Tulisan ini adalah secercah ungkapan seorang peternak biasa yang diberi jalan pemikiran yang unik oleh Allah swt. Tulisan ini tahun lalu dimuat di Kampung Media NTB. Akan tetapi, sekarang Kampung Media sedang maintenance dan belum bisa diakses. Mari simak dengan seksama:
Oleh: M. Hijazi Umar
Kini Indonesia sudah berusia lebih dari 70 tahun. Namun sudah adakah titik terang itu? Dalam tulisan ini, saya ingin melakukan elaborasi tentang tantangan bangsa saat ini dan pemimpin idaman yang menjadi solusi.
Tantangan yang secara terus menerus dihadapi oleh pemimpin masa kini adalah belum tercapainya rasa aman dan nyaman bagi seluruh elemen masyarakat. Tanpa menafikan kesuksesan pemerintah di berbagai pembangunan, rasa aman dan tentram juga harus menjadi prioritas. Rasa aman dimaksud adalah tidak hanya bebas dari ketakutan yang bersifat ekonomi, tapi juga secara sosial. Terlepas dari perdebatan tentang pencapaian dalam hal peningkatan ekonomi pemerintah saat ini, masyarakat masih saja belum terbebas dari teror, perampokan, pembunuhan, penculikan, pemerkosaan, perkelahian, konflik internal, dan lain-lain. Dengan kata lain, kondisi ideal sebuah bangsa belum tercapai di Indonesia.
Kondisi ideal Indonesia bukanlah hanya ketika tidak ada permasalah di dalamnya, tapi kondisi ideal itu adalah ketika Bangsa Indonesia dapat mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi dengan cara yang tepat. Bagi pemimpin yang mahir dan terampil dalam kepemimpinan, setiap permasalahan mempunyai solusi dan dapat terselesaikan. Pemimpin yang mempunyai keahlian yang cukup tidak akan pernah beralasan bahwa masalah-masalah negara sudah terlalu kompleks dan komplikatif. Dalam hal ini, Indonesia membutuhkan satu sosok pemimpin yang spesialis generalis, yaitu sosok yang di samping ahli di suatu bidang yang ia tekuni, ia juga mahir dalam hal-hal yang lain. Dengan demikian, sosok tersebut akan siap dihadapkan dengan persoalan apapun dan dengan siapapun. Ia akan menjadi solusi, bukan pencipta masalah. Kearifannya akan membuat Indonesia menjadi negara yang tidak hanya dipertimbangkan secara internasional, tapi juga menjadi solusi bagi negara-negara lain yang sedang membutuhkan.
Keadaan yang kerap melanda Indonesia saat ini adalah banyak orang yang diklaim atau mengklaim dirinya sebagai ahli tapi justru tidak dapat menyelesaikan permasalahan di bidangnya. Sebagai contoh adalah seorang sarjana ekonomi yang masih bingung dengan keadaan ekonominya sendiri, atau seorang mubaligh yang menyerukan “Laa takhof walaa tahzan innallaaha ma’ana”, satu kutipan ayat al-Qur’an yang berarti, “Jangan takut dan jangan bersedih karena sungguh Allah bersama kita”, tapi orang yang berkata saja harus dikawal oleh sejumlah sekuriti kalau bepergian keluar rumah. Inilah kondisi dimana pengetahuan seseorang belum bisa dipraktikkan. Jika ini terus terjadi, ilmu pengetahuan itu bukannya berkembang, tapi malah mundur. Di era yang penuh dengan tantangan saat ini, perkembangan ilmu pengetahuan harus selaras dengan perkembangan zaman. Tantangan yang dihadapi Indonesia saat ini sudah sangat kompleks, di samping tekanan internal dari masyarakat Indonesia sendiri, Indonesia juga harus menjadi negara yang dapat bersaing di tingkat internasional. Berkaitan dengan demikian, pemimpin idaman bangsa Indonesia harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang komprehensif, tidak sebatas untuk memperbaiki kekacauan-kekacauan masa kini, tapi juga mempersiapkan bangsa Indonesia untuk masa depan yang lebih cerah.
