Ini layak dipahami, mengingat Kompasiana sebagai wadah jurnalisme berbasis warga, sehingga memungkinkan setiap warganya (netizen, atau kompasianer) sesuai kemampuannya boleh menjadi pewarta warga untuk melaporkan peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Keterlibatan setiap warga inilah yang selanjutnya ikut mempercepat arus informasi dalam proses demokrasi di negeri ini.
"Jatuh bangun" di dunia kepenulisan bisa pula ditandai oleh menurunnnya "libido menulis" dan ini perlu dicarikan solusi supaya produktivitas dalam menulis tidak mengalami stagnasi. Kebanyakan alasan/sebab utama dalam masalah ini terkait belum ada atau belum punya "inspirasi" sehingga tidak punya "amunisi" untuk mengekspresikan topik yang akan diangkat dalam sebuah karya tulis.
Pada hal yang namanya inspirasi itu banyak ditemui di mana-mana. Membaca segala macam bacaan yang berhubungan dengan minat, mendengar, melihat setiap peristiwa sesungguhnya terselip inspirasi di dalamnya. Kecerdasan intuisi pun dapat terasah bilamana setiap manusia mampu menggerakkan inderanya sehingga dalam perkataan lain menulis merupakan kreativitas individu dan sejauh mana penulis mau menghidupkan subyektivitas untuk kemudian mengekspresikan dalam karyanya.
Semoga tulisan ini sekaligus memberi jawaban atas pertanyaan beberapa rekan/kolega di beberapa tempat yang hampir setiap kesempatan menanyakan tentang dunia kepenulisan. Saya pun sampai sekarang masih selalu dan terus belajar untuk menulis, menyesuaiakan dengan kultur serta teknologi yang digunakan media sebagai wadahnya.
Artikel terkait:
https://www.kompasiana.com/jk.martono/menulis-bukan-hanya-masalah-inspirasi_551f7a2e81331111039df6fb
JM (3-5-2018).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H