PENDAHULUAN
Akhir-akhir ini, pemberitaan mengenai kekerasan semakin marak diberitakan di media-media, baik cetak maupun elektronik. Bahkan tidak jarang media itu sendiri juga turut menjadi pelaku dari kekerasan. Di sini, kekerasan yang dimaksud tidak melulu berkaitan dengan tindakan tembakan, pukulan atau dengan tetesan darah. Kekerasan adalah suatu penyerangan yang berakibat menyakiti seseorang, baik berupa verbal maupun non-verbal, dan dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Jenis-jenis kekerasan juga dapat dilihat dari berbagai aspek, salah satu yang sering menjadi sorotan adalah Kekerasan Berbasis Gender (KBG).
KBG dapat terjadi di manapun, dari ruang privat hingga ruang publik, yang nyata diketahui banyak orang.
Selain itu, KBG dapat dilakukan dalam berbagai bentuk: kekerasan fisik, kekerasan psikis dan kekerasan seksual. Akan tetapi, pembahasan dalam penelitian ini akan mengarahkan pembaca pada kekerasan dalam bentuk seksual, yang mana salah satunya menyangkut pelecehan seksual. Sexual harassment atau pelecehan seksual sering kali terjadi disekitar kita, dengan atau tanpa disadari.
Pelecehan seksual diartikan sebagai suatu keadaan yang tidak dapat diterima, baik secara lisan, fisik atau isyarat seksual dan pernyataan-pernyataan yang bersifat menghina atau keterangan seksual yang bersifat membedakan, di mana membuat seseorang merasa terancam, dipermalukan, dibodohi, dilecehkan dan dilemahkan kondisi keamanannya. Pada dasarnya, pelaku pelecehan dapat dilakukan oleh laki-laki dan perempuan; baik laki-laki terhadap perempuan, perempuan terhadap perempuan, bahkan antar sejenis yaitu laki-laki terhadap laki-laki dan perempuan terhadap perempuan. Bentuknya dapat berupa verbal dan non-verbal, dan dapat dijumpai di manapun, kapanpun, kepada siapapun dan oleh siapapun, tanpa mengenal status atau pangkat. Rchmond dan Abbott (1992:329) menyatakan,bahwa hanya sekitar satu per sepuluh kasus-kasus pelecehan seksual sesame jenis yang diberitakan. Meski demikian,tidak dapat dipungkiri bahwa pada kenyataannya perempuan kerap kali menjadi korban kekerasan maupun pelecehan seksual oleh laki-laki,sehingga setiap harinya bahkan setiap saat perempuan harus merasa berwaspada terhadap serangan-serangan yang akan menimpanya.
Menurut data WHO 2006 (dalam artikel Kinasih,2007:11),ditemukan adanya seorang perempuan dilecehkan,diperkosa dan dipukuli setiap hari di seluruh dunia. Paling tidak setengah dari penduduk dunia berjenis kelamin perempuan telah menglami kekerasan secara fisik. Bahkan,pelecehan ini telah terjadi di tempat-tempat umum dan tanpa disadari oleh korban pelecehannya. Misalnyaa,kasus pelecehan menjadi mimpi buruk bagi kaum hawa,terutama di Ibu Kota, Jakarta. Berdasarkan sumber okezone.com, (wirakusuma,2011) perempuan yang menaiki jasa mobil angkutan kota di malam hari akan merasakan takut yang berlebih sehingga mereka harus menyamarkan penampilan mereka seperti seorang laki-laki. Seorang karyawati asal Ciputat, bernama Tugga Pawestri (30) mengaku harus pulang kantor pada malam hari atau diatas pukul 22.00 WIB. Sebelum menaiki angkot tersebut,beliau harus memakai jaket tebal dan topi agar tampak seperti laki-laki, agar dapat terlepas dari tindak pelecehan seksual di angkot.
Pelecehan Seksual ini merupakan latar belakang dari kekerasan,sehingga hukum di Indonesia pun menciptakan suatu undang-undang perlindungan perempuan,yang terdapat pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia,yang mana merupakan pengaturan pasal-pasal pelecehan seksual: (a) KUHP Pasal 289-296 merupakan pasal-pasal tentang pencabulan, (b) KUHP Pasal 295-298 dan Paal 506 merupakan pasal-pasal tentang Penghubungan Pencabulan, dan (c) KUHP Pasal 281-299,532-533 dan lain-lain merupakan pasal-pasal tentang Tindak Pidana terhadap Kesopanan. (Laluyan,2009).
Meski terdapat aturan hukum mengenai pelaku pelcehan,kaum lelaki tetap merasa lebih berkuasa dibanding perempuan dan konotasi perempuan menjadi makhluk yang lemah. Hal ini terbukti dari kasus-kasus pelecehan yang nyata ada dimana-mana. Â Bukan hanya di tempat umum,kasus pelecehan seksual juga dapat terjadi pada lingkup yang tertutup,seperti lingkungan akademis. Pelecehan seksual,baik guru atau dosen terhadap murid/mahasiswa atau sebaliknya,serta antar guru/dosen dan antar murid/mahasiswa tidak dapat dipungkiri dalam dunia pendidikan. Maka, dalam hal ini peneliti menyingkap kasus pelecehan yang terjadi diantara mahasiswi/mahasiswi yang berada pada lingkungan akademis, tepatnya pada kampus.
PEMBAHASAN
"Banyak kasus kekerasan seksual terjadi di kampus namun disembunyikan atas nama baik kampus. Fenomena ini seperti gunung es," ujar Profesor Nina Nurmila dari UIN Sunan Gunung Jati. (Tri Dianti,2021).
Kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi kian mencuat. Satu demi satu terungkap kasus yang terjadi di beberapa perguruan tinggi di Indonesia.Salah satunya, Bunga (28), bukan nama sebenarnya, bercerita 10 tahun lalu pernah dilecehkan oleh salah satu dekan di universitas tempat ia kuliah. Seorang dekan pernah menegurnya di depan ratusan mahasiswa hanya karena ia memakai jeans dan kaos saat ke kampus.
Bunga berujar sambil menirukan dekan tersebut,"Hei mba,yang pakai baju ketat,nanti bisa diperkosa lho di angkot."