Dalam dunia politik saat ini, mekanisme yang ada hanya memungkinkan terpilihnya pemimpin yang sudah memang kuat secara politik. Kekuatan politik yang dimiliki seseorang tidak menjamin bahwa ia siap dari segi pengetahuan dan keterampilan untuk memimpin negara Indonesia yang besar. Mekanisme perpolitikan saat ini masih memungkinkan terpilihnya pemimpin yang kurang kompeten dalam memimpin. Sebab, kekuatan politik yang dibangun dengan mekanisme yang ada masih memberi ruang untuk mereka yang tidak tergerak atas dasar kecukupan ilmu dan kesadaran, melainkan tergerak atas dasar ambisi (hasrat) untuk kekuasaan. Dalam hal ini, penulis tidak mengatakan bahwa setiap pemimpin yang dihasilkan dari mekanisme yang ada adalah pemimpin yang tidak berkualitas. Hanyasanya, masih ada peluang untuk berakibat demikian.
Lalu mekanisme yang mana yang dapat dijamin melahirkan figur yang sesuai dengan tuntutan zaman? Sebenarnya sudah terjawab oleh Pancasila sila ke-4, yaitu dengan hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan. Indonesia adalah negara dengan budaya dan peradaban yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai sosial dan keagamaan. Pelibatan tokoh-tokoh yang menjadi elemen penting negara masih sangat minim. Sebagai contoh, pemimpin eksekutif mengunjungi para ulama hanya setelah konflik terjadi, yaitu untuk meminta bantuan supaya masyarakat diamankan. Artinya, peran tokoh agama dan tokoh masyarakat tidak boleh ditiadakan. Sayangnya, mekanisme perpolitikan saat ini bukannya melibatkan mereka secara langsung, melainkan memperalat tokoh-tokoh tersebut untuk meningkatkan popularitas dan elektabilitas mereka. Dengan demikian, apakah semua tokoh tersebut harus terlibat pada politik praktis sebagai calon? Tidak demikian juga. Proses yang saya ajukan adalah pelibatan semua tokoh dan elemen masyarakat tanpa terkecuali dalam “permusyawaratan dan perwakilan” sebagaimana dalam sila ke-4 Pancasila. Saya sendiri sudah menyuarakan ini dengan bersurat langsung kepada Presiden Joko Widodo Agustus yang lalu tentang “Rembuk Akbar Ulama’ Umaro”.
Konsep dasar dari rembuk yang diajukan adalah pertemuan seluruh komponen Bangsa Indonesia untuk sama-sama melakukan evaluasi tentang produktivitas bangsa Indonesia selama ini, tentang sejauh mana kesuksesan sudah tercapai. Diharapkan kemudian dari rembuk ini aka nada rekomendasi-rekomendasi penting dan mendesak yang harus dieksekusi untuk perbaikan negara Indonesia. Hemat saya, inilah yang akan menjadi awal dari kemunculan sosok yang special generalis yang saya maksudkan pada pembahasan di atas. Orang tersebut akan muncul bukan karena kapasitas dan kekuatan politiknya, melainkan karena kapasitasnya dalam hal kompetensi, pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk memimpin bangsa. Ialah yang kemudian akan menginisiasi sistem-sistem yang tepat di berbagai bidang, termasuk kepemimpinan, ekonomi, sosial, dan pendidikan. Figur inilah yang pada gilirannya akan dapat membawa rasa aman dan tentram secara fisik dan psikis, secara jasmani dan rohani, serta secara sosial, moral, dan spiritual kepada seluruh rakyat Indonesia. Dengan kepemimpinan sosok tersebut, perbedaan-perbedaan suku, ras, dan agama, tidak akan pernah lagi menjadi sumber konflik atau perpecahan, tapi justru menjadi anugrah dan keindahan. Dengan kehadiran sosok inilah rakyat Indonesia tidak lagi berteriak meminta keadilan. Tantangan ia jadikan sebagai peluang, dan masalah tidak akan pernah berakhir pada kebingungan, melainkan terselesaikan dengan solusi yang konkrit.
