Korupsi atau rasuah bisa diamati sejak dimulai dari ide/gagasan yang ada di benak manusia pelakunya. Cara pandang ataupun konsep seseorang dalam mengahadapi apa yang hendak dikerjakan - akan menuntun sikap/perilakunya terhadap apa yang akan dihadapi/dikerjakan tersebut. Atau kalau boleh meminjam istilah akademis, sering disebut paradigma.
Contoh gampangnya, ketika suatu tim kerja/kelompok kecil membahas sebuah proyek yang akan dilakukan, konsep yang mengendap dalam benak pelaku, bukan berfokus pada bagaimana mematangkan rencana kerja, pengorganisasian, pelaksanaan lapangan, sistem dan mekanisme kerja hingga pertanggung jawabannya.
Konsep utama yang tertanam dalam benak para 'pecundang' ini nampak atau cenderung memaknai bahwa proyek sebagai 'kue yang harus diperebutkan' sehingga total anggaran, dana operasional, dana yang bisa 'dimainkan' lebih mendominasi di dalam pemikirannya.
Kalaupun rencana kerja proyek yang hendak dilakukan itu dikemukakan di depan umum, diseminarkan misalnya, makalah yang disusun telah dikemas sedemikian rupa dengan sorotan topik yang jarang berkait soal transparansi penganggaran. Â Â
Begitu halnya ketika dana proyek mulai dicairkan, semakin tampak perekayasaan anggaran (mark-up, suap, bagi hasil jarahan, uang dengar/tutup mulut de-el-el) sehingga kemudian  dibuatlah pembukuan lebih dari satu. Ada buku resmi, ada pembukuan khusus yang hanya diketahui orang-orang tertentu. Bahkan bisa juga lebih dari dua pembukuan bilamana 'jaringan rasuah'nya cukup luas.
Melalui kejelian mencermati liku-liku tersebut, gejala korupsi sesungguhnya sudah bisa terdeteksi sejak awal, entah yang berskala kecil, berskala sedang dan seterusnya.
Nah, siapa lagi yang akan memeriahkan sekaligus menambah jumlah kasus korupsi atau rasuah? Sepertinya kalau dilihat perkembangannya, dari waktu ke waktu, dari masa ke masa, ada kecenderungan bahwa kasus ini masih saja akan ditemui. Ruang publik media hampir setiap saat menyajikan hasil liputan 'berpacu dalam korupsi', siapa mau ikut?
Menurut penulis, sebaiknya jangan ikutan rasuah, karena hanya bikin rusuh ah...! Â
 JM (4-12-2017).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H