embun pergi
pelan-pelansebelum kecupan-kecupan usai
ia berikan tubi-tubi
sebab durasi habis tiba-tiba
tokoh baru masuk panggung
menciumi pucuk-pucuk hijau tein
dengan teguh tak ragu
memagut-magut klorofil
malu-malu tapi mau
diterimanya mentari ulurkan jemari
untuk menari kanan-kiri
lalu memutar tubuh
inilah waktu untuk bersenang-senang
mereguk segala yang kembang
membikin taman berantakan
kaki berhentakan
dan tak ada yang lebih debur
selain debar dada yang coba tabah
tahan mala
relakan senja
melerai-lerai renjana
mengurai-urai rencana
yang belum terlaksana
menuju peraduan malam
yang mencengkeram
dalam erangan panjang
"embun kembali memegat-pegat tulangku! mungkin aku bakal amnesia dan tak kenal baju. barangkali kita akan insomnia lalu tidur panjang. atau bisa saja kita hanya pindah tempat mengerang. tempat mengarang. tempat mengarungi samudra. menenggak isinya tuntaskan dahaga yang tak pernah mentas."Â
Semarang, 26 September 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H