_____
Angin berhembus ke wajahku dengan lembut saat aku terduduk di sebuah gedung pencakar langit di kotaku. Menatap ke bawah dan memperhatikan semuanya menjadi terlihat kecil, orang-orang yang berlalu-lalang pun terlihat seperti semut.Â
Kakiku bergoyang ke depan dan kebelakang saat mataku sibuk melihat pemandangan di depanku untuk terakhir kalinya. Sebuah kertas terletak disampingku dengan pulpen di atasnya agar tidak terbawa angin.Â
Aku tersenyum, tanpa menyadari bahwa langit mulai mendung. Hatiku berat, aku ingin melepaskan semua beban ini disini. Melempar nya dari ketinggian dan terjatuh. Dan disinilah aku, aku terbangun dari posisi duduk ku dan berdiri di pinggir gedung.Â
Menatap langit dengan tatapan kosong saat semua pikiran aneh mulai menyerbu pikiran ku. Sebagian hatiku menyuruhku untuk melakukannya, namun sebagian lainnya menyuruh untuk bersabar.
Aku bingung, aku tidak tahu harus pergi ke arah yang mana. Tidak ada seorang pun yang mampu membantuku dan menuntun kemana aku harus pergi. Aku tersesat... semua terlihat gelap di mataku. Hinaan mereka membuatku tersadar bahwa aku bukanlah orang yang pantas untuk dunia yang indah ini.Â
Tanganku terkepal erat saat air mulai memenuhi mataku. Aku menatap kebawah dan memperkirakan bahwa ini adalah ketinggian yang tepat.Â
"Aku harus melakukan ini. Setidaknya inilah yang bisa aku lakukan untuk mereka, aku tidak ingin menjadi beban untuk mereka. Aku pantas mendapatkan ini, aku ingin mengurangi beban mereka."Â
Pikiranku kemudian meyakinkanku untuk melakukan hal ini. Aku melangkah kecil ke depan secara perlahan. Tanpa aku sadari air mata yang memenuhi mataku perlahan tumpah secara bersamaan saat aku merasakan awan pun menumpahkan kesedihannya, rintik air pun mulai turun dan mengenai rambutku.Â
Rintik air berjatuhan bersamaan dengan air mataku dan menyamarkannya. Perlahan kertasku menjadi basah. Saat aku hampir di ujung, seseorang memelukku dari belakang dan menggagalkan rencanaku, dia mendorong tubuhku ke belakang dan membentur dinding. Sontak aku terkejut dan aku memberontak, aku menangis dan aku dapat merasakan kehangatan tubuhnya saat memelukku.Â
"Lepaskan, biarkan aku melakukan ini!"Â
Orang itu terus memelukku dan akhirnya aku pasrah dan menangis. Orang itu masih memelukku dari belakang dan membelai rambutku dengan lembut.Â
"Tolong, biarkan aku melakukan ini..." Aku terisak, kakiku berhenti memberontak dan sedikit menikmati kehangatan pelukannya.Â
"Shhh... calm yourself."Â
"Kamu gak bakal ngerti! Aku gagal di semua hal! Aku jelek, nilaiku jelek, aku gak punya bakat, orang tuaku ninggalin aku! Aku gak punya apapun dan untuk apa aku hidup! Aku capek! Gak ada yang mau bantuin aku, aku juga bisa capek... aku cuma mau ini berakhir..."Â
Aku berteriak dan aku terus terisak. Langit pun mulai menjadi hujan dan membasahi tubuh kami berdua.Â
"Kamu bisa cerita sama aku dulu. Walaupun kita gak kenal, aku bisa jadi tempat curhat sementara mu."Â
Aku hanya bisa menangis saat dia mengeratkan pelukannya. Rasanya hangat walaupun hujan sedang turun.Â
"Aku cape..."Â
Dia menghela nafas dan membelai rambutku. Akhirnya aku mau menceritakan semuanya padanya. Alasan kenapa aku berbuat sejauh ini dan dia meresponku dengan respon yang baik.Â
Aku merasa lega saat aku menumpahkan semuanya padanya. Saat aku melihatnya, perlahan dia mulai menghilang. Tunggu, ada apa ini? Kenapa dia bisa menghilang?Â
"H-hello?"Â
Tiba-tiba aku terbangun. Aku bersandar di sebuah dinding dan aku menyadari bahwa aku sedang berada di sebuah gedung pencakar langit, aku melihat sekeliling dan menemukan sebuah surat. Aku membuka surat itu dan membacanya.Â
Isi surat: "um hallo! Kamu udah bangun? Semalem kamu cerita banyak banget, kamu kuat ya bisa bertahan sampe sekarang. Jarang loh ada yang bisa bertahan dengan kondisi seperti itu. you did well, girl and I am so proud of you. Kamu bisa bertahan sejauh ini itu udah keren banget. Aku tahu ini berat, tapi di setiap masalah pasti ada ujungnya. Percaya dan berdoa pada Tuhan. Jangan putus asa ya cantik! Kamu gak yang kayak kamu pikirin, kamu itu hebat, cantik, dan memiliki bakat. Cuma kamu belum nyari tau aja. Semoga kamu udah lega ya, jangan lakuin kayak gini lagi. Kamu berharga, dan aku bersyukur bisa bertemu denganmu. Sampai jumpa lagi cantik! I pray the best for you."Â
Aku membaca surat itu perlahan dan mulai menangis lagi. Aku kemudian tersenyum pada surat itu dan menyimpannya di kantong celanaku. Dia benar, aku hebat dan aku kuat. Aku hanya harus menjadi lebih kuat dan berusaha semaksimal mungkin untuk merubah takdirku.Â
Aku kemudian kembali bangkit. Aku memperhatikan langit dan langit dalam kondisi cerah. Walaupun terkadang ada hujan, namun langit akan tetap menjadi cerah dan bersinar pada akhirnya. Begitu pula dengan aku, meskipun terkadang ada saja masalah yang datang dan membuatku menangis, pada akhirnya aku akan terus bangkit dan bertekad untuk merubah kondisiku.Â
Tidak peduli seberat apa masalah yang aku punya, yang harus kulakukan adalah bangkit dan melanjutkan hidupku. Menggapai impianku dan membahagiakan diriku. Aku tidak punya siapapun selain diriku sendiri dan aku harus menjaga diriku sendiri.Â
Dari kejadian ini aku mendapat banyak pelajaran dan semakin memperbaiki diriku untuk masa depan yang lebih baik lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H