Sebagai kesimpulan, Indonesia saat ini sedang mengalami masalah kepemimpinan yang serius, mulai dari sistem pendidikan yang belum menjamin kualitas lulusannya secara kualitatif dan implementatif, rasa aman dan tentram yang belum tersebar secara merata, dan mekanisme kepemimpinan yang belum dapat menjamin terpilihnya pemimpin idaman bangsa. Mekanisme kepemimpinan adalah sentra dari seluruh permasalahan tersebut dan butuh pembenahan. Hal ini harus didengar dan segera dieksekusi oleh aparatur negara yang memiliki andil untuk memulai perubahan ke arah yang lebih baik, yakni dengan merangkul dan melibatkan seluruh elemen bangsa. Sehingga pada akhirnya, pemimpin idaman tersebut akan muncul dan atas izin Allah swt, cita-cita luhur bangsa dapat tercapai.
Berikut ini adalah surat yang dikirimkan ke Pak Jokowi Sebelumnya:
REMBUK NASIONAL ULAMA DAN UMARO TUNTASKAN MASALAH PERPECAHAN
~ ASPIRASI SANG PENGEMBALA ~
Berbagai daya dan upaya telah pemerintah kerahkan untuk menuntaskan persoalan-persoalan bangsa Indonesia. Di antara kondisi yang masih sangat memperihatinkan adalah situasi yang masih belum kondusif di kalangan umat beragama. Sebagai negara yang berlandaskan Pancasila dengan sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”, stabilitas bangsa Indonesia sangat ditentukan oleh kondisi internal masing-masing umat beragama. Sebagai bangsa dengan mayoritas penduduk beragama Islam, tanpa menafikan warga Indonesia dengan agama lain, perpecahan yang diakibatkan oleh perbedaan-perbedaan pendapat di kalangan umat Islam telah lama menghiasi media-media informasi di Indonesia. Inilah yang melahirkan istilah-istilah seperti radikalisme, non radikal, kelompok kanan, dan kelompok kiri. Akibatnya, masalah tidak hanya dialami di internal umat Islam, tetapi juga berdampak pada kerukunan antar umat beragama. Hal inilah yang sering kali menyulut kekacauan, perkelahian, dan teror satu sama lainnya. Seperti yang mungkin sudah kita fahami, semua kelompok menganggap diri paling benar. Sebagai warga negara biasa, saya, M. Hijazi Umar, seorang pengembala kuda dan sapi dari desa Batunyala, Kecamatan Praya Tengah, Kabupaten Lombok Tengah, NTB, merasa terpanggil untuk turut memberikan andil untuk mempersatukan elemen-elemen penting bangsa Indonesia sehingga masyarakat Indonesia tidak lagi diperbudak oleh perbedaan-perbedaan kecil yang menyebabkan hidupnya terancam.
Tidak bisa dipungkiri lagi, perbedaan-perbedaan tersebut sangat berpotensi mengancam kesatuan dan persatuan republik Indonesia yang kita sama-sama cintai. Penyelesaian masalah tersebut bukanlah hal yang mustahil namun membutuhkan teknik yang benar, tepat dan logika. Logikanya adalah seperti mobil yang mengalami kerusakan, yang tentunya solusinya ada pada montir professional, bukan tukang kebun. Demikian juga halnya dengan persoalan agama yang tidak mungkin dapat diselesaikan oleh orang yang tidak ahli agama. Jelas persoalan agama akan diselesaikan oleh orang yang profesional di bidang agama.
