Bertepatan dengan tanggal 30 September ini, bangsa kita diingatkan pada peristiwa bersejarah yakni penangkapan besar-besaran baik anggota maupun simpatisan  Partai Komunis Indonesia (PKI). Hal ini lantaran tokoh-tokoh partai ini dianggap mengancam kedaulatan negara Indonesia dan suka memakai kekerasan, hingga puncaknya membunuh 7 Jendral.
Dalam kaitannya dengan karya sastra, sebagaimana dikutip dari Rene Wellek dan Austin Werren, karya sastra adalah potret dari kehidupan masyarakat penulisnya. Meskipun tidak bisa menjadi bukti sejarah apapun, kalian bisa mencoba membaca beberapa rekomendasi fiksi yang memotret latar peristiwa G30S/PKI berikut.
1. Sebuah naskah drama yang berjudul Nyanyi Sunyi Kembang-Kembang Genjer karya Faiza Mardzoeki.
Naskah drama yang berlatar peristiwa menjelang penumpasan partisipan PKI dan hari-hari setelahnya ini cukup menarik untuk dibaca. Dengan membaca ini kita akan menemukan perspektif baru mengenai 'Gerwani'. Drama yang diisi tokoh wanita ini mencoba menceritakan bagaimana kehidupan anggota Gerwani (sebuah organisasi wanita pada masa pemimpinan Soekarno) yang dianggap menjadi partisipan PKI setelah meletusnya peristiwa penangkapan anggota PKI.
Penulis bahkan melakukan riset mendalam sebelum menerbitkan naskah drama ini. Penelitian ini dilakukan dengan mewawancarai para perempuan penyintas tahanan politik 1965 di Yogyakarta, Solo, Klaten, Sragen, Semarang, Jakarta, serta beberapa eksil Swedia dan Belanda. Â
Penelitian juga dilakukan dengan mengunjungi lokasi yang dahulu dipakai sebagai tempat isolasi para tahanan perempuan, Plantungan.
Selain wawancara, tim juga membaca berbagai literatur sejarah dan diadakan pula diskusi dengan berbagai kalangan ahli sejarah tahun 1965.
Dalam naskah drama, sudut pandang positif diambil dari tokoh-tokoh Gerwani. Bagaimana citra mereka diwacanakan oleh penguasa sebagai pelacur yang melayani anggota PKI dan semua itu dibantah oleh anggota Gerwani.Â
Bagaimanapun, citra ini tidak bisa dihilangkan dari mereka hingga sekarang. Bahkan relief anggota Gerwani menari untuk tentara-tentara PKI terpampang di Monumen Pancasila Sakti.
2. Novel Ronggeng Dukuh Paruk yang ditulis Ahmad Tohari.Â