sewaktu memandangi ruang kamar
dengan plafon berbercak cokelat---
barangkali telah lama dicumbui hujan
yang sekarang tak mengenal penanggalan
cuaca---aku selalu ingat dengan ruang
sempit dengan aroma parfum adalah
komplemen:
ia tidak ada di antara kita
dan tak pernah menjadikannya
mantra-mantra yang memerangkap
sebab mata kita rasanya
lebih apa adanya terhadap
apa-apa yang ada
semesta yang toserba
telah menjangkau kita
dan hendak pula berniat
memanjangkan jarak kita
pelan-pelan
tapi, ke mana pun aku pergi,
menuju waktu-waktu
dalam sudut-sudut
yang tak mengandung kamu
rasanya begitu menyedihkan
sebab meski kita saling pura-pura
untuk tidak peduli dan mencoba asing
tetap saja ada bagian dari diri kita
yang ingin saling menyertai
dan sialnya yang paling mengerti aku
selain ibuku hanya kamu
apa karena kita sama-sama ungu
dan menyadari kalau masih terbelenggu
dalam aromanya yang harum?
tapi ungu tak sungguh-sunggu disukai
sebuah warna menjumpaiku
ia penasaran apakah ungu
akan tetap ungu atau
jadi abu-abu
hanya kamu yang paling mengerti aku
dan hanya aku yang mampu
membaca ungu di matamu
yang lainnya hanya menemukan oranye
yang begitu indah macam langit senja
tapi bagaimana, apakah keunguan
ini mampu menyatukan kita?
Semarang, 03 September 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H