Hemat saya, satu-satunya solusi dari setiap konflik agama adalah dengan memberikan kesempatan kepada pada tokoh agama yang dinilai memiliki kompetensi dari Sabang sampai Merauke untuk duduk bersama mendisuksikan segala bentuk perbedaan-perbedaan pendapat yang selama ini menjadi alasan perpecahan. Musyawarah seperti inilah yang akan melahirkan mufakat, yang merupakan jawaban atau solusi dari kebingungan-kebingungan masyarakat akan perbedaan-perbedaan tersebut dan pada gilirannya, dapat meningkatkan keharmonisan hubungan antara Ulama dan Umaro.
Rembuk Ulama dan Umaro nasional tidak akan mungkin dapat terselenggara tanpa adanya andil langsung dari aparatur negara, dalam hal ini khususnya Bapak Presiden Joko Widodo. Sebab, perkumpulan-perkumpulan serupa yang bersifat independen dan eksklusif justru dikhawatirkan melangkahi pemimpin yang memiliki otoritas untuk hal tersebut sehingga berpotensi menimbulkan masalah sekunder. Oleh sebab itu, besar harapan saya tulisan ini dapat sampai kepada Bapak Presiden supaya dapat mengekskusi langkah tersebut.
Konsep dari rembuk yang saya usulkan tidak dimaksudkan untuk memperkuat posisi politik pihak manapun. Rembuk tersebut murni untuk bersama-sama mencari solusi dari perbedaan-perbedaan yang kalau tidak didiskusikan bersama, tidak akan pernah mendapatkan titik temu. Perbedaan pendapat adalah satu kewajaran, tetapi sangat penting untuk menggali, mengapa kita mesti berbeda dan apa solusi dari perbedaan itu. Tidakkah kita memiliki tujuan dan cita-cita yang sama?
Salah satu pentingnya mendapatkan titik temu dari segala macam pandangan dalam dunia beragama adalah kekhawatiran bahwa perbedaan-perbedaan tersebut disalahgunakan sebagai alat politik yang tentunya hanya akan menimbulkan kerugian rakyat Indonesia. Apabila musyawaroh ulama dan umaro tersebut dapat diselenggarakan, saya yakin konflik agama akan dapat diselesaikan dan bangsa Republik Indonesia tidak akan terjebak dalam konflik agama berkepanjangan yang disebabkan atas dasar kebijakan mereka yang tidak melibatkan tokoh-tokoh agama yang berkompeten dan professional seperti yang dialami oleh Negara-negara di Timur Tengah/Liga Arab.
Kesimpulannya bahwa solusi konflik agama tersebut akan dapat ditemukan tergantung cepat lambatnya diselenggarakannya pertemuan akbar antara umaro dan ulama se-Indonesia. Untuk itu saya sangat mengharapkan terselenggaranya pertemuan akbar tersebut secepat mungkin dilaksanakan sebelum bangsa kita menjadi semakin parah.
Tulisan ini murni untuk saya sampaikan aspirasi sebagai bentuk kepedulian saya sebagai warga negara Indonesia. Telah maklum bahwa beban dan tugas kenegaraan yang diemban oleh aparatur negara baik eksekutif, legislatif dan yudikatif adalah tugas besar dan mulia. Walaupun tidak semudah membalik telapak tangan, tugas-tugas tersebut akan terasa mudah jika dipegang oleh orang-orang yang ahli. Demi harkat dan martabat Bangsa Indonesia, mereka telah berusaha semaksimal mungkin sesuai kemampuan yang mereka miliki. Hasil dari perjuangan tersebut jelas sudah dirasakan oleh seluruh komponen bangsa. Untuk itu, izinkan saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan apresiasi yang setinggi-tingginya.
Indonesia terdiri dari berbagai elemen yang menguatkan satu sama lain. Maka inilah yang dapat saya berikan untuk keberlangsungan kehidupan berbangsa yang damai, adil, dan makmur.
Demikian harapan dan aspirasi kami agar dapat dimaklumi dan dijadikan sebagai bahan pertimbangan. saya ucapkan terima kasih.
Tertanda,
M. Hijazi Umar
Batunyala, kecamatan Praya Tengah, Kabupaten Lombok Tengah, NTB
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H