sekilas gambaran tersebut menunjukkan bahwa betapa masih minimnya wawasan/pengetahuan warga walaupun niatannya sama-sama mengantisipasi sekaligus memutus mata rantai sebaran virus yang mematikan. Melalui "cara dan istilah mereka" bukanlah kita terjebak untuk saling menyalahkan, karena persepsi yang terbangun sangat bergantung pada kondisi lingkungan setempat.
Itupun masih mending karena sudah termotivasi dan berupaya melindungi diri/komunitasnya - daripada mereka yang masih ditemui beberapa kalangan tergolong "cuek dan bandel" serta tidak mengindahkan imbauan sesuai protokol kesehatan serta ketentuan yang berlaku.
Berdasar beberapa peristiwa atau pengalaman penanggulangan pandemi Covid-19 sebagai bencana nonalam nasional, pastinya banyak memberikan pelajaran bagi kita semua untuk melakukan mawas diri sekaligus evaluasi.